Waktu berlalu cukup lama semenjak kepergian Chris dan Jonathan. Keduanya masih belum memberikan kabar apapun. Sama hal nya dengan pasukan yang berada di Ramiten dan juga pasukan yang bertugas menyelidiki penculikan Anthony. Tak ada perkembangan informasi baru pada keduanya.
"Cale juga belum kembali."
Setelah Chris jatuh tak sadarkan diri, Cale mengatakan padanya bahwa ia harus pergi ke suatu tempat. Sam tidak tahu kemana ia pergi atau apa yang akan ia lakukan karena saat itu ia hanya berfokus pada Chris yang tengah terbaring di atas tempat tidur.
"Apakah anda ingin secangkir teh hangat lagi, tuan?"
Salah satu maid bertanya sembari membawa sebuah teko porselen di tangannya. Sam tersenyum mempersilakan sang maid untuk menuangkan teh kembali ke dalam cangkirnya yang kosong.
Ia menatap ke arah luar jendela. Kepalanya terasa begitu kosong ketika melihat awan putih memenuhi langit. Mendung, mungkin setelah ini akan hujan. Benar saja, tak lama setelah itu gerimis mulai terjadi dan membasahi kaca jendela dihadapannya.
Pikirannya kembali pada kejadian lebih dari setengah tahun yang lalu saat ia pertama kali bertemu dengan Chris. Waktu itu juga hujan. Bagaimana ekspresi Chris saat bertemu dengannya untuk pertama kalinya? Apa yang ia rasakan ketika melihat Sam muncul dihadapannya? Ah, ia jadi merindukan sang duke sekali lagi.
"Apa yang sedang dia lakukan ya sekarang?"
Pikirannya kembali menerawang. Sebagian dari diri Sam merasa bersalah karena ia tak melakukan apapun di kastil. Di sisi lain ia memang tak miliki keperluan khusus untuk dilakukan. Ia hanya tinggal menunggu informasi saja untuk saat ini.
Ia juga harus memikirkan rencana bagaimana jika pasukan yang ia kirim tak menemukan kekasih mendiang putra mahkota dan cincin terbian, apa yang harus ia lakukan? Tak ada sumber informasi lagi yang bisa ia temukan terkait keduanya.
Tunggu. Apakah karena itu Chris pergi ke istana?
"Tuanku, pasukan dari Ramiten telah kembali!"
Seorang maid berlari ke arahnya sembari menyampaikan pesan darurat itu. Tubuhnya sedikit terlonjak akibat rasa terkejut. Ia segera bangkit dan melihat ke arah luar jendela. Benar saja, pasukan yang ia kirim telah kembali.
Tanpa pikir panjang Sam segera berlari turun ke bawah. Ia tak menghiraukan sama sekali teriakan para maid yang mengingatkannya untuk mengenakan pakaian yang lebih hangat.
Jantungnya berdegup keras. Ia tidak tahu apakah semua itu disebabkan rasa semangat atau rasa gugup. Tujuannya akan berakhir di sini jika ia menemukan mereka.
Pintu kastil terbuka, tanpa memedulikan hujan yang mulai deras ia berlari menerobos rintik air untuk menuju gerbang utama. Gerbang itu terbuka perlahan memperlihatkan jajaran pasukan dengan armor tipis di hadapannya. Langkahnya semakin pelan ketika jarak di antara mereka semakin dekat. Samar-samar ia juga dapat mendengar para maid yang berlarian ke arahnya untuk membawakan payung.
Ia mencoba mengamati ekspresi dari pasukan yang ia kirim dengan cermat. Namun, entah mengapa tak ada ekspresi senang sedikitpun di wajah mereka. Mereka terlihat murung. Jantungnya berdegup semakin keras.
"... Selamat datang kembali ke Hailstorm. Maaf hanya aku yang bisa menyambut kepulangan kalian karena duke tengah memiliki urusan di luar. Apakah kalian membawa kabar baik dari Ramiten?"
Suaranya sedikit gemetar. Sam mencoba menenangkan detak jantungnya.
"Kami membawa kabar baik dan kabar buruk, tuanku," ucap kepala pasukan.
"Kabar baiknya, informasi yang ditinggalkan Anthony benar-benar akurat. Kami menemukan kekasih mendiang putra mahkota di Ramiten beserta putranya."
Kedua mata Sam membulat. Hatinya terasa begitu lega. Mereka berhasil menemukannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/340644505-288-k328721.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
Ficción históricaSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...