21. Aira

41 1 0
                                    

Penantian ini amatlah panjang
Coba kau rasakan sayang
Letihku di ujung jalan
Dia menghilang membawa semua kenangan

***

Bersama Fatin dalam dinginnya malam sehabis hujan, kak Andi berjalan ke sana kemari hanya sekedar menanyakan sosok Aira. Tidak ada yang melihat sosok Aira, kak Andi tidak tau di mana dia sekarang. Fatin tak bisa menolak permintaan kak Andi lagi, dalam keadaan sakit betapa kak Andi sangat memperlihatkan bagaimana dalam dan tulus rasa sayangnya pada Aira.

Fatin sendiri tak mampu berkata saat melihat bagaimana ketulusan hati kak Andi. "Ndi. Dalam rinai hujan ini lo memperlihatkan bagaimana ketulusan seorang kakak pada adiknya. Andai saat itu kita bisa menolong dia yang sudah tiada, mungkin lo gak akan setrauma ini!" Dalam jarak yang cukup jauh Fatin bergumam lantas tersenyum sesaat, namun kecut. 

Kak Andi datang dengan wajah tertekuk lantas memeluk Fatin. "Gue belum bisa nemuin Aira!" Fatin mengelus punggung rapuh kak Andi.

"Kita harus yakin, kalo Aira baik-baik aja!" Tidak ada lagi yang mampu Fatin lakukan selain menguatkan melalui kata.

Kak Andi lantas menguraikan pelukkan— Fatin membawanya duduk di tepi jalan. Satu minuman mengandung vitamin C Fatin sodorkan pada kak Andi dengan senyuman manisnya.

"Aira itu... terlalu berharga untuk disia-siakan!" Kak Andi lantas melirik Fatin dengan tatapan sendu.

Fatin mengulas senyum kecil. Lalu ia tuntun kepala kak Andi agar bersandar di bahunya. "Karena Aira berharga pasti dia baik-baik aja. Akan ada orang yang bakalan jaga dia sekarang," ujar Fatin.  

Fatin heran saat kak Andi tak memberikan respon. "Kenapa?" Fatin sedikit menunduk dan melihat wajah kak Andi yang nampak tengah berpikir sesuatu.

Seketika kak Andi menegakkan tubuhnya. "Indro!" lantas melirik Fatin.

"Siapa Indro?" tanya Fatin sedikit terkejut. 

Tidak ada yang perlu dijelaskan sekarang. Kak Andi langsung menarik Fatin mengikuti langkah besarnya membuat Fatin terheran-heran dengan sosok 'Indro'.

"Indro siapa?" Sekali lagi Fatin bertanya tanpa diberi jawaban.

Bahkan kak Andi tak mengulur waktu lagi, kecepatan serta kepanikannya mampu menghentikan taksi tanpa sepegetahuan Fatin. "Masuk, Fa!" perintah kak Andi yang membuat Fatin terlonjak.

Taksi yang hanya memperlihatkan temaramnya malam membuat Fatin melihat binar mata serta kepanikan kak Andi secara kentara. "Kenapa di saat lo begitu khawatir pada Aira, keluarga lo malah acuh?!" Fatin tak mampu menahan derainya di pelupuk lagi, sekarang ia biarkan deraian itu mengalir tanpa sepegetahuan kak Andi.

Tanpa Fatin sadari taksi telah sampai pada tempat tujuan. "Fatin ayo kita turun!" Fatin terlonjak lantas menyeka air mata dengan cepat.

"Ah, iya." Fatin turun mengikuti langkah kak Andi yang sangat cepat menuju rumah yang berdiri kokoh di depan mereka berdua.

Dua langkah di belakang kak Andi Fatin dapat melihat bagaimana resahnya kak Andi yang terburu-buru mengetuk pintu. "Assalamualaikum, permisi!" teriak kak Andi. 

Lantas Fatin mensejajarkan berdirinya dengan kak Andi lalu mengelus tangan sang kekasih. "Sekarang udah cukup malam. Jadi santai aja nanti pasti dibuka!" Kak Andi menurunkan tangannya lalu melirik Fatin lantas tersenyum kecil.

Sesuai dugaan Fatin, pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Indro yang masih membawa buku serta pulpen.

Indro pun terlonjak melihat keberadaan kak Andi. "Ka—k Andi ngapain malam-malam ke sini?" Indro melirik Fatin yang tersenyum.

Aira'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang