Chapter XXII

132 43 17
                                    

Happy Reading

_Sahabat memang selalu berkorban tanpa meminta_

Matahari membawa cahaya indah menyinari kota Bandung di pagi itu, namun kondisi malam tadi tetap menjadi pertanyaan penting untuk dirinya mencari jawaban.

Tentang apa yang sebenarnya terjadi pada malam tadi, mengapa tak ada kabar lagi walau hari sudah berganti. Kabar tentang keadaan Prita tak kuncung ia dengar. Bahkan sejak pagi nomer Prita tidak bisa di hubungi.

Tapi sudah kadang Prita suka aneh-aneh telfon tengah malam. Gadis itu berjalan menyusuri halaman depan sekolah, sambil mencari-cari keberadaan sosok yang iya tunggu, namun_.

“Dilan!”

Teriakan itu cukup keras membuat beberapa murid yang di sekitarnya ikut menoleh.

"Kalian semua nama Dilan juga?" tanya Nasya sinis dengan tatapan yang tiba-tiba ia dapatkan dari beberapa murid. Gadis itu lanjut berlari kecil ke arah Dilan.

"Dilan, Prita hari ini datang gak? Aku telfon dia tadi tapi gak aktif"

"Kamu kan sahabatnya kenapa nanya aku?"

"Btw semalam kamu telfon apa?” tanya Nasya mengingat semalaman hanya ada pesan masuk namun tak ada informasi jelas di balik pesan itu.

“lho tidur semalam? Setelah apa yang udah lho perbuat sama Prita?"  satu pertanyaan dengan nada kasar terlontarkan membuat kening Nasya mengerut bingung.

"Kasar banget sih!" cetus Nasya tak suka dengan sikap itu. Dilan melanjutkan langkahnya tak memperdulikan Nasya,  namun malah gadis itu berusaha santai dengan keadaan.

"Btw Prita datang hari ini?"

“Hah! lho nanya gue nih?" Dilan balik bertanya sembari menoleh tak suka.
Semakin bingung, dengan sikap cowok satu ini.

Emangnya saya salah apa mengapa wajah anda berekreasi demikian?. Setiap pertanyaan ini seakan-akan mewakili ekspresi Nasya sekarang.

"Lho sahabatnya kenapa bikin diri kayak musuh?"

Tak habis pikir dengan kalimat itu Nasya semakin tak ingin bicara, mengapa dengan mudah bacotan kosong ini keluar?.

Setelah mengatakan itu,dengan kasar Dilan meninggalkan Nasya sendirian di halaman depan sekolah. Melihat sikap Dilan beda dari sebelumnya, sebenarnya Nasya bingung, tapi memilih tak ambil pusing daripada kepikiran.

"Cewek versi cowok nih" batinnya Nasya ingin menghina.

Masih dengan kemarahan cowok itu melangkah tak mempedulikan sekitar. Hingga tak sengaja berpapasan dengan Langit. "Lho sendiri? yang lain mana?" tanya Dilan namun tak mendapat jawaban.

"Gue mau ngomong" ucap Langit lalu beranjak pergi. Dilan mengikuti kemana arah langkah Langit hingga menuju ke belakang sekolah.

"Lho bawa gue kemana sih!" Sentak Dilan membuat langkah Langit terhenti, langsung berbalik. Dilan terus merangkul Dilan dengan kasar terus berjalan cepat ke arah belakang sekolah yang tak ada murid.

"Lho ada masalah apa sama Nasya?"

"Lho belain dia?"

"Gue tanya lho ada masalah apa sama dia!, lho ngapain bentak dia!" Teriak Langit sudah dengan emosi yang tak bisa di kontrol.

"Lho udah mulai bucin yah?"

Nafas cowok itu menggebu tak terkontrol, ia berusaha tenang karena sekarang yang di hadapannya adalah Dilan. Langit menatap benci lalu beranjak pergi menabrak kasar pundak kiri Dilan.

Aurora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang