Pernikahan, Hamil dan Melahirkan.

633 3 1
                                    

Senyum Asih tak terbendung lagi ketika para saksi mengatakan “SAH!” setelah Furqon melakukan ijab kabul. Asih dan Furqon melakukan pernikahan setelah tiga bulan kedatangan Furqon ke rumah Asih untuk melamarnya. Pesta dilakukan secara sederhana di depan kediaman Almarhum Ayahnya Asih. Tak ada tetangga maupun kerabat yang menyebut bahwa mereka tega menikah setelah kepergian tokoh kampung Abah. Justru semua orang mengerti karena Abah dahulu sering membagikan mimpinya yaitu menikahkan anak tunggalnya Asih.
Furqon dan Asih memutuskan untuk tinggal di kampung untuk menjalankan permintaan mendiang untuk meneruskan perkebunan yang telah dibangun Oleh Almarhum ibu dan Ayahnya Asih. Bukan sebuah perkebunan biasa, melainkan perkebunan besar yang mempekerjakan banyak orang, sehingga jika dibiarkan terbengkalai maka banyak orang yang kehilangan mata pencahariannya.
Seminggu setelah pernikahan itu, pasangan baru itu selalu romantis bahkan di pagi hari. Tak bisa disangka Asih yang tomboy menjadi seorang istri yang lembut dan manja. Dia menyiapkan segelas kopi di tempat Furqon membaca buku penelitian tentang tumbuhan yang ditulis langsung oleh orang tua Asih.
“Abi ini kopinya.”
“Makasih ya istriku..!”
Furqon meminum kopi yang dibuatkan Asih itu dan tersenyum sambil mengatakan.
“MasyaAllah, ini kopi yang terenak di dunia.”
Pipi Asiih memerah dia lantas memeluk tangan Furqon, kampung Asih yang berada di dataran tinggi terkenal dengan udara dingin nya apalagi di pagi hari. Tapi kehangatan tercipta di rumah yang ditinggali oleh pasangan pengantin baru itu,
“Asih, orang tuamu luar biasa!”
“Luar biasa kenapa?”
“Melalui penelitiannya, kebun menghasilkan sayur dan buah dengan kualitas tinggi dengan waktu panen yang lebih singkat. tanpa bubuk kimia lagi.”
“Oh itu, Abah memang yang terbaik kalau urusan tanaman hehe.”
“Abi bisa ga ya seperti Abah?”
“Umi yakin Abi pasti bisa, Abi kan punya ilmu mengenai perkebunan ketika pesantren dulu?”
“Ah iya ya, mudah-mudahan abi bisa.”
Mereka memutuskan untuk saling memanggil dengan sebutan umi dan abi, Alasanya agar mereka tidak kaku ketika punya anak nanti. Mereka memang berencana untuk mempunyai momongan. Apalagi Furqon, dia sangat menyukai anak-anak dan sangat ingin mempunyai anak. Bahkan dalam seminggu ini anak-anak kecil selalu datang ke rumah mereka di sore hari untuk belajar mengaji dan ilmu agama pada Furqon. Katanya pengajaran Furqon sangat baik dan menyenangkan sehingga anak-anak senang jika belajar mengaji olehnya.
Tiga bulan telah berlalu, Furqon bekerja dengan baik di ladang, hampir semua pekerjaan dia bereskan dengan cepat. Ilmu tentang perkebunan sangat membantu untuk diterapkan di ladang milik Abah itu. Awalnya Furqon merasa ragu dan dia tidak bisa berbaur dengan karyawan yang bekerja untuk Abah.
“Wajar mereka seperti itu, aku takan pernah bisa menggantikan sosok Abah.”
Di Dalam keterpurukan, seorang lelaki tua yang merupakan karyawan Abah menghampirinya dan memberi tahu Furqon apa saja yang dilakukan Almarhum Abah terhadap kebun dan karyawannya. Furqon tercengang dengan apa yang dilakukan Almarhum Abah itu sangat di luar kemampuanya. Namun Furqon tidak menyerah begitu saja, Berkat bimbingan dari pria tua tersebut dia berhasil memanen sayuran yang melimpah. Dia juga berhasil memanen hati para karyawan hingga mereka menganggap bahwa Furqon layak untuk menjadi pengganti Abah.
***
Hari itu, tepat setelah tiga bulan pernikahan mereka, Hati Asih sedikit deg degan karena sudah tiga hari dia telat menstruasi.
“Apa mungkin ini pertanda?”
Pagi itu ketika Furqon akan berangkat ke kebun, Asih meminta izin kepadanya untuk keluar rumah. Tentu Masih merahasiakan kemana dia akan pergi agar ini menjadi kejutan untuk Furqon yang menanti-nanti kehadiran seorang anak.
Tanpa bertanya apapun Furqon mengizinkan Asih untuk pergi setelah melihat ekspresi muka Asih yang sedang kegirangan. Dia menganggap bahwa ada sesuatu yang disembunyikan darinya, namun dia percaya hal itu adalah hal yang baik.
Asih berangkat ke seorang bidan di desanya, memang desanya itu sangat minim fasilitas kesehatan, sehingga dia harus pergi ke kampung lain hanya untuk bertemu bidan. Sesampainya di sana, Asih memberitahukan kondisinya kepada bidan itu, dia menyarankan untuk melakukan testpack, sebuah tes kehamilan sederhana menggunaakan sstrip khusus yang jika terdapat dua garis maka Asih dinyatakan hamil.
Namun hanya satu garis yang terlihat pada strip itu, Asih merasa kecewa dan mempertanyakan kepada bidan mengapa hasilnya negatif padahal dia sudah telat selama tiga hari. Bidan itu menenangkan Asih, Strip kehamilan itu (Testpack) bekerja dengan hormon B-HCG yang diproduksi saat hamil. Ada kemungkinan produksi hormon itu masih sedikit ketika awal kehamilan. Bidan itu menyarankan agar Asih memeriksa kembali dua minggu kemudian.
Asih bersikeras bahwa dia hamil, dan dia tidak mau menunggu selama dua minggu lagi. Lalu bidan itu pun menyarankan agar melakukan pemeriksaan di rumah sakit dengan alat yang lebih canggih. Rumah sakit besar di Daerah Asih lumayan jauh jaraknya. Sekitar satu jam menggunakan kendaraan umum. Jarak yang jauh itu tidak menghentikan Asih untuk memuaskan hatinya bahwa dia hamil.
Sampailah Asih di rumah sakit itu, dia mendaftar dan mengantri di poliklinik kandungan. Setelah menunggu lagi beberapa saat Asih pun dipanggil oleh suster untuk melakukan pemeriksaan dengan dokter. Pemeriksaan pun dimulai, Dokter itu melakukan USG kepada Asih, dia melihat dengan teliti namun tidak mengucapkan apapun.
Setelah itu dokter menyudahi pemeriksaanya dan meminta Asih untuk duduk di kursi konsultasi dan melakukan percakapan dengan Asih. Gadis yang dari jauh pergi ke rumah sakit sendirian itu tak percaya dan menangis ketika dia keluar dari ruangan dokter.
“Bagaimana ini? bagaimana aku bisa menjelaskan semua ini kepada Furqon?”
Asih pun duduk di sebuah kursi di dekat ruang IGD untuk menenangkan diri. Dia menarik nafas panjang-panjang. Saat Asih berfokus untuk menenangkan diri, sebuah ambulan datang dengan sirine yang kencang. Mereka mengeluarkan seorang wanita yang berbadan besar  itu. Perutnya membuncit dan dia nampak kesakitan. Oh rupanya seorang ibu akan melahirkan, Namun Asih terasa mengenali ibu yang berambut pirang tersebut.
Dia memasuki IGD dan menanyakan pada perawat siapa pasien yang akan melahirkan itu.
“Sus, ada pasien yang  bernama Zoe? eh Zaenab?”
“Iya betul, apa ibu kerabatnya? ibu boleh masuk untuk menemaninya.”
Asih kaget ketika dia tiba-tiba diminta untuk menemani seorang ibu yang akan melahirkan. Dan benar saja, ketika Asih membuka Gorden yang menutupi prose persalinan itu, muncul soeorang wanita yang merupakan sahabat Asih ketika dia merantau di Jakarta. Zoe langsung tersenyum di tengah dia dalam kesakitan. Asih menghampiri Zoe dan memegang tangan nya. Zoe pun menggenggam tangan Asih dengan kencang. Dia melihat sekeliling dan tidak ada orang lain selain mereka, dokter dan para bidan dan perawat. Nampaknya Zoe kemari sendirian tanpa ada siapapun yang menemaninya.
“Oeek.. Oeek.”
Suara bayi terdengar. Asih yang ikut tegang karena ini pengalamanya menemani seseorang untuk melahirkan. Dia menyeka keringatnya dengan tisu, senyuman tersirat pada muka Asih setelah melihat bayi mungil menggeliat di badan Zoe untuk mencari payudara yang akan dia hisap. Rupanya Zoe datang kemari saat pembukaan lengkap sehingga proses melahirkan terjadi begitu cepat.
“Makasih ya kinan, makasih bnget udah nemenin gue.. gue ga tau gue bisa lewatin ini semua jika ga ada lo.”
Zoe menangis sedih sekarang.
“Aku sebagai sahabat pasti akan melakukan apapun untukmu.”
“Sekali lagi makasih ya Kinan.”
Perasaan Zoe bercampur aduk antara senang dan sedih, dia menceritakan semua kepada Asih setelah Asih mengundurkan diri dari bar. Zoe dipecat dari pekerjaanya karena memang tidak cocok seorang wanita yang sedang hamil bekerja di bar apalagi seorang pelayan. Pacarnya yang pengangguran itu meninggalkan Zoe setelah dia tahu bahwa Zoe tidak lagi bekerja,
Akhirnya dia pulang kampung yang ternyata Asih dan Zoe tinggal dalam satu kabupaten yang sama. Dia pulang ke rumah orang tuanya namun ketika dia pulang dengan berbadan dua tanpa menikah, orang tuanya mengusirnya.

“Zoe, gak nyangka elo bakalan menderita seperti ini.” Ucap Asih sambil mengelus bayinya.”
“Namanya juga hidup Kin.”
“Lalu lo tinggal di mana sekarang?”
“Gue tinggal di kos kosan kecil di deket kampung gue, untung aja bapak kost itu baik hingga mau nelponin ambulan. Gua pikir, gua bakalan ngelahirin di kosan haha.” dengan ringan Zoe menceritakan hal itu.
“Lalu buat idup gimana Zoe.”
“Buat sekarang, gua masih ada tabungan.. namun kedepanya, gimana nanti lah.”
Asih Pun berdiam sejenak, dia pikir dia yang paling menderita karena kehilangan Ayahnya. Namun hidupnya yang sekarang berbanding terbalik dengan apa yang terjadi terhadap sahabatnya itu, membuat dia kembali mensyukuri hidupnya walau dia menerima kekecewaan atas  hasil pemeriksaan dokter terhadap dirinya.
“Eh gimana pernikahan lo ama Furqon?”
“Alhamdulilah baik-baik aja Zoe.”
“Haiii Ustad Furqon memang hebat, sia sanggup menaklukan seorang monster gila ini sampai dia pake kerudung dan ngomong dengan lembut.”
“Monster apaan sih.”
“Beruntungnya lo, harusnya gua punya pacar seorang ustad juga>”
“Mana ada ustad pacaran. hahah”
Mereka pun tertawa layaknya seorang bestie yang sedang mengobrol di sebuah Cafe. Beban mereka berkurang saat mereka bisa tertawa seperti itu. Lalu Asih tiba-tiba terdiam lalu dia berkata.
“Zoe, gimana kalo lo tinggal bersama gue?” dengan tiba-tiba Asih bertanya dengan serius kepada Zoe.
Zoe meneteskan air mata setelah mendengar ajakan Asih untuk tinggal di rumahnya, dia tidak menyangka bahwa ada orang baik yang masih membantunya. Dia Pun memeluk Asih dari kasur rumah sakit dimana anaknya masih ada di pangkuannya. Dia menangis sementara Asih ikut meneteskan Air mata sambil mengusap kepala Zoe.
***

Gak Sengaja Poligami!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang