"Senja memberikan ketenangan, dan awan bisa saja memberi kebimbangan."
—Rachel
***
Saat ini memori Aira berkelana mengingat setiap ucap dari om Ciko. Membeberkan setiap kenangan akan lara dan bahagia sosok Rachel.
"Aira. Waktu itu Rachel pernah bilang ke Om. Kalo dia lebih suka senja dibandingkan awan!" ujar Om Ciko.
Saat itu Aira terkesiap dan bertanya, "Kenapa begitu, Om?" tanyanya heran.
Lantas om Ciko megedikan bahunya dan tersenyum hambar. "Om sendiri gak dikasih tau jawabannya apa? Om juga heran kenapa hidup Rachel itu penuh filosopi buatan dia sendiri!"
Aira sendiri bingung dengan maksud filosopi ilegal buatan Rachel. Rachel itu amat persis seperti Aira. Suka baca buku namun fiksi, suka puisi nan musikalisasi, suka hening karena tenang, suka gelap sebab mampu menggambarkan kondisinya, suka senja? Iya. Tapi....
"Dia bilang... 'Senja itu memberikan ketenangan, dan awan bisa saja memberi kebimbangan." Lantas om Ciko terkekeh kecut.
"Apa Om mengerti maksudnya?" tanya Aira.
Om Ciko mengangguk. "Ini versi Om sendiri. Aslinya gak tau bener apa nggak!" Om Ciko menghela napas panjang lalu menyedot sedikit kopi hitam yang berpadu dengan wanginya gula aren.
"Senja itu datang dan pergi tepat waktu. Sedangkan awan mengapa memberi kebimbangan? Karena ia bisa saja melindungi kita dari panasnya matahari atau justru memberi tangisan semesta." Miris sekali jawaban om Ciko.
Aira masih belum paham akan semua itu. Aira hanya memasang wajah dilema akibat tak mengerti.
"Hidup penuh diksi itu emang ribet. Curhat aja bertele-tele harus ada lil ibarat dulu." Om Ciko terkekeh dan kembali menyeruput kopi hitamnya.
"Jadi gini Aira. Kalo kita diberi kepastian pasti hati yang awalnya dilema dan bimbang akan tenang. Tapi kalo kita gak diberi kepastian sampai habisnya jangka waktu pasti hati kita akan terus bimbang. Seperti awan— dia gak pernah menjanjikan untuk tetap berjalan dan melindungi kita dari terik matahari karena bisa saja secara tiba-tiba dia menurunkan tangisan semesta pada kita." Om Ciko mengembuskan napas seolah-olah itu adalah jawaban paling tepat.
"Ya, walaupun Om gak tau maksud dari filosopi Rachel yang sebenarnya. Makna yang Om bicarakan pun belum tentu nyambung. Yang jelas awan itu ada yang redum ada yang putih bersih."
"Tapi awan juga selalu datang setiap hari, Om?"
Om Ciko tertawa kecil. "Iya. Tapi, kadang kedatangannya membuat kita tidak nyaman juga tidak menjanjikan setiap hari ada."
"Tapi kadang senja juga gak ada."
Lagi-lagi om Ciko tertawa kecil. "Ada, kok. Cuma kadang karena si awan yang gak sopannya mengambil alih kekuasaan si senja."
"Kesimpulannya, mengapa senja memberikan ketenangan, sebab ia tidak pernah melanggar kapan harus datang juga pergi. Sedangkan, awan selalu sekananya mengambil kekuasaan sang bagaskara yang seharusnya terang benderang di siang hari."
"Jangan pernah menuntut kepemilikan orang lain. Biarkan dia bersinar dengan apa yang dia inginkan."
Barulah Aira mengerti apa maksud dan tujuan filosopi Rachel. "Pak, saya mau benerin sepeda apa bisa?" Sepertinya pagi ini Aira kembali membolos.
Masih dengan seragam sekolah dua hari yang lalu bahkan tidak peduli dengan bau asam serta beberapa olesan tanah di bagian baju putihnya.
"Bisa, Neng. Cuma beresnya paling cepat nanti siang." Aira mengangguk saat pak bengkel meliriknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira's
Teen FictionBukan kisah cinta yang berawal bahagia lantas terluka. Tapi kisah lara tentang orang tua yang amat ambisius mengejar harapan hingga menyakiti perasaan. Berbagai siloka menjadi jalan cerita. Berbagai diksi menjadi arti hidup ini. Berbagai lantunan s...