5. Skorsing

53 15 0
                                    

______

Lemas, itulah yang dirasakan awan saat ini. Pemuda itu tengah berada di ruang 'bimbingan konseling' atau yang kerap di singkat BK itu untuk meluruskan permasalahan yang terjadi di toilet tadi.

Awan merasa badannya sangat sakit, setelah ia mulai sadar rasa pening kian menghantam kepalanya. Ketika terbangun terlihat jelas tatapan tidak suka dari guru olahraga sekaligus orang tua dari Ujang. Disana terlihat Ujang dan Man yang berpura-pura seolah-olah kesakitan karena pukulan dari Awan.

"Saya dengar tadi dari pengakuan ananda Alesia tengah di lecehkan oleh anak bapak dan juga temannya," ucap pak Adi, guru yang sempat memergoki pergulatan mereka bertiga.

"Saat ini Ales sudah saya suruh pulang, pak. Tadi dia di jemput oleh orang tuanya, kasian jika terus berada di sekolahan ini, tempat yang seharusnya digunakan untuk menimba ilmu malah menjadi seperti ini." Jelasnya lagi.

Tatapan tajam pak Edwin layangkan kepada Ujang dan Man, disana terlihat Man lah yang paling parah akibat pukulan dari Awan, terlihat kini darah kembali merembes dari hidungnya.

Pak Tarman alias guru olahraga juga orang tua dari Ujang, merasa tidak terima jika anaknya dituduh yang tidak-tidak. Menurutnya Ujang adalah anak yang lembut, tidak pernah memperlakukan wanita seperti apa yang telah di ceritakan oleh pak Adi. Pria itu masih menyangkal akan perkataan yang keluar dari mulut guru tersebut.

"Tapi pak, anak saya tidak mungkin seperti itu. Saya paham dengan Ujang, dia tidak akan pernah menyakiti wanita seperti yang telah pak Adi jelaskan. Lihat! Anak saya dan temannya juga sama-sama terluka parah. Bisa jadi kalau dalang dari semua ini adalah anak itu sendiri!" Ucap pak Tarman sambil menunjuk kearah Awan. Terlihat pemuda yang baru saja sadar dari pingsannya itu menggeleng tanda menyangkal ucapan pak Tarman.

"Lagian siswi tadi belum menjelaskan apa-apa kan, pak? Jangan asal menuduh anak saya sembarangan!" Lanjutnya.

Dengan sedikit tenaga yang tersisa, Awan mencoba mengeluarkan suaranya. "pak, saya saksinya disini, anak bapak yang melakukan tindakan tak senonoh-"

"Sudah saya bilang jangan menuduh anak saya sembarangan! Kamu bisa saja berbohong disini, Awan!" Potong pak Tarman dengan nada yang ia tinggikan.

"Ayah, liat ni! Sakit semua, kasian si Man mimisan daritadi gara-gara Awan!" Saut Ujang mencoba sedikit membela diri.

"Sudah-sudah! Keputusan saya sekarang ini untuk kalian bertiga saya skorsing selama empat hari!"

Mendengar ucapan dari guru BK tersebut membuat kedua bola mata Awan membulat sempurna. Apa tadi katanya? Skorsing? Tidak, hal tersebut tidak boleh terjadi.

"Gak bisa pak! Saya disini gak bersalah, kenapa saya di skors?" Bantahnya mencoba membela diri.

"Inget Awan! Untuk masalah ini belum jelas kejelasannya seperti apa, ananda Alesia juga mungkin tengah mengalami trauma berat akibat kejadian tadi, dan ingat! Kamu seringkali bolos pelajaran dengan teman-temanmu! Sekarang bawa surat ini dan mintai tanda tangan orang tua kamu!"

Mulut Awan menganga lebar mendengar ucapan dari pak Edwin tersebut. Apa jadinya jika nanti orang tuanya tau jika dirinya terkena skorsing seperti ini?

"Pak-pak! Saya mohon... Jangan lakuin itu, pak! Saya bisa kena marah orang tua saya-"

"Bapak gak peduli! Dengan kamu membuat cedera anak orang sudah termasuk tindakan kejahatan! Bapak tidak mau jika sekolahan ini nantinya terkenal akibat tindakan kejahatan dari salah satu siswa disini."

Awan menundukkan pandangannya merasa bersalah. "Harusnya gue gak pake acara mukul, anjing."




°°°



Helaan napas terdengar dari mulutnya. Pemuda dengan pakaian seragam sekolahnya itu berjalan memasuki pekarangan rumahnya setelah memarkirkan motor CB kesayangannya. Berjalan dengan pelan sembari memegang sebuah surat yang baru saja ia dapatkan dari guru BK.

"Gapapa-gapapa, jelasin pelan-pelan ke ayah..." Ucapnya meyakinkan diri.

"Assalamualaikum ma, pa," ucapan salam terdengar menggema di ruang tamu. Ketika Awan telah sampai di ruang keluarga, terlihat sang ayah yang tengah mengacak rambutnya, terlihat wajah lelah kini tercetak jelas disana.

Awan menatap surat itu sejenak, kembali helaan napas terdengar dari mulutnya, dengan penuh keyakinan, pemuda itu akan menyerahkan kepada ayahnya.

"Ayah..."

Yang merasa terpanggil kini menoleh menatap sosok yang sedikit terlihat pucat tengah berdiri di ambang pintu. Perlahan Awan mendekat.

"Ayah, tadi Awan masuk BK dan sekarang dapet surat ini disuruh minta tanda tangan katanya yah..." Ucapnya sambil menyodorkan surat tersebut kepada ayahnya.

Yadi- ayah dari Awan, membulatkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang anak. Apa tadi katanya? Surat BK? Apa-apaan ini? Dirinya baru saja pulang dengan keadaan yang melelahkan dan karir yang sedikit kacau, kini malah mendapati kabar bahwa putra sulungnya mendapatkan hal yang sangat-sangat Yadi benci.

"Kok bisa? Kamu ngapain lagi, sih?"

Awan meneguk ludahnya kasar. "tadi Awan nolongin adek kelas yang kena pelecehan yah, awan pukul orang yang udah ngelecehin dia, jadi tadi Awan masuk BK dan berakhir kena skors selama empat hari-"

Brakk!

"Kamu ini apa-apaan sih, Wan? Udah ayah bilang berapa kali kamu gak boleh gelut sama siapapun itu! Emangnya itu cewek siapa kamu? Pacar kamu? IYA?!"

Yadi tidak dapat menahan rasa kesalnya saat ini. Ia menggebrak meja kaca yang berada didepannya hingga sebuah pot bunga berhasil jatuh dari atas sana.

"Ayah capek-capek kerja, saham ayah lagi ngalamin penurunan berat, dan kamu pulang sekolah malah ngasih ayah kabar kaya gini? Mau jadi apa kamu nantinya?! Banyak banget ulah yang kamu perbuat, bangga kamu kaya gitu, ha?!"

"Ayah, kalo-"

"BERANI JAWAB SEKARANG?!" Suara teriakan menggelegar mampu membuat Awan terbungkam diam. Pemuda itu menunduk takut dan kini kertas amplop yang berada di tangannya berhasil jatuh diatas lantai.

"Ada apasih, kang? Kok teriak-teriak?" Suara lembut itu berasal dari seorang wanita yang baru saja memasuki ruangan ini dengan membawa cemilan buah dipiring yang tengah ia bawa.

"Anak kamu ini pulang sekolah bisanya buat ayahnya emosi. Dikira sekolahin dia itu gak pake duit apa?!"

Wanita itu berjalan mendekat kearah putra sulungnya. "apalagi yang kamu perbuat, Wan? Gak mungkin ayah kamu semarah ini kalo kamu gak perbuat yang aneh-aneh,"

Awan hanya menunduk diam, ia takut jika menjawab malah hanya membuat keadaan semakin buruk. Awan takut salah mengucapkan kata.

Melihat putranya yang bungkam membuat bergerak untuk menarik kerah leher milik Awan.

"Dia ya mah, pulang sekolah ngasih kabar kalo kena skors empat hari! Tadi di sekolahan anak kamu ini cuma gelut terus bisa nya. Saya pulang kerja capek-capek malah denger kabar gak enak kaya gini. Siapa yang gak marah coba?!" Yadi menekankan nadanya diakhir kalimat. Bukan hanya itu, pria itu juga semakin menekan kerah leher milik Awan.

"Pokoknya saya gak mau tau, Sampek kamu terus-terusan bertindak bandel, ngulangin kesalahan kamu terus menerus, ayah bakar buku-buku kamu!" Ucap pria itu sambil menunjuk kepala Awan dan menekankan jari telunjuknya sehingga membuat pemuda tersebut mendongak akibat dorongan dari ayahnya.




•••



Coming Will Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang