Sejak dulu penjualan budak bukanlah hal yang asing di wilayah Barat. Namun, pada masa kekuasaan Raja Keenam Valestia, praktik penjualan budak mulai dilarang. Siapapun yang ketahuan menjual ataupun membeli budak akan diberikan hukuman yang berat dari kerajaan.
Sayangnya, hukum yang dibuat oleh manusia tidaklah sempurna. Hukum itu masih memiliki celah. Entah pelaku penjualan budak yang pandai menghilangkan bukti atau pejabat korup yang berani menutupi menyebabkan masih banyak penjualan budak yang terjadi hingga detik ini.
Tak cukup menjual manusia, kini makhluk yang menyerupai manusia pun menjadi sasaran mereka. Keserakahan manusia memang tak ada habisnya hingga makhluk lain pun turut terkena imbasnya.
Sam menatap elf dihadapannya dengan sedikit rasa iba. Figurnya memang seperti manusia, hanya saja tubuhnya lebih kecil. Ia merasa tubuh itu bisa hancur dengan mudah akibat sentuhan ringan. Yang membedakan dirinya dengan manusia biasa adalah telinga runcing yang menjadi ciri khas kaum mereka.
"Jadi, darimana kau berasal?"
Chris menatap elf dihadapannya yang tengah makan dengan lahap. Pipinya mengembung lucu karena menampung banyak makanan sekaligus.
Deja vu.
Ia pernah melihat pemandangan seperti ini.
Perhatiannya sempat teralih pada Sam yang berdiri sembari menyandar di dekat jendela. Merasa diperhatikan oleh seseorang, Sam menoleh ke arah sang duke, memberikan tatapan mata seolah bertanya.
'Apa?'
Chris menggelengkan kepalanya pelan. Ia kembali fokus pada elf didepannya.
"Siapa namamu?"
Elf itu mencoba menelan buah yang berada di dalam mulut kecilnya, meski sedikit kesulitan karena ia memasukkan banyak buah sekaligus.
"...mnhazhuull."
"...hm?"
"Hazel," ulangnya setelah selesai menelan makanannya, "Namaku Hazel."
Chris mengangguk mendengar ucapan si elf. Ia lalu mengajukan pertanyaan kembali.
"Darimana asal mu?"
"Tidak tahu..."
"Apa kau ingat bagaimana bentuk ataupun sesuatu yang menggambarkan tempat mu berasal?"
"Ingat! Ada banyak pohon."
"Apa ada lagi? Sesuatu yang lebih spesial?"
"Ada. Tapi tidak boleh diceritakan..."
"Kenapa?"
"Takut manusia datang."
Chris menghela nafas mendengar ucapan Hazel. Ia kira dengan menanyai sang elf secara langsung dirinya akan langsung mendapatkan informasi. Bukan untuk apa-apa, Chris hanya ingin kembalikan sang elf ke tempatnya berasal. Ia tak ingin keberadaan elf terekspos manusia dan membuat mereka menjadi target buruan seperti saat ini.
"Memangnya kau tidak ingin kembali?"
Kunyahan elf itu terhenti. Ia kemudian meletakkan kedua tangan yang memegang buah di atas pangkuan tangannya. Kedua mata cokelat miliknya menjadi sayu ketika mengingat memori soal rumahnya.
"... Ingin kembali...."
Hazel ingin kembali ke tempatnya. Ia tahu bahwa manusia didepannya dapat membantu dirinya kembali dengan mudah. Sayangnya bagi seorang elf, sangat tabu untuk menyebarkan lokasi tempat tinggal mereka pada manusia.
Chris menghela nafas. Ia kembali bertukar pandang dengan Sam. Memahami kode yang dimaksud Chris, Sam akhirnya berjalan mendekat. Ia lalu mendudukkan diri di sebelah Hazel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
Ficción históricaSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...