Chapter V

300 131 31
                                    

Happy Reading
(⁠。⁠♡⁠‿⁠♡⁠。⁠)

"Dia tidak meminta kamu memberi kepastian. Tapi mengapa tindakan kamu memberikan kepastian?"

"Eh, si Langit mana sih?" Tanya Dimas memecahkan keheningan.

Suasana di basecamp saat itu memperlihatkan mereka bertiga tampak sibuk dengan handphonenya masing-masing. Terdapat Angga sedang mengunyah kacang dua kelinci sambil main game bareng  Dimas dan Julian.

"Iyaaa yah..... jangan-jangan sok sibuk lagi tu anak" tutur Angga dengan keadaan masih serius dalam game.

Dari pintu masuk. Kedatangan Dilan tidak diketahui, karena iya berjalan memasuki ruang itu seperti tak ada tanda-tanda kehidupan.

Melihat semuanya lagi fokus dengan kesibukan masing-masing. Dilan lalu sengaja menjatuhkan dirinya disalah satu sofa dekat Angga.

Brakkkkk.....

"Anjir!, lho gilaa yah!!" sontak Angga terkejut karena Dilan sudah melompat memeluk tubuhnya yang sedang rebahan di sofa.

Namun tidak dengan Dimas mereka kaget dengan suara Angga yang membuat terkejut secara tiba-tiba, bukan karena kedatangan Dilan.

"Bisa nggak? loh tu datang sapa dulu!!! JANTUNG GUE HAMPIR PULANG KE PENCIPTA tau nggak!!" timpal Angga sembari mengatur nafasnya untuk kambali berdetak normal.

"Lah kenapa nggak pulang aja?" tanya Dimas polos masih menahan tawa menyaksikan ekspresi Angga yang masih syok berlebihan padahal nggak seharusnya begitu.

"Loh aja yang pulang duluan" 

"Makanya jangan berlebihan seriusnya" titah Dilan sembari mengambil handphonenya.

Brakkkkk.....

"Setannn! pantat semok gue sakitt"  jerit Dilan kesakitan sambil memegang bagian tubuh yang kesakitan, karena di dorong Angga.

"Makanya jangan naik ke pangkuan gue" timpal Angga. "Emangnya gue emak loh?" Lanjutnya dengan  datar, tidak ada gelombang nada dalam kalimatnya, namun ekspresinya wajahnya menjengkelkan.

"Jangan salahin gue! salahin tu Dilan datang-datang kayak pencuri" gerutunya masih menahan rasa sakit akibat didorong.

Angga bergegas berdiri lalu kembali duduk di sofa dengan hati-hati.

"Lah kan memang kedatangan ku seperti pencuri dimalam hari. Karena itu, berjaga-jagalah" kata Dilan sok puitis sambil tertawa kekeh.

"Eh sembarangan loh.... gereja nggak pernah. Hafal isi alkitab lancar"

"Lah! daripada gereja nggak pernah. Terus hafal isi alkitab otak kosong. Loh bisa masuk neraka jalur VIP itu."

"Jalur VIP berarti ada kulkas nggak yah?" balas Angga seraya sedang berpikir.

"Bertobat woi bertobat loh. Gue geli dengar kalimat loh"

"Btw darimana aja loh?" tanya Julian mengalihkan pembicaraan mereka.

"Biasalah anterin may bebeb" jawabnya sembari mengambil kacang dua kelinci di atas meja.

"Yang mana? Prita or Tiara?" Sambung Dimas. Mengetahui sifat sahabat yang satu ini.

"Prita" Dilan memberikan jawaban singkat. "Tiara bukan siapa-siapa" lanjutnya.

"Bukan siapa-siapa tapi ngasih harapan." tukas Dimas

"Gue nggak pernah ngasih harapan ke dia. Gue sayang sama Prita dan Tiara hanya teman" balas Dilan tidak mau mengalah.

Bagi Dilan dia hanya memperlakukan Tiara apa adanya sebagai teman dan tidak lebih. Namun dari kacamata penilaian sahabatnya. Mereka itu lebih dari teman.

"Tapi kenapa loh nyakitin Prita?" tanya Angga mode serius.

"Gue nggak nyakitin dia, gue juga sama Tiara nggak ada apa-apa,tu cewek yang suka berlebihan menanggapi hal beginian" cetus Dilan seperti memperjelas seakan masih masih membenarkan diri, namun tidak dibenarkan oleh ketiga sahabatnya.

"Tapi loh udah ngasih harapan ke Tiara. Gue jadi kasihan sama Prita. Loh nggak tau aja, dia sering liat loh bareng Tiara terus" ucap Dimas terlihat peduli.

Mengingat dirinya sering melihat Prita selalu menyaksikan momen yang menyakitkan atas sikap Dilan.

"Loh semua pada kenapa sih? Gue nggak pernah beri harapan ke Tiara! gue juga nggak pernah berpaling dari Prita" ucap Dilan sedikit memperjelas dengan nada bicara cukup keras.

Mengingat ia sangat tidak suka jika kehidupan asmaranya  di atur oleh sahabat-sahabatnya.

Terkadang kita perlu menjadi sahabat yang tegas demi orang yang sudah dianggap seperti saudara, karena sebuah kesalahan terkadang membuat sering tidak sadar.

"Dia juga nggak minta loh ngasih harapan, tapi tindakan loh itu menunjukkan, loh itu udah ngasih harapan!" ucap Dimas membuat Dilan terdiam.

Bukan karena sadar,  namun tidak mempedulikan ucapan Dimas.

"Lah....kan dia yang..__"

"Anak perempuan itu ratu dalam keluarga mereka. Jadi jangan pernah loh nyakitin mereka. Karena loh nggak pernah ada hak buat menjatuhkan air mata mereka satu saat"

titah Julian membuat Dilan tidak melanjutkan kalimatnya. Dirinya terdiam seribu bahasa.

Haruskah aku memilih untuk menyakiti yang lain?.
Atau bertahan demi sebuah kebaikan yang tak abadi.

Aurora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang