Manik merah sang delima[15]

464 57 16
                                    

Terik panasnya matahari tak pernah bisa menghalau semangat juang anak kecil itu. Dengan sebilah pedang kayu di ayunkan dengan gagah berani mencegat lawan. Respon sang lawan tak kalah cepat, ia mengkelit dengan lincah nya.

Halilintar tersenyum semangat dan menikmati latihan bersama sang ayah, Viscount Xavier. Latih tanding kali ini sedikit berbeda bagi Halilintar karena ini adalah momen pertama kalinya ia berlatih pedang bersama ayahnya. Di hari lain, ia selalu di latih oleh Laksamana Tarung.

Isu kecil sering terdengar di kalangan bangsawan bahwa seorang anak dari kediaman Viscount Xavier mempunyai kemampuan berpedang yang luar biasa di usianya yang masih sangat muda. Beberapa isu kerajaan cepat atau lambat tentunya akan sampai ke telinga sang ayah. Bangga akan prestasi sang anak, Viscount Xavier secara pribadi menguji kemampuan Halilintar.

Hal itu pun membuat semangat nya makin terpacu, Halilintar tersenyum kecil. Ia melangkah cepat ke arah samping dengan niatan menyerang. Sang ayah langsung mengambil antisipasi. Sayangnya itu adalah gerakan tipuan, dengan cepat Halilintar mengubah arah serangannya dan berpindah ke belakang.

Tak kalah lincah, Viscount Xavier menghalau pedang kayu anaknya hingga terlempar ke samping. Namun ia lengah, Halilintar menghilang dengan cepat saat ia tengah fokus menghalau serangan pedang. Tak ada waktu untuk berfikir karena dari arah sebaliknya sebuah tendangan mendarat tepat di lengan kirinya. Serangan Halilintar berhasil!

Viscount Xavier mundur kebelakang dengan tangan kiri yang sedikit cedera. Tetapi si empunya malah tersenyum dengan bangga. Tak ingin mengakhiri kesenangan, ia kembali memulai serangan.

"Halilintar, kekuatan mu cukup lumayan. Lanjutkan! " seru nya pada sang anak. Latih tanding berlanjut, keduanya terbakar api semangat.

"Baik ayahanda, akan kutunjukkan kemampuanku! " Halilintar ikut berseru dengan antusias. Anak manapun pasti akan merasa senang ketika di puji oleh ayahnya. Tak terkecuali untuk Halilintar yang baru kali ini merasakan kasih sayang orang tua. 

Keduanya beradu pedang berselimut kan panas matahari dan peluh yang bercucuran. Pukulan beruntun di layangkan oleh Halilintar dan ditangkis oleh sang ayah. Setiap serangan di penuhi dengan rasa semangat dan antusiasme. Jelas, mereka sangat menikmatinya.

Sayangnya matahari lebih dahulu merasa muak akan sikap mereka berdua. Cahaya hangat itu perlahan menghilang di cakrawala barat. Kegelapan menyertai, dijemputnya insan-insan kelelahan di penjuru bumi untuk pulang ke persinggahan hati.

Pedang tersisipkan di samping tubuh, kedua tangan saling terhubung dan membungkuk untuk memberi rasa hormat. Latihan hari ini pun berakhir. Mereka segera kembali ke kediaman untuk mandi dan beristirahat.

•°•

.
.
.
.
╭┉┉┅┄┄•◦ೋ•◦❥•◦ೋ
Reinkarnasi Boss Mafia
[Halilintar]
•◦ೋ•◦❥•◦ೋ•┈┄┄┅┉╯
.
.
.
.
•°•

Tangan mungil mengabsensi setiap buku. Meneliti dengan cermat satu-persatu judul dari cover tepian nya. Penjaga perpustakaan memang hebat, mereka tak pernah gagal dalam memastikan setiap susunan buku tertata rapi.

'Hali-chan, kau sedang mencari apa? ' tanya roh jiwa kepada sang anak. Halilintar terdiam sambil terus mencari. Mungkin memilih kata yang tepat dan mudah dimengerti.

"Logam dan besi, " jawab nya singkat. Roh itu bingung, ia tidak mengerti akan maksud Halilintar. 'Logam? Apa itu? ' ia balik bertanya dan dibalas dengan kesunyian. Halilintar terlalu malas untuk menjelaskan.

Reinkarnasi Boss Mafia [Halilintar] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang