Chapter 19 ❕🚫 (TW: Rap3)

284 5 88
                                    

Di dalam sebuah ruangan lembab yang redup...

"Uhhh, sakit..."

Argus perlahan membuka matanya sembari merintih. Dia menyadari bahwa tangannya diikat dengan tali tambang. Di sekitarnya hanya ada beberapa kotak kayu yang berserakan, selebihnya hanyalah ruang kosong yang lembab dan becek. Argus berusaha melepaskan diri dari tali tambang yang mengikatnya, namun gagal. Justru tali itu menyakiti kulitnya, membuat Argus tidak berani melakukannya lagi.

"Hanzo... Ini dimana? Siapapun, tolong..." Ujar Argus lirih, rasa takutnya membuat suara lelaki itu melemah. Argus kemudian diam dan menunduk, tidak tahu harus berbuat apa. Selang beberapa menit dalam hening, sebuah suara pintu memecah kesunyian ruangan itu dan langsung membuat Argus mengangkat kepalanya. Seorang gadis berambut ungu berjalan ke arahnya dengan senyum tipis yang terasa... Menyeramkan.

"Halo Argus, udah bangun?"

"Kau... Kenapa kau lakuin ini? Aku harusnya ada di aula sekarang, kenapa—"

Kalimat Argus terpotong ketika gadis itu menaruh jari telunjuknya ke bibir Argus, membuat lelaki itu diam. Argus kenal siapa gadis itu. Gadis yang dulu satu sekolah dengannya saat SMP, dan gadis yang...

"Apapun itu, perasaanku gak akan berubah. Apa harus aku teriakin pake megaphone biar denger?"

Argus berusaha terlihat seperti seorang pria yang tidak mudah diintimidasi, namun hal itu justru membuat sang gadis tertawa kecil seperti sedang melihat seekor kucing kecil. Nyatanya di mata gadis itu, Argus terlihat sangat menyedihkan.

"Heh, masih keras kepala juga ya? Kau tau kan kalo sakit hati itu gak enak? Apalagi kalo itu disebabkan oleh cinta tak terbalas." Ujar sang gadis sembari menyentuh dagu Argus dan mengangkat kepalanya, menatap mata hijau lelaki itu yang terlihat ketakutan di balik ekspresi garangnya, yang justru terlihat menyedihkan. Argus menggertakkan giginya, merasa jijik dan kesal dengan sentuhan gadis itu.

"Lepasin, Yve..."

"Utututu, kenapa harus defensif kayak gitu sih, sayang? Padahal dulu gak gini lho." Balas Yve sembari menyeringai licik. Jemarinya menyentuh rahang Argus, kemudian ke bibirnya sebelum mengelus-elus pipi lelaki itu dengan ekspresi mesum.

"Aku bilang lepasin! Denger gak sih?!" Seru Argus yang muak dengan elusan mesum Yve. Lelaki itu berontak, namun langsung berhenti ketika Argus merasakan tali tambang yang mengikat tangannya makin membuat kulitnya lecet. Yve tersenyum miring, tangannya kembali menyentuh wajah Argus.

"Ayolah, sebenernya kamu suka kan kusentuh kayak gini? Udah berapa tahun ya sejak—"

"Gak, dan gak akan! Lepasin aku!"

Argus terus berteriak, hingga gadis itu memutar bola matanya malas. Dengan cepat tangan gadis itu mencengkeram leher Argus. Dia mulai mencekik lelaki itu, membuat Argus batuk dan mengeluarkan liur dari mulutnya.

"Masih mau melawan, hmm? Argus sayang, kalo kucekik gini apa masih mau teriak kayak barusan?" Tanya Yve dengan nada mengejek. Gadis itu mengencangkan tangannya pada leher Argus, dia bisa mendengar suara Argus yang berusaha bernafas dengan benar. Tangan Yve yang masih bebas perlahan melepas kancing seragam Argus dan mengekspos tubuh Argus. Gadis itu seketika terkekeh lirih saat melihat bagian dada dan perut Argus yang terlihat sempurna.

"Hehehe, ternyata badanmu gak berubah ya Gus. Pasti sengaja untukku ya? Gak perlu dijawab, soalnya aku tau ini demi aku." Kata Yve sebelum melirik ke Argus yang dicekiknya. Wajah lelaki itu mulai pucat, dan Argus sudah melemah. Air liurnya membasahi dagu lelaki itu, tatapan mata Argus juga memperlihatkan kalo dirinya sudah tidak kuat lagi.

"Gimana? Udah capek? Makanya jadilah anak baik biar gak kucekik~"

Yve melepaskan cekikannya dari leher Argus. Lelaki berambut hijau itu pun langsung tertunduk lemas, air liurnya menetes ke lantai. Argus sudah tidak punya tenaga untuk sekadar meminta Yve untuk berhenti, cekikan gadis itu membuatnya hampir saja mati kehabisan nafas. Yve menyentuh dada Argus, merasakan kelembutan kulit lelaki yang disukainya itu... Gadis itu mulai menunjukkan gelagat yang mengindikasi bahwa Yve sangat terobsesi pada Argus. Jemari Yve sibuk memainkan tubuh Argus yang bahkan sudah tidak mampu untuk sekedar bergerak. Ketika Yve sedang memuaskan nafsunya, seorang pria mengetuk pintu dan masuk ke ruangan itu.

Perfect WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang