Part 25

30 2 0
                                    

BAB XXV

Mamah menangis sedih mengetahui anaknya sudah hamil terlebih dahulu sebelum resmi menikah. Ia tidak membayangkan selama ini gaya berpacaran anaknya sudah melebihi batas yang seharusnya dipatuhi.

"Sabar mah ini cobaan buat kita sebagai orang tua"

"Mamah ngga membayangkan Dara bisa begitu pah"

"Ya sudah mah, yang sudah terjadi ya kita ikhlasin aja"

Gadis itu turun dari lantai atas di mana kamarnya berada. Ia meletakan mangkuk kotor ke dalam tempat pencucian yang tereletak di dapur. Dara bahkan tidak memperhatikan kalau kedua orang tuanya sedang memperhatikan dirinya.

"Dara. Sini nak papah mau bicara"

"Ada apa pah?"

Dara kemudian duduk di sofa yang berada di ruang tamu.

"Gimana kondisi kamu. Sudah enakan atau masih lemas?"

"Mendingan pah", jawabnya singkat

"Papah mau tanya. Kamu jawab jujur ya. Ini punya kamu?", tanya papahnya dengan menyerahkan stick testpack yang sudah ada hasilnya. Dara terkejut. Lalu ia ingat benda itu tertinggal di kamar mandi sewaktu dia muntah-muntah. Dan ia lupa mengambilnya kembali.

"Dara, papah nanya nak", tekan mamahnya

Ia menunduk malu.

"Maafin Dara mah pah", ujarnya sambil meneteskan air matanya.

"Dara udah kelewat batas. Dara ngga bisa jaga kehormatan keluarga. Dara udah bikin malu"

"Nak papah ngga nyalahin kamu. Karena ini bukan hanya kamu yang berbuat. Ini juga kesalahan nak Bintang"

"Untungnya resepsi tinggal beberapa hari lagi. Tapi sebelum resepsi papah mau berbicara sama nak Bintang. Kedua keluarga harus bertemu"

Dara masih menunduk. Jantungnya tidak henti-hentinya berdegub. Kencang sekali seperti dirasa mau lepas meninggalkan badannya. Ia tidak berani menjawab perkataan papahnya. Karena sebenarnya yang salah bukan Bintang. Tapi adiknya. Apa aku harus jujur ke papah dan mamah siapa yang menghamili aku.

"Papah tidak akan menyalahkan nak Bintang. Papah tahu dia orang yang bertanggung jawab. Terbukti dia mau menikahi kamu"

"Dara kamu dengar papah bicara kan", tegas papahnya

"I-iya pah Dara dengar"

"Sekarang kamu telepon Bintang, papah mau bicara"

"Sekarang pah?"

"Iya sekarang"

Dara menunduk kembali. Ia tidak tahu harus berkata apa. Bahkan untuk jujur saja mulutnya seakan mengalami serangan stroke mendadak. Sulit sekali digerakan. Lumpuh dan bisu.

"Dara, ayo cepetan telpon Bintang. Papah tungguin"

"Nak, kamu telepon Bintang sekarang ya", ujar mamahnya seraya mengusap punggung anak gadis kesayangannya.

"Mah pah, Dara minta maaf", tangisnya pecah. Ia meraung-raung dengan kerasnya.

"Loh kamu kenapa Dara. Kan papah hanya menyuruh kamu menelepon Bintang. Papah hanya ingin bicara dengannya. Papah sudah bilang papah tidak menyalahkannya"

"Pah.. yang sabar ya", mamah meminta suaminya untuk mengambil sikap sabar menghadapi situasi yang terjadi di luar kehendak mereka.

"Toh Dara sabtu besok akan menikah, jadi kalaupun resepsi tidak ada yang tahu"

"Mah.. mamah pikir semudah itu. Tetangga akan menghitung tanggal lahiran anak kita dengan tanggal pernikahannya. Makanya papah mau bicara sama Bintang. Dia mau kasih solusi apa untuk masalah ini"

IN LOVE WITH DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang