02

109 21 0
                                    

MALAM kali ini terasa sangat dingin. Berjalan melewati gemersik pepohonan yang rimbun di tengah kegelapan di bawah cahaya rembulan yang menunjukkan jika waktu sudah memasuki tengah malam. Di dalam benaknya, Vivienne berulah kali mengumpati semua rasa kesalnya kepada Zelio. Setelah Zelio memohon-mohon kepada Vivienne untuk mengambil alih tugasnya, Vivienne dengan sangat terpaksa menerima tugas tersebut. Namun, nyatanya tugas ini terbilang cukup gampang walau melelahkan. Menurut Vivienne, menjadi prajurit kerajaan rasanya lebih mirip sebagai polisi yang diberi tugas oleh atasannya. Dibandingkan dengan prajurit, justru perannya lebih mirip sebagai mata-mata atau pembunuh bayaran.

Ini sudah memasuki tahun ketiga selama Vivienne menjadi prajurit. Selama tiga tahun ini pula Vivienne cukup menderita karena tingkah Zelio serta berbagai macam krisis ekonomi yang ada. Vivienne tahu bahwa fisiknya tidak begitu sempurna dalam bertarung. Namun ia sebenarnya bingung karena mengapa sampai melibatkan otaknya yang terbakar hampir setiap malam hanya untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada. Jika seperti ini, Avaloria belum dikatakan telah maju.

Seandainya kejadian kiamat itu tak terjadi pada satu dekade yang lalu, mungkin Vivienne sedang belajar dirumah bersama ayahnya yang menyiapkannya makan malam. 

Namun, Vivienne melakukan ini demi sang Ayah. Akan benar-benar ia bongkar mengenai misteri kematian itu. 

Jalannya bertatih-tatih karena cukup kelelahan. Namun cahaya lentera dari rumah para penduduk menyadarkannya dari kelelahan. Langkah Vivienne semakin membesar, ingin pulang ke rumah dan segera membersihkan tubuh dan tidur. Berharap di esok hari dirinya diberi tugas yang lebih manusiawi, atau setidaknya para manusia sedang dalam masa tobat dan tidak melakukan kriminalitas, itu merepotkan baginya. Vivienne harus mengejar mereka dan menghukum mereka sesuai hukum yang belaku, dan setelah itu beralih ke misi lainnya.

Jika seperti itu, Vivienne akan kesulitan untuk menentukan waktunya untuk pergi ke Moonhaven untuk mengungkapkan misteri kematian sang Ayah.

Akhirnya Vivienne memasuki perkotaan, tak lagi terjebak didalam hutan dengan penuh kegelapan. Cara ia berjalan sudah seperti orang mabuk atau telah usai lari maraton selama berjam-jam. Vivienne hanya ingin merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur bagaikan surga, melepas rasa penat di pikiran serta berharap malam ini tak ada lagi sebuah mimpi buruk yang melanda pikiran hingga tak jarang dirinya selalu tidak fokus dalam melakukan suatu hal.

Mimpi buruk itu selalu membawakan ilustrasi bagaimana ayahnya bisa mati terbunuh, atau betapa mengerikannya kiamat pada kala itu.

"Aku telah berada didepan rumah. Kasur, aku datang."

The Chronicles About Us

Sudah menjadi rutinitas Vivienne untuk menghadiri kerajaan hampir setiap hari. Bukan hanya sekedar menerima tugas yang hendak ia lakukan. Namun terkadang berbincang kecil dengan Raja Alaric seraya meminum teh hangat serta membahas tugas yang Vivienne peroleh atau Raja Alaric menceritakan mengenai perjuangan ayahnya yang sangat besar demi bangsanya. Hal itu mendorong semangat Vivienne untuk terus maju, walau masih mengeluh sedikit.

Sesampainya dikerajaan, Vivienne melihat Jeandro—salah satu dari Starfield. Melihat kehadiran Vivienne, Jeandro mendekati Vivienne. Jeandro membawa selembar kertas yang terus ia tatap dengan fokus. "Ini gawat, Vivienne." Nafas Jeandro tersengal-sengal, raut wajahnya membuat Vivienne menyadari kepanikan Jeandro. 

"Ada apa?" Vivienne bertanya-tanya. Ia telah membayangkan masalah apa yang tejadi lagi pada orang-orang.

"Terdapat sekelompok pria bejumlah lima orang yang berhasil membuka blokade jalan menuju gudang persenjataan. Hampir lima puluh delapan persen persenjataan milik kerajaan dirampas. Kabarnya mereka sedang menuju Moonhaven, mereka pengkhianat."

𝐓𝐡𝐞 𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞𝐬 𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐔𝐬 (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang