Keluarga Furqon memutuskan untuk pulang setelah tiga hari menginap di Villa karena mereka sedang berbulan madu. Mereka memutuskan pulang setelah melihat mual muntah Asih yang tak kunjung membaik. Sesampainya di rumah,Asih menolak untuk dibawa ke dokter karena dia merasa itu hanya masuk angin biasa, dan benar saja Asih merasa baikan ketika di rumah dan makan makanan yang banyak.
Keesokan harinya, Furqon pun berpamitan untuk pergi ke kebun untuk melihat kebun yang ia tinggalkan selama tiga hari. Baginya kebun adalah kehidupannya saat ini jadi dia begitu khawatir dengan kebun itu walau ditinggal sebentar. Tapi kekhawatiran Furqon terbantah oleh baiknya pekerjaan yang dilakukan Zak, Pak Solihin dan teman-teman lain yang bekerja di kebun. Semua bibit sudah ditanam dan perairan mengalir rapi membasahi bibit.
“Wuih yang bulan madu udah pulang nih.” Goda Zak
“Hehe, ah biasa aja la bro.” Balas Furqon.
“Lalu, gimana ada perkembangan ama istri mudamu? atau mungkin sama semuanya?”
Zak menyenggolkan sikunya ke perut Furqon, para pekerja yang lain menjadi penasaran menunggu jawaban yang diharapkan dari Furqon. Tetapi suami yang mempunyai tiga istri itu menghela nafas dan mengatakan
“Salau seru tapi aku dan Cindy ga ada perkembangan.”
“Haha mungkin dia butuh waktu bro.” Ucap Zak yang di hatinya kecewa karena tidak mendapat jawaban yang dia inginkan.
***
Cindy menelpon ibunya dan marah mengenai rencana bulan madu mereka yang kacau karena rencana ibunya itu. Cindy mengira kondisi Asih yang sakit selama di Villa dan sampai sekarang itu karena jamu perangsang yang Ibunya itu berikan pada makanan yang ada di lemari pendingin.
“Halo Nak, udah kangen sama ibu kah hari ini? Gimana, pantai indah kan?” Suara Bu Kades yang mengangkat telepon Cindy.
“Aku udah pulang Mom dari kemarin.” Balas Cindy
“Loh ko pulang cepet?”
“Mom ini suka pura-pura! Kita pulang karena Mommy tau?”
“Kok bisa karena Mommy?”
“Mommy masukin jamu perangsang kan pada makanan di kulkas? tuh akibatnya ka Asih muntah-muntah.”
“Makanan itu yang nyiapin ya pihak penginapan, lagian kalo mommy minta masukin obat atau sesuatu sama pihak penginapan, mereka pasti gak akan mau.” Bela ibunya Cindy mengenai jamu perangsang itu.
“Jadi waktu di fitting room, ka Furqon engga dalam keadaan pengen itu dan aku malah kepedean… hiiii.”
Dalam hati Cindy dia mengingat kejadian di fitting room dimana dia mengira Furqon dalam kondisi terpengaruh jamu yang membuat dia terangsang sama seperti malam pertama. Mengingat CIndy yang pasrah akan melakukan hal itu di dalam fitting room, CIndy malu sendiri dan menenggelamkan mukanya ke bantal.
***
Sementara itu, Zahra terus menangis dan apa yang dilakukan Zoe seperti salah baginya hingga dia terus menangis. Lalu Zoe menyadari, tubuh Zahra suhunya meningkat. Entah apa yang terjadi namun dia seolah tidak nyaman dan terus rewel. Zoe menimang anaknya itu dan membuka bajunya agar panasnya turun. Asih yang tak sengaja lewat ke kamarnya menanyakan apa yang terjadi.
“Kenapa Zahra rewel gitu Zoe?” Tanya Asih.
“Ini kin, dia kayaknya demam.” Zoe menjawab dengan sedikit khawatir.
“Apa mungkin dia terkena Flu sepanjang perjalanan?”
“Mungkin, harusnya gue ga bawa dia waktu kita bulan madu.” Sesal Zoe.
“Sini biar aku yang gendong, siapa tahu panasnya reda.”
Asih menggendongnya kesana kemari sedangkan Zoe mengelap keringatnya Zahra yang mengalir terus menerus. Namun panasnya tidak turun juga, bahkan terasa semakin tinggi. Betapa kagetnya Asih ketika Zahra mengangkat tanganya dan tiba-tiba kaku, pupil matanya naik hingga yang terlihat hanya putihnya saja, air liurnya menetes dari mulut seperti tidak bisa ditahan olehnya.
Zoe yang panik berteriak memanggil-manggil nama Zahra, sementara Asih matanya melotot kaget terdiam karena untuk pertama kalinya dia melihat anak bayi yang kejang. Apalagi itu adalah anak sahabatnya dan sudah dia sayangi seperti anaknya sendiri. Pikiranya kosong, namun disertai ketakutan akan nyawa Zahra yang akan melayang didalam pangkuannya. Dia merasa bahwa hal ini terjadi karena dirinya yang sakit bahkan saat berada di villa.
“Zahra! Zahra!” Teriak Zoe yang panik.
CIndy yang sedang menelpon ibunya mendengar keributan itu dan menutup obrolan dengan ibunya. Dia keluar melihat Zoe yang panik dan Asih dalam keadaan berlutut menggendong Zahra. Cindy bergegas berlari ketika melihat Zahra sedang mengalami kejang demam.
“Kak Asih! Kk Asih!” Teriak Cindy pada Asih, namun Asih hanya memelototi dengan pandangan kosong anak sahabatnya itu yang kejang di pangkuannya.
“Kak Zoe! Bawa Zahra dan baringkan miring di lantai, lalu usap-usap punggungnya.”
Cindy meminta Zoe yang masih mendengarnya untuk melakukan apa yang dimintanya. Sementara itu CIndy mengambil air dan kain untuk mengompres Zahra. Lama kelamaan pupil mata Zahra kembali terlihat, tangan dan kakinya yang seolah kaku sudah kembali normal dan dia kembali sadar. Semuanya menarik nafas lega ketika Zahra sudah sadar kembali. Termasuk Asih, hatinya yang hancur melihat anak kejang di hadapannya menghela nafas lega setelah Zahra kembali sadar. Namun rasa lega itu diikuti dengan rasa bersalah dan malu karena dia berpikiran bahwa Zahra akan dipanggil yang mahakuasa dan dia tidak melakukan apapun. Cindy saja wanita termuda di antara mereka, tahu persis apa yang harus dilakukan pada bayi yang mengalami kejang demam.
***
Furqon berlari ke rumahnya setelah dia mendengar laporan salah satu tetangganya bahwa dia mendengar ada jeritan wanita yang ada di dalam rumahnya. Dia berlari sekencang-kencangnya meninggalkan pekerjaan yang ia sedang lakukan. Dalam benaknya dia sudah memikirkan hal yang buruk sehingga dia berlari dengan terburu-buru.
Sesampainya di rumah, dia melihat Zoe dan CIndy yang sedang mengipasi Zahra. Zoe memeras kain yang sudah dicelupkan pada air dingin, sedangkan Cindy mengipasinya dengan sebuah kipas tangan. Namun dia tidak menemukan Asih, dan itu membuatnya merasa ganjal.
“Ada apa ini?” tanya Furqon?
“Ini Zahra kejang demam yah, tapi gapapa ko dia sudah sadar.”
“Kejang demam?! kok bisa?” Ucap Furqon yang menghampiri anak sambungnya itu.
“Mungkin perbedaan Suhu di Villa dan di sini yang membuatnya butuh adaptasi dengan cepat sehingga membuat Zahra demam.” Ucap Cindy yang menganalisa penyebab kejang itu.
“Lalu gimana, kita bawa ke dokter?” Tanya Furqon.
“Kita tunggu sebentar lagi, Suhunya menurun berkat obat dari cindy dan kita juga sudah kompres. Jika naik lagi suhunya baru kita bawa.” Ucap Zoe yang berusaha tegar didepan suaminya itu.
“Syukurlah, mudah-mudahan Zahra gak demam lagi ya.” Ucap Furqon sambil mengelus-elus jidat Zahra.
“Mungkin yang perlu kak Furqon Cemaskan itu kak Asih.” Cindy memotong pembicaraan.
“Iya dia ada di kamar. masuklah.” Zoe meminta suaminya untuk melihat kondisi istri pertamanya itu.
Lalu Furqon Pun memasuki kamar dan melihat Asih yang sedang menangis. Dia menghampiri Asih untuk menanyakan apa yang membuatnya menangis seperti itu. Rasa tangis yang terlihat bukan hanya karena sedih, tapi ada perasaan lain dimana dia seperti mengalami sebuah kejadian yang menyakitkan. Sebuah tangisan yang sama saat dia mendengar Ayahnya meninggal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gak Sengaja Poligami!
Roman d'amourKinasih atau yang sering dipanggil Asih, gadis Kampung yang mencari pekerjaan ke kota karena dia bosan tinggal di kampung. Anak kesayangan Abahnya itu berubah dengan pergaulan kota yang bebas. Penyakit Abah kambuh dan makin parah seelah mendapat kek...