Chapter 18

108 4 150
                                    

Beberapa hari kemudian, event sekolah pun dimulai. Semua siswa dan guru sibuk memastikan delegasi sekolah lain menikmati event. Argus sedang berkaca di depan cermin, merasa cemas karena takut dirinya mengacaukan event tersebut, apalagi dia tidak mau ADHDnya membuat dirinya bingung harus melakukan apa terlebih dulu. Hanzo yang sedang bicara dengan Kagura pun menyadari kecemasan kakaknya dan segera menghampirinya.

"Kak, ada apa?" Tanya Hanzo. Argus menggeleng, masih cemas. Keringat dingin membasahi wajah Argus, melunturkan bedak tipis yang menutupi wajahnya. Hanzo menghela napas panjang, kemudian memegang tangan kakaknya dengan lembut.

"Tenang kak, tarik napas trus hembuskan pelan-pelan. Jangan takut kak, bu Jennie udah ngasih tau soal kak Argus ke delegasi sekolah lain sebelum hari ini jadi mereka pasti memaklumi."

"Tapi kan—"

"Sssst, udah kak Argus. Tenang aja, ini cuma event biasa. Gini aja, kalo kak Argus berhasil ngelakuin tugas kakak, kukasih hadiah. Gimana?" Tawar Hanzo yang sedang mengusap-usap pipi Argus dengan jempolnya. Dia tersenyum tipis, berusaha membuat kakaknya tenang. Keduanya tetap berada dalam posisi itu hingga Kagura merusak suasana.

"Guys, bu Jennie nyuruh kita segera ngumpul. Cepet yok, udah ngaret banget nih waktunya."

***

Di aula, pengunjung yang terdiri dari siswa yang berasal dari sekolah lain sudah berkumpul dan duduk di kursi yang disediakan. Sementara itu di belakang panggung, Argus terus-terusan berusaha berlatih menjadi pemandu acara di depan cermin. Keringat dingin terus membasahi wajahnya, melunturkan makeup tipis yang diberikan Kagura sebelumnya. Anggota osis yang lain tentu saja khawatir karena Argus sangat gugup dan takut mengacaukan acara.

"Gus, jangan tegang. Santai aja, keringatmu ngelunturin makeup lho. Sini kukasih makeup lagi." Kata Kagura yang segera mendudukkan Argus ke kursi di depan cermin. Namun lelaki berambut hijau itu masih saja tegang, malah semakin menjadi-jadi.

"Tapi aku takut tiba-tiba salah ngomong... Apalagi ini kan sekolah lain, ntar kalo aku ngebuat kesalahan—"

Argus langsung dibungkam oleh Odette yang terlihat kesal karena lelaki itu terus-terusan merasa pesimis ke dirinya sendiri. Sementara Kagura menyeka keringat Argus, Odette menatapnya dengan tatapan serius.

"Denger ya Gus, kesalahan tuh wajar. Lagian bu Jennie pasti udah bilang ke para tamu kalo pemandu acaranya punya 'kekurangan', gak bakal ada yang ketawa, Gus. Bisa gak sekali aja optimis gitu? Lama-lama capek lho anggotamu kalo liat ketosnya pesimis kayak gini."

"Udahlah Det, sabar. Argus kan—"

"Tapi kalo dibiarin aja ntar jadi penyakit, Gur. Ayolah Argus, optimis dikit. Gak kasian apa sama anggotamu? Mau gak liat Hanzo terbebani? Kamu tuh bener-bener... Ah, capek sumpah. Aku ngomong gini juga gak bakal paham."

"Ya emang kagak paham, Det. Cara lu ngasih tau Argus kayak gitu, justru malah bikin dia mikir yang aneh-aneh dan berujung makin pesimis dianya. Gue tau jadi anggota osis tuh capek Det, tapi Argus lebih capek lagi sebagai ketos yang otaknya 'beda' dari kita. Tanya bu Jennie, berapa kali beliau kudu ngulangin info buat osis ke Argus cuma biar dia tau harus ngasih info yang gimana? Belum lagi kudu ngejar pelajaran yang tertinggal karena tugasnya sebagai ketos."

"Ya makanya kalo gak kuat jadi ketos mending—"

"Lu juga yang milih Argus jadi ketos, bego. Jangan pura-pura pikun lu."

Kagura dan Odette pun cekcok di depan Argus. Lelaki berambut hijau itu merasa tidak nyaman dan ingin menangis karena tidak kuat dengan perdebatan di dekatnya. Argus berdiri dan segera berlari pergi, membuat Kagura dan Odette berhenti adu bacot dan hanya bisa melihat lelaki itu meninggalkan mereka. Argus terus berlari menyusuri lorong aula bagian belakang, menahan tangis. Dia memasuki kamar mandi, namun melihat Hanzo yang baru saja selesai buang air. Lelaki berambut merah itu melihat kakaknya, dan segera mendekatinya setelah melihat ekspresi Argus.

Perfect WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang