"Pohon dunia?"
Kini Arleon, Anthony, Hazel, dan Jonathan berkumpul kamar Sam. Mereka tengah membahas rencana yang akan dilakukan ke depannya.
"Saya harus tetap hidup agar dapat mencapai tujuan saya. Meskipun saya tidak yakin akan mendapatkan jawaban yang saya inginkan di sana, tetap saja saya ingin mencobanya."
Sang kardinal menyingkap rambut merah yang menutupi dahinya ke belakang, "Apakah tidak masalah jika saya ikut? Barangkali saya akan mendapatkan informasi soal cara menutup celah gerbang iblis ataupun menghentikan wabah di Detrio."
"Ah! Aku tidak bisa membawa terlalu banyak orang-"
Ucapan Hazel terhenti ketika dirinya mendapati tatapan putus asa dari Arleon. Rasanya sang elf tidak sanggup untuk mengatakan tidak ketika melihat wajah kardinal muda yang nampak teramat menyedihkan. Elf kecil itu lalu menatap ke arah Jonathan yang berada di sampingnya. Sang tangan kanan duke tersenyum tipis sembari menggenggam sebelah tangannya.
"... Aku hanya bisa membawa empat orang," ucap Hazel dengan suara kecil.
Jonathan tersenyum semakin lebar dan mengusap kepalanya lembut. Hazel tersenyum merasakan hangatnya tangan Jonathan. Ia mendongakkan kepala agar mendapatkan lebih banyak kehangatan itu.
"Baiklah. Berarti aku, Chris, Jonathan, dan Arleon lah yang akan mengantar Hazel," kata Sam dengan nada tegas.
Anthony membulatkan kedua matanya,"Apakah anda yakin, tuan? Luka di kaki anda masih belum sembuh sepenuhnya."
Suara itu penuh dengan kekhawatiran, Sam mengetahui itu. Tapi ia tetap harus pergi.
"Jangan khawatir. Luka itu sudah membaik berkat bantuan tabib dari Hailstorm. Luka itu tidak akan menghalangi pergerakan saya lagi," Sam menggoyangkan kakinya ke kanan dan ke kiri, mencoba menunjukkan bahwa kondisinya memang sudah membaik.
"Sebenarnya di mana lokasi pohon dunia berada?" Pertanyaan itu muncul dalam diskusi mereka.
Hazel menatap semua orang di ruangan itu satu persatu sebelum memulai ceritanya.
"Dari tempat kami berada, kami dapat melihat birunya laut, hijaunya pegunungan, dan hamparan putih salju di saat yang bersamaan. Tempat itu tersembunyi dibalik sebuah tabir yang membuat kami terisolasi dari dunia luar. Meski demikian tak sedikit pula manusia yang menemukan kami secara sengaja ataupun tidak sengaja. Mereka menyebut tempat tinggal kami sebagai 'tanah yang tidak diinginkan'. Setidaknya itulah yang dikatakan Cale, dia adalah teman manusia satu-satunya yang ku miliki.."
Jonathan membentangkan sebuah peta di atas meja. Jemarinya kemudian menunjuk ke sebuah wilayah di ujung Utara yang berbatasan langsung dengan Detrio.
"Jika tanah yang tak diinginkan yang dimaksud adalah tempat ini, maka kita tidak miliki pilihan lain selain pergi lagi ke Detrio. Setelah itu kita harus menempuh perjalanan darat menuju tempat itu."
Sam memijit kepalanya yang seketika terasa pusing. Mereka baru saja kembali dari Chaten. Kini mereka harus pergi ke Detrio. Ia tak yakin apakah perjalanan kedua ini lebih aman mengingat segala kekacauan yang terjadi saat mereka berada di Chaten.
Ia melirik Arleon yang berdiri tak jauh darinya. Lelaki itu masih diburu oleh Raja Detrio hingga detik ini. Apakah semuanya akan baik-baik saja jika ia membiarkan Arleon ikut?
"Apakah kita tidak bisa langsung berlabuh di wilayah es itu?" Sam menunjuk salah satu titik di peta, "Bukankah lebih cepat dan aman jika kita melalui rute itu?"
"Sayangnya tidak sama sekali."
Hazel menyamankan posisi kepalanya yang bersandar pada bahu Jonathan, tentunya apa yang ia lakukan itu dihadiahi tatapan sinis dari semua orang di dalam ruangan itu. Sedangkan Jonathan sendiri mengabaikan tatapan itu dan justru mengeratkan pelukannya pada pinggang kecil milik Hazel.
![](https://img.wattpad.com/cover/340644505-288-k328721.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
HistoryczneSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...