14. Kembali

693 33 4
                                    

Beberapa hari setelah Naren dirawat dan keadaannya semakin membaik, akhirnya ia diperbolehkan untuk kembali ke rumah.

Alara yang masih setia mendampingi Naren ikut mengantarkan Naren sampai ke rumah dengan baik.

"Terima kasih ya Alara, maaf tante banyak ngerepotin kamu untuk jaga Naren soalnya Rasya kemarin telfon tante karna sibuk di toko" ungkap mama Naren sambil menggenggam tangan Alara.

"Iya tante, Alara ga ngerasa repot kok jaga Naren" balasnya dengan senyuman tulus.

"Halo tante, hai Ra" sapa Rasya yang baru saja datang memasuki kediaman Naren.

"Maaf ya tan Rasya baru bisa kesini" ungkap Rasya.

"Gapapa sayang.. Naik aja ke atas, Naren pasti seneng liat kamu dateng" jawab mama Naren sambil memegang ujung kepala Rasya dengan lembut.

Alara yang melihat pemandangan itu hanya bisa tersenyum tipis. Jika ia semakin berlama-lama di rumah ini bisa dijamin bahwa ia akan melukai perasaannya lebih dalam.
Ah sial, ternyata begitu sakit jika mencintai sendirian.

Alara mencoba mengontrol dirinya, sebisa mungkin ia mencoba untuk tidak menangis.
Selama perjalanan pulang yang ia pikirkan hanyalah mengenai penyakit yang diderita Naren. Bagaimana bisa Naren selalu tampak baik-baik saja selama ini padahal penyakit yang ia derita cukup serius, lebih tepatnya sangat serius.

Alara berjalan perlahan masuk kedalam kediamannya dengan wajah yang lesu dan muram. Lelah fisik dan perasaan, itulah yang ia rasakan saat ini. Rasanya ia hanya ingin bermalas-malasan saja di rumah.

Rumah tampak sepi, seisi rumah sedang sibuk dengan rutinitas masing-masing dimana papa Alara sibuk di kantor dan mama Alara sibuk dengan kegiatan bersama teman-temannya mengingat saat ini masih pukul 14.00 WIB.

Ceklek!

"Hai" sapa seseorang yang sedang duduk diatas ranjang milik Alara.

"NINDYA?!" teriak Alara sambil berlari menghampiri sahabatnya dan memeluknya.

"Kenapa lo ga bilang kalo mau balik? Gue kan bisa jemput" ucap Alara.

"Sok banget lo mau jemput, lo kan lagi jagain pujaan hati" ejek Nindya.

Alara bungkam, ia melepaskan pelukan dari sahabagnya dan beralih memandang foto yang terletak diatas nakas.

"Kenapa lo diem? Harusnya bahagia dong?" selidik Nindya.

Alara beralih menatap kearah sahabatnya itu dan perlahan airmatanya pun keluar dengan sendirinya.

"Lo kenapa Ra?" tanya Nindya sambil menarik perlahan tubuh Alara dalam pelukannya.

Alara menangis sejadi-jadinya setelah sebelumnya menahan diri untuk tidak mengeluarkan airmatanya kembali.

"Naren udah tunangan sama Rasya Nin" ungkap Alara.

"HAH?!"

"Ra? Lo gapapa?" tanya Nindya yang merasa khawatir.

Alara diam, namun airmatanya terus mengalir seolah menjadi jawaban atas pertanyaan Nindya.
Entahlah ini sudah menjadi tangisan yang keberapa kali, namun bagi Alara sama-sama sakit, bahkan lebih sakit rasanya.

"Lo gamau ungkapin aja ke Naren? Seengganya biar lebih lega Ra" saran Nindya.

"Engga Nin, Naren ga boleh tau perasaan gue. Gue takut ntar hubungan dia sama Rasya berantakan" jawab Alara.

Nindya sebenarnya iba terhadap sahabatnya itu, entah apa yang ia lihat dari sosok Naren sampai jatuh cinta segila itu.
Sebagai sahabat ia hanya bisa memberikan dukungan atas apa yang Alara lakukan, dan menjadi pendengar atas apa yang Alara ceritakan.

*
Meskipun Naren sudah diperbolehkan untuk pulang, tetap saja ia diharuskan untuk beristirahat untuk sementara waktu.

"Sayang, maaf ya aku ga bisa temenin kamu selama di rumah sakit" ucap Rasya sambil memegang kedua tangan kekasihnya.

"Toko dapet pesanan banyak banget dan karyawan aku gabisa nanganin sendirian" lanjutnya.

Bukannya marah, Naren justru hanya tersenyum mendengar penjelasan kekasihnya.

"Kok malah senyum-senyum? Kamu ga marah?" tanya Rasya keheranan.

"Mana bisa aku marah sama kamu Sya. Toko donat itu impian kamu kan? Jadi gapapa kalo kamu sibuk di toko. Lagian udah ada Alara yang jagain aku selama di rumah sakit kok" jawab Naren tersenyum sambil membenahi rambut kekasihnya yang sedikit acak-acakan.

"Makasih banyak ya sayang, kamu udah wujudin impian aku dengan buatkan aku toko donat itu dan bantu biayain kuliah aku juga" sambil memeluk Naren dengan hangat.

Cukup lama berada di kediaman Naren, Rasya memutuskan untuk pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB namun sebelum pulang ia akan mengunjungi toko untuk sekedar melihat kondisi toko miliknya atau membantu menutup toko.

Sesampainya di toko, Rasya tersenyum bangga melihat keadaan tokonya yang ramai pembeli bahkan ada beberapa pembeli yang harus pulang dengan tangan kosong.

"Kalau mau pulang duluan aja ya, biar saya yang ngunci toko hari ini" ungkap Rasya pada karyawannya.

Setelah toko sepi Rasya bergegas menuju dapur untuk menyiapkan beberapa barang dan bahan yang ia perlukan.

"Naren pasti seneng banget besok kalo aku bawain blueberry muffin untuk sarapan" gumamnya.

Sudah cukup lama Rasya tidak membuat blueberry muffin lagi, ia mulai memasukkan bahan-bahan adonan satu persatu guna mencoba apakah rasa muffin ini persis seperti muffin yang biasa ia bawakan untuk kekasihnya.
Rasya mencampurkan satu persatu bahan sembari tersenyum membayangkan betapa senangnya Naren dengan blueberry muffin ini.

"Semoga rasanya sama" gumam Rasya sambil menuangkan adonan dalam cup muffin.

Rasya mulai memasukkan satu persatu muffin kedalam oven yang sudah dipanaskan.
Entah mengapa rasanya ia sangat bersemangat membawakan muffin ini untuk kekasihnya.

"Naren pasti kangen banget makan blueberry muffin aku, dia kan udah lumayan lama ga makan blueberry muffin lagi" monolog Rasya sambil mengecek adonan yang sudah ada didalam oven.

"Gue juga kangen sama lo" ucap seseorang yang ternyata sudah memperhatikan Rasya sedari tadi dari pintu dapur.

"Kamu?"

Bersambung....

Jangan lupa vote yaa... Vote kalian berarti banget buat aku😭🙏

Sampai jumpa dibab selanjutnya...

Berhenti Disini (Naren-Alara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang