Chapter XX

138 52 13
                                    

Happy Reading

Jika mimpi yang ku gapai sangat rumit jalannya, ijinkan aku berusaha semaksimal mungkin. Hingga saat kegagalan datang, seenggaknya aku tau bahwa aku sudah berjuang, walau belum waktunya untuk sampai puncak.

_Renasya Aurora_

Drrrrrrrrrttt....

Getaran hp Nasya terdengar saat hendak mengganti pakaian.

“kamu dimana?” tanya seseorang to the point memperdengarkan nada paniknya.

“rumah, baru pulang les, kenapa?”

“tadi Ardhan nganterin lho pulang?”

“hmm” jawabnya dengan nada lemah di seberang panggilan,

“kan gue udah bilang, nanti gue yang antar jemput”

“aku kira kamu sibuk”

“bilang aja mau pulang sama Ardhan” nada cemburu Langit terdengar jelas, membuat Nasya cekikikan diseberang panggilan.

"Lho ketawa?"

“nggak sayang” ucap Nasya manja, sambil senyum-senyum merasa senang membuat Langit salah tingkah.

“sorry, gue punya nama. Bye!”

“Hah! itu doang?”

“kok dia gak baper” batinnya Nasya kesal.

“emang lho berharap apa?” pertanyaan itu membuat Nasya terdiam bingung.

Masuk akal, emang Nasya lagi berharap apa?, apakah Langit kurang peka dalam cara merespon Nasya?. Arrrrgh gila sih.

“gak apa-apa sih”

Nasya berdecak pasrah saat Langit langsung menutup telfon begitu saja, membuat ponselnya melayang ke sembarang arah menuju ke atas kasur.
Sangat simpel namun memberikan rasa nyaman dengan kepedulian yang tak sengaja di tunjukan, lewat setiap kata dan tindakan. Itulah yang selalu Nasya terima dari Langit.

Untuk menjauhi kata terluka, Nasya tak ingin mencintai, jika siap untuk terluka, tentu mencintai adalah sebuah pilihan.
Namun saat ini, aku hanya ingin menolak setiap perasaan yang datang untuk berteduh, lalu akan pergi saat cerah itu datang.

🦋🦋🦋

Gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Rasa capek dan lelah menyelimutinya di hari itu membuatnya tak ada waktu untuk beristirahat cukup.
Dimana waktu belajar yang ia miliki semakin singkat, karena minggu depan adalah hari menuju olimpiade, selain itu persiapan untuk UTS sangat penting baginya sekarang.

“Non?” panggilan dari sebuah suara yang berasal dari balik pintu kamar Nasya

“Iya Bi”

“turun dulu yuk, di panggil sama bapak”

“iyaa, bentar yah Bi” sahutnya dari dalam kamar, dengan nada yang sopan.
Dengan langkah ringan, gadis itu segera turun ke-bawah tepatnya di ruang keluarga, sudah terdapat Pak Herman yang sedang menonton tv bersama istrinya. Dari tangga Nasya hanya senyum-senyum melihat kemesraan orang tuanya, ia merasa bersyukur karena tumbuh dengan baik di tengah-tengah keluarga ini.

“Hmm... saking romantisnya, malah lupa kalau putri cantik kalian di sini” suara gadis itu bergema memenuhi satu ruangan, sambil berjalan perlahan-lahan ke arah pasangan suami istri.

“Aduh sini-sini sayang” panggil Herman sambil bergeser memberikan tempat untuk putrinya di tengah-tengah mereka.

“hehehehe, maaf yah bun, giliran Nasya yang duduk dekat ayah”

Aurora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang