Chapter XIX

153 60 23
                                    

Happy Reading

Satu kekurangan dilengkapi banyak kelebihan, dari mereka yang menganggap ku ada

_Langit Argantara_

Matahari pagi menyinari wajah tampan itu lewat sela sela jendela yang tidak full ditutup gorden kamarnya.
Mengingat semalam ia tertidur dengan keadaan yang masih sama saat dirinya menjatuhkan tubuhnya dengan kasar begitu saja.

Senyuman itu terukir indah saat seorang wanita memasuki kamarnya dengan membuka full gorden kamar, sehingga cahaya matahari menyinari kamarnya yang begitu sembab.

"Pagi sayang"

Huaaaawww..... Arrrghhhh

Dengan merentangkan kedua tangannya, dirinya menguap bebas begitu saja, sambil berusaha menerangkan keduanya matanya yang masih merasakan kantuk.

"Pagi Mom" respon anak itu melihat seorang wanita memasuki ruangannya

"Temani mama belanja yahh, Soalnya ada arisan sebentar" ajak Kezia pada putranya.

"Arrrrgh, btw ayah mana?"

"Belum pulang dari semalam" kalimat itu seketika mengundang ekspresi tak suka dari wajah bocah SMP. "Jangan benci papa kamu yah? Semua ada alasannya"

"Alasan apa sampai segitunya?" cetusnya sambil beranjak turun dari kasurnya.

"Udah jangan marah-marah, mama udah buatin nasi goreng tadi, tu, udah mama bawa langsung ke kamar kamu, cuci muka dulu baru sarapan, kamu jarang sarapan pagi, jadi mama gak suka kalau kamu gak sarapan pagi ini" Kata Kezia mengoceh panjang.

"Thankyou mom" balasnya singkat, berjalan mendekati nasi goreng yang ada di meja belajarnya.

Kezia menatap putranya sambil mengelus rambutnya, "Maafin mama yahh, belum bisa bikin kamu bahagia"

"Aku bahagia selagi liat mama sehat" kalimat itu membuatnya begitu terharu, ia tak menyangka mempunyai putra yang sudah berpikir dewasa walau masih masih SMP.

Bayangan itu tak bisa lepas dari ingatannya sampai detik ini, dimana kepedulian selalu ia dapatkan dari sosok wanita yang pernah bertaruh nyawa untuknya ada di dunia.

Langit menjadi orang yang sangat diam dan tertutup, walau ada kalanya ia harus menepis sikap itu. Rumah yang jarang ia kunjungi akhirnya membuatnya bisa terbangun di tempat itu lagi dengan suasana yang sudah berbeda.

"Sorry Ma, Langit teryata gak sekuat itu, menepis luka ini" lirih Langit merasa goresan luka dari ingatannya masih ada.

Kembali sadar nyatanya gorden kamar masih tertutup rapat, bahkan kamarnya masih terasa lembab tak ada sinar matahari, yang secara full menerangi kamarnya.

Dengan seragam lengkap cowok itu keluar kamar, hendak berangkat di pagi itu. Malam tadi Bram menyuruh beberapa anak buahnya pergi mengambil seragam Langit di apartemen hingga putranya tidak perlu balik ke apartemen.

Walau hubungan Bram dengan putranya tak pernah baik, tapi bagaimanapun menjadi seorang ayah tetap menjadi tanggung jawabnya sampai detik ini.

Aurora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang