07

318 33 0
                                    

Malam menunjukkan pukul sebelas. Jenandra baru saja sampai apartemennya. Ia memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah pertemuan singkat dengan Narendra tadi siang ia belum bertemu dengannya lagi. Pasti Narendra sedang bersama Surya, pengenalan perusahaan.

Tanpa mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, Jenandra berjalan menuju tas kerjanya. Diambilnya map yang tempo hari Jeffrey serahkan padanya.

Kini ia sedang berdiri di balkon kamar dengan siku menjadi penyangga di pagar apartemen. Tangan kirinya membawa segelas vodka sedangkan tangan kanan membawa selembar kertas. Sebuah cv.

Menengadahkan kepalanya ke atas dengan menghirup udara malam kemudian ia tenggak vodka yang tinggal sedikit. Entahlah pikirannya sedang kacau.

Jeno pov.

Pagi gue kali ini di isi dengan teriakan bubu. Gue pulang ke mansion 2 hari lalu. Masih pukul setengah tujuh pagi. Setelah mandi gue turun ke meja makan, sudah ada Daddy dan Malvin. Bubu sedang menyiapkan makanan. Selalu seperti itu padahal banyak maid disini. Kenapa bubu selalu merepotkan diri sendiri? Tapi kalau bukan masakan bubu akupun juga tak suka.

"Tumben. Kapan lo pulang?" Baru juga duduk Malvin sudah mengajukan pertanyaan. Gue emang jarang pulang ke mansion lebih banyak ke apartemen tau tidur di kantor.

"2 hari lalu." Jawab gue singkat "Bubuuu Jenan udah besar masak minumnya susu." Ini yang selalu gue protes dari bubu. Dia selalu memperlakukan gue kayak anak kecil.

"Udah gak usah protes. Abangmu saja mau kok." Yayaya Malvin kan emang penurut. Tapi gue gak berani bilang gitu depan bubu. Bisa-bisa gue di gebuk panci cantiknya.

"Jen nanti sekretaris baru mu mulai bekerja." Daddy berbicara ditengah sarapan kami.

"Daddy..... Orang yang Daddy pilih jadi sekretaris Jenan selalu gak bener."

Daddy melotot pas waktu denger gue bilang gitu. Untung ada bubu kalau enggak bisa di jewer gue. "Yang ini Daddy jamin bakalan cocok. Orangnya cekatan kok."

"Liat dulu Jen, kali aja cocok." Kali ini Malvin ikut menyahuti, yang kemudian diangguki oleh bubu.

Gue mendesah "Okey. Tapi ini yang terakhir kalau masih belum cocok Jenan mau cari sendiri." Final gue.

Hari yang berat adalah kalimat yang ada di otak gue saat ini. Masih pagi tapi sekretaris Daddy sudah mengirim jadwal yang sangat padat. Baru aja gue sampai kantor sudah disuguhin dokumen numpuk, belum lagi sebentar lagi meeting.

Clien kali ini bikin gue dongkol. Ini dia mau ngadain rapat atau mau ngejual anaknya sih. Meeting kok bawa anaknya, udah kelihatan banget anaknya gak tau apa-apa taunya cuman foya-foya. Mana sok-sok an ngedipin mata, cacingan apa ya?

Setelah meeting yang sangat panjang akhirnya gue bisa istirahat, tapi gak lama pintu ruangan di buka kasar siapa lagi pelakunya kalau bukan bucinnya bubu, oh sama om Jonnathan juga.

Gue lupa kalau hari ini sekretaris baru gue mulai kerja tapi dari tadi itu orang belum ada batang hidungnya. Jangan-jangan orang yang dibawa Daddy aneh-aneh lagi soalnya Daddy bilang orangnya langsung dikontrak 1 tahun. Gila aja, kalo kinerjanya buruk kan jadi gue yang repot.

Daddy sama om Jonnathan nganterin sekretarisnya, spesial banget deh curiga gue ada apa-apanya ni. Pas gue liat mukanya

Deg.

Gue kenal dia, "Naren?"

Kaget bukan main. Orang yang selama ini menghilang tanpa jejak ada di depan gue. Narendra Alfareez. Nama yang sama dengan orang yang gue kenal dulu. Tapi penampilannya sedikit berbeda dia lebih dewasa dan manis? Oh dan apa-apaan ini, dia jadi semakin cantik. Gue netralkan keterkejutan, sepertinya Naren juga terkejut.

Setelah Daddy dan om Jonnathan pergi gue nyamperin Naren yang lagi berdiri kaku dengan kepala nunduk. Kenapa jadi gemes gini sih. Gue gak tau apa yang ada di otak gue sehingga tiba-tiba gue peluk Naren dari belakang. Masih sama nyamannya itu yang ada di otak gue.

Tanpa sadar gue ngelakuin hal diluar batas tapi belum sampai jauh pintu sudah diketuk brutal. Siapa sih ganggu aja. Waah pelakunya si bucin Malvin sama Harsa.

Apa gue salah denger? Mereka manggil Naren dengan sebutan Nana? Seberapa dekat mereka sebelumnya. Ada banyak pertanyaan di otak gue tapi Naren sudah dibawa pergi Malvin dan Harsa.

Entah apa yang ngebawa gue sampai ke kantin perusahaan. Gue duduk di meja Malvin berada tepat di samping Naren. Tangan gue secara reflek ngambil minuman milik Naren. Yang gue inget Naren tidak suka susu. Naren buru-buru pergi bahkan tanpa ngabisin makanannya. Setelahnya gue gak ketemu dia lagi, mungkin lagi sama pak Surya.

Larut malam gue baru sampai apartemen. Sehabis mandi gue pergi ke balkon kamar, mungkin sedikit alkohol tidak buruk. Gue ambil map yang diberikan Daddy beberapa hari lalu berisi CV Naren. Gue nyesel kenapa gak dari kemarin gue baca CV nya.

"Narendra Alfarezz"
Nama dan orang yang sama.

"24 tahun"

"Lulusan terbaik University of Oxford jurusan Administrasi bisnis"
Ha? Kenapa Naren pindah jurusan. Bukankah ia sangat mecintai fotografi? Bukankah itu artinya dia harus ngulang lagi dari awal.

"Sekretaris Seo Corp London"
Seo Corp? Bukankah itu perusahaan om Jonnathan. Jadi Naren mantan sekretaris om Jonnathan.

"Single parent"

Semua biodatanya sangat asing buat gue. Apa dia Naren yang sama? Lalu kalimat terakhir yang gue baca bikin gue terkejut. Naren seorang single parent? Disini tidak di katakan bahwa ia pernah menikah. Apa ini anaknya dengan perempuan itu?

Gue tenggak vodka untuk sedikit meredakan emosi yang mulai naik. Tidak terasa udah hampir satu botol vodka gue minum. Kepala gue rasanya pening bersamaan dengan berbagai kenangan yang hadir semrawut. Mungkin gue udah mabuk.

Jenandra pov end.




















































Jangan lupa vote dan komen.

Ex Friend With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang