Chapter XXX

108 40 16
                                    

Happy Reading

Setelah memasuki rumahnya semua terasa hampa, Bi Ina tidak berkerja hari ini. "aneh biasanya Bi Ina gak pernah absen" monolognya dalam diam.

Gadis itu berjalan ke lantai atas menuju kamarnya, sudah tak mempedulikan sarapan malam siang, ingin sekali hadiah kejuaraannya hari ini, namun sepertinya rumah sepi, perasaan hampa tiba-tiba kemabli datang, sudah sejak malam tadi tetap seperti ini, ia bahkan tak tahu apa yang sedang terjadi, seperti semua tertutup dengan rapi.

Langkah kakinya terhenti saat mendengar sebuah suara yang meninggi, dari ruang kerja ayahnya, namun aneh, kenapa harus ayah? Ayah bahkan tak pernah membentak. Semakin lama terdengar jelas seakan terjadi perdebatan di ruang kerja ayahnya. Nasya melangkahkan kakinya perlahan-lahan mendekati pintu ruang kerja.

"Kenapa baru sekarang?" ucap seseorang dengan lirihnya membuat gadis yang berada di luar pintu terdiam mematung, suara itu membuatnya seketika tak bisa berkata apa-apa ketia suara ibunya terdengar seperti sedang menangis.

"Kenapa baru sekarang kamu ambil tindakan ini!, bagaimana dengan putri kita, hah!" bentak Nia menggeleng tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya.

"Saya gak sudi menganggapnya sebagai anak!!. Harusnya dari dulu perceraian ini sudah terjadi" tegas Herman membuat wanita itu menggeleng tak terima. Mendengar betapa kejamnya Herman ingin kembali ke masa lalu yang seharusnya ia lupakan.

"Mereka itu cuma benalu!"

Prangg!

Bunyi vas bunga di lempar pecah kedinding, membuat gadis itu tersendak kaget memegang kedua kupingnya, nafasnya berpacu kencang mendengar perdebatan itu.

"Kalau mereka benalu lalu kamu apa? HAH!" teriak Herman membentak dengan suara meninggi. "Kamu lebih dari benalu, harusnya kamu bersyukur saya sudah mengahabiskan banyak uang hanya untuk kesenagan kalian! Termasuk putri kamu"

"Tolong jangan lakukan itu, aku mohon, demi Nasya" wanita itu berlutut di kaki suaminya memohon. Berlinang air mata yang sudah tak bisa dibendung, mengingat bagaimana selama ini keduanya hanya memberikan memberikan cinta dan tak ada sedikitpun luka yang dirasakan putri mereka. Namun sekarang apakah semunya akan berakhir?.

Kebahagiaan ini akan berhenti di sini?

"Dia bukan putri saya!. dan sejak awal pernikahan ini memang sudah salah!, malah kamu yang memaksakannya, sekarang terima akibatnya" ucap Herman lalu menendang wanita itu menjauh dari kakinya.

"Sudah saya bilang berulang kali, berhenti menemuinya dan memintanya untuk pergi dari hidup saya" ucap Herman meramas kuat dagu istrinya dan menepi kesamping dengan kasar.

"Harusnya mereka itu mati!"

Plaaakk.....

Plaaakk....

"Wanita Sialan!"

"CUKUP AYAH!!"

Bunyi tamparan dan tendangan terus berulang-ulang membuat tubuh wanita itu bergetar, kesakitan.

Gadis itu seketika diam tak bersuara melihat kondisi ibunya yang sudah terduduk lemas tak berdaya.

"Ini ada apa ayah?"

Herman melangkah pergi tak mempedulikan pertanyaan putrinya. Sedangkan yang bertanya kembali diam menangis menatap bundanya yang yang terisak sambil menunduk. Nasya berjongkong memegang pundak wanita itu dengan air mata yang tak bisa di tahan. Entah apa yang terjadi gadis itu tak memikirkannya masalahh sekarang dirinya hanya memikirkan kondisi bundanya.

"Bunda?" panggila Nasya dengan suara serak, tatapanya yang dulu penuh cahaya kini memancarkan luka yang mendalam. Wanita itu mendongak menatap putrinya dalam, terlihat airmata yang menetes sekan menandai derita yang tak terungkap.

Aurora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang