Chapter 3 : Stalker?

393 33 0
                                    

Lavinia melongo melihat logo kosmetik di tangannya. "Sir. Aku yakin kau tidak perlu mengganti sebanyak ini."

Lavinia mengira Seamus hanya seorang profesor, dan tidak sepantasnya dia merampok dari orang itu.

Seamus berkedip menjawab kalimat Lavinia. Melihat jejak keheranan ini, Lavinia memastikan keanehan yang perlu dipertanyakan. "Apa ini milik seseorang?"

"Tidak." Cemas Seamus seperti meluruskan benang kusut untuk mengklarifikasi kepolosannya. "Bagaimana mungkin aku memberikanmu barang bekas?"

"Lalu ada apa dengan ekspresimu? Barang ini mahal sekali. Bahkan jika kekasih atau saudarimu tidak menggunakannya, jangan coba-coba mengambil satu dari mejanya."

Lavinia hanya mendapatkan sebuah lipstick tanpa kotak yang tersegel, tidakkah dia menyalahpahami Seamus?

"Orang seperti apa aku di matamu?" Seamus sedikit frustasi. Dia merogoh saku jasnya, sebuah tangan keluar dengan kotak hitam yang penyok. "Aku akan membeli satu, membukanya di toko tapi kotak ini jatuh dan terinjak olehku. Jadi aku membeli ini untuk ganti rugi, lalu membeli satu yang baru untukmu."

Lavinia bahkan lebih terkejut. "Kau membeli dua? Tapi, ini..." otaknya baru bekerja saat melihat ilusi sepasang telinga anjing yang jatuh di sisi kepala Seamus.

Oh... tampaknya profesor yang terlihat bermartabat ini sedikit ceroboh.

"Yang akan kuberikan padamu..." Seamus melirik ke tempat sampah di dekat pintu masuk. "Aku menjatuhkannya saat akan membuang kotak rokok kosong."

"..." Lavinia merasa tidak enak.

"Kau tidak sengaja menukarnya."

Seamus tidak mengakui atau menyangkal. Bagaimana pria dewasa, yang bahkan seorang profesor, dapat dengan mudah terkecoh oleh bentuk kubus yang mirip di kantongnya.

"Dengar, aku tidak bermaksud menghinamu sebelumnya... itu hanya pengalaman. Maafkan aku." Lavinia tidak berbohong.

Seorang pria ingin menggoda Lavinia dengan barang curian dari meja teman kencannya. Keesokan harinya, wanita itu datang dengan paperbag yang dia abadikan karena label harga yang fantastis. Menyebut Lavinia dan pria itu tidak memiliki darah atau air mata hingga mencuri harta kesayangannya.

Dengan itu Lavinia menyimpulkan. Mencuri kosmetik mahal jauh lebih berbahaya daripada mendapati fakta bahwa priamu berselingkuh.

Seamus menatap Lavinia sebentar lalu tertawa. "Tidak masalah, itu memang aneh. Aku juga sedikit kerepotan dengan kecerobohanku."

Lavinia tersenyum lemah melihat keceriaan Seamus. Bagaimana seorang pria bisa begitu manis. Lavinia yakin jika kotak itu rusak di dekat toko, Seamus akan memutar balik tujuannya dan kembali mengambil yang baru.

"Dan soal kata-katamu tadi..." Seamus masih berwajah halus. "Aku tidak punya kekasih."

Lavinia tertegun. Dia tidak bisa langsung menjawab. Secara lambat mengelola pikirannya, memang jawaban seperti apa yang harus dia katakan?

"Ah, begitu." Terlalu cuek. Entah mengapa Lavinia tidak ingin mengatakannya.

"Aku mengerti." Apa yang perlu dipahami?

"Aku hanya mengatakannya secara acak." Ini agak kasar.

"Baiklah, maafkan aku." Tidak. Tampilan Seamus begitu baik, bukankah setiap orang yang berlalu akan mengira dia sosok yang romantis, menyimpan beberapa kisah merah muda dalam kesehariannya.

Seamus ini, Lavinia bahkan tidak bertanya. Pengakuan yang dia berikan terlalu ambigu.

Pada akhirnya, mereka berdua memasuki suasana canggung dengan arus merah tipis di wajah.

Seamus: 99 (The Imperfect Points)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang