2. HUKUMAN

119 16 0
                                    


_______


"Kenapa lagi kudu gue yang masuk sini. Ketos sialan emang," batin awan mengumpat.

Kini pemuda itu tengah berada didalam kantor tepatnya diruang bimbingan konseling. Bukan hanya sekali dua kali ia masuk kedalam sini, namun bisa dihitung setiap berapa kali dirinya membolos pelajaran.

Tapi kali ini berbeda, Awan tidak bersama dengan para sahabatnya, melainkan seorang diri saja disini. Tentunya hal itu membuatnya cukup malu dengan para guru yang ia lewati saat memasuki ruangan tersebut.

"Kata Rian udah tujuh kali bolos, apa itu benar?"

Awan hanya bisa mengangguk pasrah. Sebenarnya bisa terbilang lebih dari tujuh kali, hanya saja ia tidak ingin memperburuk suasana, terlihat guru dihadapannya ini tengah menatapnya dengan emosi.

"Kenapa kamu lakuin itu?"

Awan hanya terdiam. Ingat, dirinya hanya sendirian disini tidak bersama dengan teman lainnya. Tentu saja hal itu membuat nyalinya untuk sekedar menjawab pertanyaan guru dihadapannya sangat ciut.

"Jawab!"

Pemuda itu sontak mengangkat kepalanya menghadap keseorang guru lelaki yang berada didepannya.

"A-anu pak, buat cerita tua nanti, hehe..."

Pemuda itu tertawa kecil di akhir kalimatnya supaya keadaan saat ini tidak begitu tegang. Jujur saja, ia benar-benar merasa malu sekaligus takut setiap berasa ditempat ini.

"Kamu tu masih remaja, tugasnya ya belajar! Mau jadi apa kamu kalau sekolah aja sering bolos kaya gitu?"

Kembali, Awan menundukkan kepalanya setelah mendengar nada tinggi dari pak Harto dihadapannya ini.

"Besok orang tua kamu kesini, bapak sendiri yang akan berbicara dengan beliau."

Mendengar kalimat tersebut sontak membuat Awan melorotkan matanya. Sungguh jika sudah berurusan dengan orang tuanya pemuda itu sangat takut. Terakhir kali ia mendapatkan surat panggilan karena berkelahi membela temannya yang tentu saja memancing amarah dari sang ayah.

"Pak pak!! Tolong jangan panggilan orang tua. Saya janji gak ngulangin lagi pak, apapun bapak kasih hukuman, saya laksanain kecuali panggilan orang tua. Saya mohon ya, pak?"

Awan menyatukan kedua telapak tangannya sebagai tindakan memohon. Sungguh ia tidak ingin lagi berurusan dengan hal yang menyangkut ayahnya. Bisa terbilang Awan sangat takut dengan pria itu.

"Tidak bisa!"

"Yah pak pak, tolong kasih kesempatan sekali lagi pak! Jangan panggilan orang tua ya pak? Saya mohon,"

Pak Harto menghela napasnya. Ia kemudian mengambil sebuah pena dan juga buku yang entah gunanya untuk apa. Terlihat pria itu tengah menulis sesuatu diatasnya.

"Bapak kasih kamu poin lima puluh. Sekarang sebagai hukuman tambahan, push up tujuh puluh kali tanpa jeda, cepetan!!"

Awan membulatkan matanya sempurna. Tujuh puluh bukanlah angka yang sedikit. Mengingat dirinya yang juga tidak terlalu boleh melakukan aktivitas berat seperti ini membuatnya sedikit khawatir.

Coming Will Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang