10/10

314 65 25
                                    


Satu bulan kemudian.

Joanna dan keluarga kecilnya sudah tinggal di rumah sandi dan Jessica. Namun mereka jelas merasa tidak nyaman. Apalagi Jordan yang memang masih asing pada mereka.

"Besok jadi bilang kalau kita akan kembali ke rumah, kan?"

Tanya Jordan yang sudah memejamkan mata. Sembari memeluk Joanna dan Janeta yang ada di tengah. Sebab ini sudah jam sepuluh malam dan waktunya istirahat.

"Iya. Besok aku akan bilang saat sarapan."

Joanna masih terjaga. Dia menatap Jordan dan Janeta bergantian. Ada rasa menggelitik di perutnya. Karena senang memiliki mereka.

"Kalau begitu kita berkemas besok saja. Barang-barang kita tidak banyak juga."

Joanna mengangguk singkat. Lalu memejamkan mata saat Jordan mulai mengusap rambutnya. Agar membuatnya mengantuk sekarang.

6. 20 AM

Besoknya, sarapan berjalan seperti biasa. Namun kali ini bertambah personil baru, Kasih yang memang setiap libur kerja pasti datang. Karena mengaku bosan di apartemen sendirian.

"Ma, Pa, aku mau bicara."

Ucap Joanna setelah semua orang selesai makan. Kecuali anaknya yang sedang disuapi suaminya. Membuat atensi Sandi dan Jessica langsung teralihkan. Yaitu menatap Joanna yang sedang tersenyum masam.

"Apa, Sayang?"

Tanya Jessica sembari menggenggam tangan Joanna di atas meja. Membuat Kasih jelas merasa panas. Karena selama ini dia tidak pernah dipanggil sayang oleh Jessica. Apalagi digenggam tangannya saat akan berbicara. Padahal, dia dan Joanna sama-sama sudah diangkat anak selama sepuluh tahun berjalan.

"Sudah satu bulan kami tinggal di sini. Kami berencana untuk pindah ke rumah lama lagi."

Ucapan Joanna jelas membuat Jessica kecewa. Matanya berkaca-kaca. Karena tidak ingin ditinggalkan. Apalagi dia masih merasa belum puas tinggal satu bulan bersama si anak.

"Kalian tidak betah tinggal di sini, ya? Kenapa? Kamar kalian kurang besar? Atau makanan di sini tidak enak? Nanti akan Mama jebol kamar sebelah, supaya bisa lebih besar. Untuk makanan, kalian tinggal bilang saja mau apa. Nanti akan Mama siapkan semuanya!"

Ucap Jessica sembari menatap Joanna dalam. Berharap anaknya mengurungkan niat untuk pergi dari rumah. Sebab dia benar-benar sudah bahagia saat Joanna tinggal bersama dirinya. Apalagi Janeta begitu menggemaskan dan sudah dekat juga dengannya.

"Tante menghina kami?"

Tanya Jordan pada Jessica. Rahangnya mengeras. Dia jelas tidak suka bagaimana cara Jessica yang berusaha menahan mereka. Karena baginya, itu sama saja merendahkan.

"Bukan---"

"Tante tahu kalau kamar kami di rumah pasti tidak besar, kan? Tante juga tahu kalau makanan yang biasa kami makan tidak seenak makanan yang setiap hari kalian sajikan, kan? Lalu apa tujuan anda berkata demikian kalau tidak untuk merendahkan?"

"Mas---"

Joanna menarik ujung baju Jordan. Dia jelas tidak ingin terjadi pertengkaran di sana.

"Aku tidak pernah bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin kalian tinggal dan hidup bersamaku. Maaf kalau ucapanku membuat kamu merasa seperti itu."

Jessica menahan air mata yang ingin keluar. Membuat Jordan langsung bangkit dari kursi makan. Sembari membawa Janeta keluar.

"Mas? Mas mau ke mana?"

Joanna ikut bangkit juga. Ingin mengejar suaminya. Namun hal itu diurungkan saat melihat Jessica yang sudah meluruhkan air mata. Tanpa ada siapapun yang menenangkan. Karena sepertinya, semua orang di sana menentang dia ikut tinggal di rumah.

"Ma, maafkan ucapan suamiku tadi, ya? Dia hanya salah paham. Aku mengerti maksud Mama tidak ingin merendahkan kita. Sudah, jangan menangis lagi. Mas Jordan mungkin ada masalah lain. Biasanya dia tidak seperti ini."

Joanna memeluk Jessica erat-erat. Dia jelas merasa bersalah sekarang. Karena menganggap jika ibunya menangis karena dirinya. Padahal sebenarnya, karena suaminya.

"Aku ke depan sebentar, ya, Ma. Makanan Janet belum dihabiskan"

Ucap Joanna sembari mengangkat mangkok kecil dari meja makan. Sebab anaknya memang belum selesai makan. Namun sudah terlanjur dibawa Jordan.

Setelah Joanna pergi, Jessica dimarahi oleh suaminya sendiri. Karena telah memaksa Joanna dan suami tinggal di sini. Padahal mereka tidak nyaman tinggal di sini.

"Kamu tahu rasanya hidup satu rumah dengan mertua, kan? Kamu saja dulu tidak betah karena sungkan saat mau apa-apa, lalu sekarang? Kamu memaksa Joanna dan suaminya tinggal bersama kita? Joanna mungkin masih sedikit merasa nyaman, tapi tidak dengan suaminya. Apalagi kita bukan keluarga kandung istrinya. Dia pasti merasa asing juga. Berbeda dengan Joanna yang pernah bertahun-tahun tinggal bersama kita."

Jeffrey diam saja. Enggan berkomentar. Karena dia memang jadi lebih banyak diam pasca Joanna ditemukan. Bahkan, dia tidak berbicara dengan Joanna lagi kecuali saat pertama kali ditemukan.

"Tapi aku tidak seperti Mamamu! Aku akan baik pada anak dan menantu! Aku tidak masalah kalau Jordan tidak kerja sekalipun! Aku akan menampung mereka di rumahku selagi aku hidup!"

"Gila kamu! Lebih baik biarkan mereka pergi! Jangan tahan mereka lagi jika tidak ingin mereka ikut sakit!"

Seru Sandi sembari bangkit dari kursi. Lalu pergi dari ruang makan saat dengan wajah merah padam sekali. Sebab dia paham akan apa yang dirasakan Jordan saat ini. Sebab mereka sama-sama laki-laki dan seorang suami. Mereka jelas memiliki harga diri tinggi dan tidak suka disetir.

Jessica kembali menangis. Namun kali ini Kasih yang menenangkan wanita ini. Dengan cara memeluknya seperti apa yang dilakukan Joanna tadi. Namun justru penolakan yang didapati. Karena Jessica langsung bangkit dari kursi dan berusaha mengejar Joanna berserta suami. Ingin menjelaskan lagi jika dia tidak bermaksud merendahkan mereka tadi.

Namun saat baru satu kali melangkah, tiba-tiba saja Joanna berlari memasuki rumah dengan tubuh dan wajah yang penuh darah. Dia menangis dan berteriak histeris meminta pertolongan. Karena di depan terjadi kecelakaan yang menimpa suami dan anaknya.

Ada yang nungguin interaksi Jeffrey Joanna?

30 comments for next chapter!!!

Tbc...

EVERYTHING TAKES TIME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang