⚠️⚠️
Terdapat adegan dewasa! Cerita ini tidak pantas dikonsumsi usia di bawah umur!
"Minji, kau percaya ramalan?" Sujin menyikut Minji yang sibuk mengelap botol-botol wine yang diangkut dari rak paling atas dari gudang penyimpanan. Sejenak pandangannya terarah pada rok gadis itu yang ketat—rupanya Minji masih belum melupakan tekadnya mencari sugar daddy dengan modal rok ketat itu.
"Tidak, hanya orang kolot yang mempercayainya." Minji menanggapi.
Butuh waktu dua detik untuk Minji membuat tawa Sujin mengudara. Sambil memperbaiki name tag di dadanya, Sujin mendesah tenang. "Siapa kira-kira orang kolot itu?"
"Ibumu contohnya." Minji menceletuk dan Sujin memeloti sahabatnya itu dengan jenaka.
"Aku tidak salah, Sujin. Jika peramal bilang kau akan dapat suami kaya pasti ibumu akan percaya! Astaga konyol sekali." Minji bergidik ngeri.
"Setidaknya itu lebih baik dibanding ramalan yang aku dapat dari kartu tarot minggu lalu." Sujin mendesah tidak semangat pada pekerjaanya.
"Wah, kau main tarot? Di mana? Lalu apa katanya?" Setelah menahan tawa Minji kemudian mencecarnya dengan sejumlah pertanyaan.
"Intinya aku mendapat kartu sial."
"Omong kosong, kau buang-buang tenaga dengan hanya memikirkan ramalan itu. Lebih baik cepat selesaikan pekerjaanmu." Minji mengibas-ngibaskan tanganya di depan wajah.
"Kau benar." Meskipun kalimat Minji ada benarnya, hal itu tidak sepenuhnya membuat Sujin merasa lebih baik. Perlahan tatapan matanya kosong, perasaanya gelisah dan hatinya mengganjal.
"Omong-omong ibumu apa kabar?" Minji membuka topik saat dilihatnya gadis itu mulai melamun.
"Sangat baik setelah beli tas Hermes," jawab Sujin yang mengakhiri lamunannya. "Padahal aku sudah niat ganti ponsel baru bulan ini."
"Haduh, haduh Sujin... berapakali harus kubilang? Tubuhmu itu bagus, ketatkan pakaianmu dan dapatkan tip dari pelanggan. Seperti aku ini contohnya." Minji mengulangi saran yang selama ini sering diabaikan oleh Sujin sambil membusungkan dada. "Aku bahkan sudah ganti ponsel 2 kali bulan ini berkat uang tip."
"Tidak mau, itu menggelikan." Tanpa mau repot-repot mempertimbangkan, Sujin jelas menolak mentah-mentah.
"Itulah sebabnya kau masih perawan, kau penakut." Minji adalah definisi sejawat menyesatkan.
"Aku cuma ingin kerja sungguh-sungguh."
"Kerja sungguh-sungguh, tapi yang menikmati hasilnya ibumu. Dia penguras gaji yang hebat, kalau akusih sudah pasti lebih baik tidak punya ibu daripada harus punya ibu yang tidak pengertian seperti itu." Minji mencak-mencak karena sudah lelah setiap kali dengar curhatan Sujin mengenai perangai sang ibu selama ini.
"Mana bisa aku seperti itu." Sujin menanggapinya dengan sebuah senyuman tulus. Minji menggelengkan kepalanya, senyum yang barusan Sujin lanting itu nampak seperti lambang kesabaran gadis itu sendiri.
"Sudah-sudah, susun ini di rak paling atas." Minji menyerahkan beberapa botol wine pada Sujin untuk dipajang.
Mereka selesai dengan persiapan untuk malam ini, saat jam malam tiba dentuman musik semakin memenuhi area, pelanggan berdatangan, lantas di situlah kesibukan Sujin dimulai. Hiruk pikuk hiburan malam makin menggila, meski ia telah cukup lama berkerja di klub malam ini Sujin masih saja terkejut setiap kali si cantik Disjoki yang terampil memgendalikan alat DJ itu membuka branya untuk diputar-putarnya ke udara sampai membuat para pengunjung bersorak sorai—itu emang agak gila, tapi hampir setiap hari wanita itu melakukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senoparty
FanficPada pertemuan pertama mereka Sujin langsung mengerti bahwa Kang Taehyung tertarik padanya, hal demikian juga dirasakannya. Tetapi sayangnya Sujin masih terlalu awam untuk tahu siapa pria itu, tanpa sadar keterlibatannya dengan Taehyung membuat Suji...