Malam itu begitu sunyi dan tenang. Namun semua itu berbanding terbalik dengan isi kepala Sam yang kacau balau. Ia berniat mengunjungi Arleon untuk sedikit berbincang dengan sang kardinal, mungkin mengucap sedikit kalimat penenang untuk menunjukkan sedikit simpati pada lelaki itu. Siapa sangka sang kardinal akan menghilang bak ditelan bumi tanpa tinggalkan jejak apapun.
"Arleon?"
Ketika ia mengetuk pintu ruangan Arleon, tak ada jawaban apapun yang ia dapatkan. Awalnya ia mengira sang kardinal terlalu lelah dan sudah tertidur pulas sehingga ia berniat kembali ke kamarnya. Akan tetapi instingnya merasakan ada sesuatu yang aneh. Maka dengan perlahan ia mencoba membuka pintu kamar Arleon.
Ruangan itu kosong. Tak ada siapapun di dalamnya. Jendela tertutup rapat tanpa memberikan celah pada cahaya bulan untuk masuk. Rasanya seperti ruangan itu memang tidak ditempati oleh manusia sama sekali.
Sam membuka lemari yang ada di ruangan itu. Barang-barang Arleon turut menghilang. Sam membuka jendela kamar selebar mungkin mencoba melihat ke sekeliling penginapan. Tak ada tanda-tanda manusia satupun di waktu yang telah menuju tengah malam.
Sang pangeran menggigit bibirnya. Ia lalu berlari untuk kembali ke kamarnya.
Mengabaikan tata krama meski ia mengetahui ada seseorang di dalam kamar, Sam mendorong pintu hingga menimbulkan suara keras.
Brakkk!!!
Chris yang tengah tidur telentang di atas ranjang reflek bangun dari posisinya dan mendekat ke arah Sam.
"Ada apa yang mulia?"
Dengan nafas yang masih tersengal Sam menjawab, "Arleon hilang."
Raut wajah Chris sempat berubah, nampak terkejut dengan ucapan sang pangeran. Namun ia mengubah kembali ekspresi wajahnya agar tetap terlihat tenang.
"Apakah anda yakin dia tidak sedang berjalan-jalan di keluar?"
Dengan yakin Sam menggelengkan kepalanya.
"Seluruh barang bawaannya tidak ada di kamar."
Baiklah, ini mulai terdengar aneh, batin Chris. Ia lalu mengajak Sam untuk kembali mengecek ruangan Arleon. Ia juga memanggil Hazel dan Jonathan untuk bergabung dengan keduanya.
Dengan mata separuh tertutup Hazel menyeret langkahnya mengikuti Jonathan yang berada di depannya.
"Aku ingin kembali tidur."
Ia mengusap matanya beberapa kali. Jonathan hanya tersenyum kecil mendengar rengekan Hazel. Ia menarik elf kecil itu untuk mendekat ke arahnya sembari menyusul langkah tuannya di depan sana.
Keempatnya berhenti di depan ruangan yang tadinya ditempati oleh Arleon. Chris membungkukkan badannya, mengamati pintu itu dengan teliti. Tak ada bekas seseorang masuk secara paksa pada pintu. Ia lalu membuka pintu itu. Ruangan itu cukup rapi, tak memperlihatkan sedikitpun bekas perlawanan. Arleon adalah lelaki muda yang memiliki fisik cukup baik, jika ada seseorang yang masuk di luar kehendaknya sang kardinal pasti tetap bisa memberikan perlawanan meski hanya sedikit.
"Tidak ada tanda-tanda penculikan, sepertinya," ucap Jonathan dengan nada agak ragu.
"Mungkin dia melarikan diri," ucap Hazel asal. Ia hanya ingin segera menyelesaikan urusan dan kembali tidur.
"Tidak mungkin," sangkal Sam, "Ia tidak memiliki alasan untuk kabur dari kita mengingat tujuan kita sama-sama ke pohon dunia, dan hanya Hazel yang bisa menuntun kita ke sana, kecuali...."
Ingatan Sam kembali pada saat mereka sampai di Detrio pertama kali. Orang yang ditolong oleh Arleon saat itu, apakah dia melaporkan keberadaan Arleon pada pasukan kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
Historical FictionSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...