20. Kenyataan

314 20 3
                                    

Surabaya, kini kota ini menjadi kota tujuan bagi Alara. Kota yang akan ia sambangi guna menjadi penyemangat seseorang yang bisa saja sangat rapuh hatinya jika mengetahui sebuah fakta yang menyedihkan.

Melangkahkan kakinya dengan semangat yang lebih dibandingkan hari kemarin berbekal sebuah alamat yang ia peroleh sebelumnya.

Alara berdiri menatap bangunan mewah dihadapannya kemudian berjalan kedalam dan menaiki lift menuju lantai 05.
Alara menatap ke arah pintu, namun ia mengurungkan niatnya untuk memencet bel jantungnya berdegup cukup kencang.

"Ayo Alara, tarik nafas... Hembuskan..."

"Tujuan utama lo kesini jengukin Naren dan pastiin dia baik-baik aja" gumam Alara menyemangati dirinya sendiri.

Setelah menenangkan diri, Alara memencet bel sebanyak dua kali.
Pintu terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya daru seberang pintu.

Wanita tersebut langsung memeluk Alara dengan hangat. Ya, itu adalah mamanya Naren.
Tanpa berlama-lama Alara dipersilahkan masuk dan duduk ditempat yang telah disediakan.

"Naren ada di kamarnya, kamu bisa langsung temuin dia Ra" ucap wanita paruh baya itu.

"Tante belum kasi tau Naren soal Rasya" lanjutnya.

Alara mematung sejenak. Apa alasan mamanya tidak memberitahu soal kepergian kekasih Naren itu?

"Tante belum sanggup Ra, kamu bisa tolong tante kan buat pelan-pelan jelasin ke Naren?" ungkap mama Naren seolah mengetahui pertanyaan yang ada dikepala Alara.

"Iya tante" jawab Alara singkat dan beranjak masuk ke dalam lamar Naren atas izin sang tuan rumah.

Perlahan Alara membuka pintu agar tidak mengganggu Naren.
Pujaan hatinya kini sudah ada didepan mata setelah sekian lama tidak bertemu.

"Alara?" gumam Naren melihat kearah pintu.

"Lo kok bisa ada disini?" tanya Naren.

Alara tersenyum hangat dan berjalan mendekati Naren.

"Hai Ren. Gimana keadaan lo?" sapa Alara.

"Baik, gue pulih lebih cepat dari biasanya orang-orang yang habis transplantasi jantung. Bahkan dokter pun heran"

"Apa karna gue ga sabar mau nikah ya" lanjut Naren sambil tertawa kecil.

"Tapi Rasya ga pernah ada kabar lagi sejak gue masuk rumah sakit Ra. Lo ga pernah ketemu Rasya?"

Deg!

Alara gugup, ia bingung harus mengatakan apa kepada Naren tentang Rasya.

"Per-pernah Ren, beberapa hari lalu" jawabnya asal sedikit gugup.

Pertemuan dengan Rasya yang ia maksud adalah pertemuan dimana Alara mengunjungi makan Rasya beberapa hari lalu sebelum ia kesini.

Alara keluar dari kamar Naren agar sang tuan rumah bisa beristirahat. Tujuan Alara menemuinya adalah untuk memastikan bahwa ia dalam kondisi baik.
Tentu saja baik, karena ia belum mengetahui apa-apa tentang Rasya.

Alara duduk disofa bersama mama Naren untuk membicarakan banyak hal. Semua persiapan pernikahan dibatalkan oleh mamanya Naren.

Naren dan mamanya akan kembali ke Ibu Kota esok, mengingat keadaan Naren yang semakin baik ia akan melakukan pengecheckan rutin di Jakarta.

"Apa ga sebaiknya kita kasi tau Naren secepatnya tan?" usul Alara.

"Tante takut Naren drop lagi Ra" jawabnya.

Alara memijit kepalanya yang tidak sakit. Ia bingung bagaimana caranya memberitahukan Naren tanpa melukai hati pria tersebut.
Namun yang namanya perpisahan tetaplah menyakitkan, apalagi dipisahkan oleh maut.

"Menurut Alara, semakin lama kita sembunyikan justru semakin buat Naren sakit tan"

"Izinkan Alara bawa Naren ke makam Rasya ya tan? lanjutnya.

"Makam?" ucap seorang lelaki yang tiba-tiba saja muncul dan mendengar obrolan tersebut.

"Makam Rasya? Naren ga salah denger ma?" lanjutnya.

"Naren..." ucap mamanya lirih.

"Ra?! Jelasin ke gue!" ucap Naren dengan nada yang cukup tinggi.

Suasana hening beberapa saat. Alara menundukkan kepalanya dengan buliran air mata yang tumpah dari pelupuk matanya.
Andai saja ia tidak berkata seperti itu, pasti akan ada waktu yang lebih tepat untuk Naren tau yang sebenarnya.

"Besok sesampainya di Jakarta, gue bawa lo untuk ketemu Rasya di rumah barunya" ucap Alara setelah menghapus air matanya agar tidak dilihat oleh lelaki itu.

***

Sesuai perkataan Alara, ia membawa Naren untuk bertemu sang pujaan hatinya.
Alara, Naren, dan mamanya Naren sudah berada didepan gerbang pemakaman umum tempat dimana Rasya dikebumikan.

"Ini kenapa jadi kesini sih Ra? tanya Naren sambil mengedarkan pandangan kesekelilingnya.

"Ayo" ajak Alara.

Ketiganya masuk kedalam gerbang pemakaman yang dipimpin oleh Alara dan diikuti oleh Naren beserta mamanya. Alara memberhentikan langkahya tepat disamping nisan yang bertuliskan nama lengkap Rasya.

Naren menatap kearah batu nisan tersebut, matanya kino mulai berkaca-kaca.

"Ra? Ma?" ucapnya sambil memandang bergantian ke arah Alara dan mama Naren.

Alara mengangguk seakan menjawab bahwa 'iya, ini adalah kuburan Rasya'.

Naren memegang batu nisan bertuliskan nama calon istrinya tersebut, air mata yang susah payah ia tahan akhirnya runtuh juga. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk gundukan tanah tersebut.

Mamanya ikut terseret dalam kesedihan putranya yang mendalam, ia tahu persis bagaimana Naren mencintai Rasya dengan amat sangat.
Begitu juga dengan Alara, ini adalah kali pertama ia melihat Naren menangis seperti ini yang membuat ia juga berurai air mata.
Untunglah kondisi kesehatan Naren tidak memburuk saat itu.

"Kenapa ninggalin aku Sya?"

"Kenapa pergi waktu aku mau buat kamu lebih bahagia lagi?"

"Gimana sama rutinitas kita Sya? Apa aku sanggup ngejalani sendirian?"

"Tuhan lebih sayang kamu dibanding aku ya Sya?"

"Tapi harusnya kasi aku kesempatan buat bahagiain kamu"

"Rasya, aku janji bakalan sering kesini"

"Gue bisa apa tanpa lo, Sya?"

Berbagai ucapan Naren lontarkan diiringi dengan air matanya yang tiada henti.

Alaran mengelus perlahan bahu Naren guna menenangkan lelaki itu. Sebisa mungkin Alara terlihat tegar agar ia bisa menjadi penyemangat untuk Naren.

"Udah Ren, Rasya juga pasti gamau lo atau kita semua sedih" ucap Alara.

"Iya sayang.. Mama tau kamu sangat terpukul, tapi kita ikhlasin Rasya supaya dia tenang ya?" sahut mama Naren.

"Lo harus inget sama kesehatan lo jug-"

"Lo gatau rasanya kehilangan orang yang lo sayang!" ucap Naren sebelum Alara menyelesaikan kata-katanya.

Alara terkejut  dan mematung sejenak mendengar ucapan Naren. Bagaimana ia bisa berkata seperti itu? pikir Alara.

"Gue lebih dulu kehilangan orang yang gue sayang, dan itu lo Naren!"

Bersambung...

Haiii maaf yaa udah lama ga update😗

Jangan lupa vote, komen, and share yaa...

Tengkyuu...

Berhenti Disini (Naren-Alara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang