26. Aira

47 1 0
                                    

Gak ada yang lebih indah dan menyenangkan selain mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain.

Aira—

***


Jalan masih terlihat sepi dengan angin sepoi pagi. Udaranya cukup segar tanpa debu juga bising kendaraan. Terpampang jelas nama SMA Nusa Bakti di depan Aira. Sekarang Aira telah sampai pada tujuan utama— sekolah. Masih pukul enam lewat namun dengan adanya sepeda baru telah membangkitkan semangat baru bagi Aira.

Aira dorong sepedanya menuju parkiran, sudah ada beberapa kendaraan yang modelnya macam-macam lalu setelah terstandar sempurna suara motor vespa berhenti tepat di sampingnya. Aira angkat kepalanya untuk melihat siapa orang tersebut. Setelah helm bogo itu terbuka sempurna sosok Ridwan justru telah tersenyum ramah pada Aira.

"Kebetulan parkir di tempat yang sama!" Aira terlonjak dan buru-buru mengambil ancang-ancang pergi.

"Tunggu! Kenapa pergi sekarang, kan masih pagi?" Ridwan mencekal tangan Aira yang langsung terbalaskan hempasan.

"Aku buru-buru!" Aira berjalan cepat meninggalkan Ridwan.

Alih-alih menyerah, Ridwan justru mengejar Aira. "Semenjak hari senin aku baru lihat kamu lagi sekarang. Kemana aja? Mimi juga nyariin kamu, lho," cerca Ridwan yang membuat langkah Aira terhenti saat mendengar nama Mimi.

"Mimi?" Ridwan mengangguk.

"Katanya makasih udah bopong dia pas pingsan. Terus terang aja aku heran gak lihat kamu sekolah selama dua hari, kemana?" Ridwan terkekeh melihat delikan tajam Aira.

"Bukan urusan Kak Ridwan!" ketus Aira.

Ridwan menghampiri Aira lalu ia tatap heran Aira yang diam. "Lho, kok?"

Aira balik menatap. "Jangan dekat-dekat aku, kak!" Lantas melenggang tanpa pamit.

Walau Aira pergi tak membuat niat Ridwan lenyap begitu saja. "Kamu itu kayak lebah. Disamperin malah nyengat, tapi aku suka makan madunya karena manis ibarat sikap kamu!" teriak Ridwan yang membuat Aira menutup telinga. Harap-harap tidak ada yang tau tentang hal barusan.

Aira sudah sempurna ditelan koridor namun tak membuat senyum Ridwan memudar. "Sifat kamu itu mirip seseorang yang aku sayang dan sayangnya dia sudah pergi pada sang kuasa!" Ridwan menghela napas lantas berbalik menuju kelasnya.

Hari ini Ridwan datang menggunakan motor vespa untuk pertama kalinya. Rasanya Ridwan ingin merasakan hal langka yang selalu mediang Kakaknya lakukan—menikmati sunrise lantas sunset.

Menopang berat tubuhnya pada pembatas loteng sekolah lalu memandang langit yang perlahan memunculkan sunrise impian Ridwan. "Kak May, sekarang aku akan belajar suka sama sunrise dan sunset. Kak May tau, Papa sama Mama sangat merindukan kak May!"

Ridwan menunduk lantas pandangannya menelusur pada setiap penjuru kelas. Ridwan terkesiap nan raut wajahnya berubah drastis kala melihat sosok Aira tak jauh darinya tengah menikmati sunrise begitu kidmat.

Ridwan mundur dan perlahan berjalan menghampiri Aira. Posisi lantai dua ini memang tempat yang paling tepat untuk menikmati sunrise. Tapi baru kali ini Ridwan melihat sosok yang begitu kidmat menikmati sang laksana jingga pagi dengan penuh hasrat.

"Jadi kamu juga suka sunrise?" Tanpa permisi Ridwan mengajukan pertanyaan.

Aira sempat geming walau akhirnya berbalik dan mendengus. "Kenapa selalu ganggu waktu aku, sih, Kak?" Aira berjalan masuk ke kelasnya.

Alih-alih marah Ridwan justru heran dan ikut serta masuk. "Ya aku nanya, emang gak boleh? Lagian kelas kita gak jauh, lho," jawab Ridwan dengan tangan yang bergerak seolah tengah Public Speaking di depan banyak orang.

Aira'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang