9. Menjenguk

56 6 0
                                    

________

Siang hari dengan terik matahari yang sangat panas, Awan dibawa ke rumah sakit oleh ayahnya yang tadi sempat datang ke sekolahan karena panggilan dari guru.

Awalnya ayah mengira jika dirinya dipanggil oleh guru karena kenakalan putranya lagi, ternyata kali ini tidak. Pria itu dipanggil karena terjadi sesuatu dengan kesehatan putranya.

Sesampainya di sekolahan, Yadi sempat bertanya mengapa putra sulungnya bisa seperti ini, pria itu sangat takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan anaknya. Semoga saja tidak terjadi hal serius kedepannya.

Yadi tahu jika putranya seringkali kambuh seperti ini. Ia tahu penyakit apa yang diderita oleh anaknya, maka dari itu Yadi harus terus waspada jika terjadi hal-hal buruk seperti ini dengan Awan.

Tentu saja tanpa berlama-lama Yadi segera membawa putranya untuk pergi ke rumah sakit. Ia memintai tolong juga kepada salah satu temannya untuk membawakan tas sekolahnya jika pulang nanti. Soal motor? Ia titipkan kepada Naufal, padahal Yadi tahu sendiri pemuda itu tidak bisa menaiki motor tersebut. Entah nanti bagaimana kedepannya, yang terpenting bagi pria itu adalah kondisi tubuh Awan.

Ketika di rujuk di rumah sakit tentu saja penanganan pertama yang dilakukan dokter disana. Awan dibawa masuk ke ruang UGD untuk di periksa terlebih dahulu masalah apa yang terjadi dengannya.

Dan benar, tebakan Yadi sejak tadi tidak salah sasaran. Putranya kambuh, dan itu bukanlah hal yang bisa disepelekan. Jika di biarkan takutnya nanti akan semakin buruk dan parah.

Awan seringkali kambuh karena penyakitnya ini. Pernah sekali itu penyakitnya menyerang disaat yang tidak tepat dimana sedang ada kegiatan ujian disekolah. Tentu saja hal itu sangat mengganggu Awan.

"Sementara anak bapak harus menjalani rawat inap di rumah sakit ini, takut jika dibawa pulang akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi." Ucap seorang dokter yang tadi memberi pertolongan pertama pada putranya. Tentu saja Yadi meng-iyakan ucapan dokter itu. Mau bagaimana pun kondisi Awan adalah yang paling utama.

Pria itu membuka ponsel miliknya. Ia segera menghubungi sang istri dirumah untuk memberitahu hal ini.

Pria itu mencari kontak dengan nama istrinya disana kemudian langsung menekan tombol telepon agar tersambung dengan perangkat seberang.

Tidak lama kemudian terdengar suara seorang wanita dari seberang. Yadi segera memberitahu keadaan putranya disini.

"Ada apa, yah?" Ucapnya dari sebrang.

"Si Awan kambuh lagi, ma. Hari ini ayah izin kerja dulu mau jagain dia. Mama kalo mau kesini naik taxi aja yah, ma?"

"Kambuh lagi? Kok bisa, yah? Apa gak di minum obatnya sama dia? Apa dia gak pernah ngerasa sakit kalo dirumah?" Diseberang sana, mama melontarkan berbagai pertanyaan, tentu saja dengan nada khawatir nya yang tidak tertinggal.

"Nanti kita tanyain ke anaknya langsung ya, ma. Sekarang mama tenang dulu, disini Awan udah ditanganin sama dokter, udah tidur juga kayanya didalem."

Helaan napas terdengar dari sebrang telpon. "yaudah, yah. Mama matiin dulu ya terus mau kesana sama adek."

Setelah mengucapkan hal itu, mama langsung mematikan teleponnya dan segera bergegas ketempat ini. Jujur saja, kesehatan Awan sangatlah menggugah kekhawatiran mama. Wanita itu tentu saja sangat panik jika anaknya sudah terserang kambuh seperti ini.

Badannya yang kecil sudah bisa menjelaskan jika dahulu Awan memang seringkali sakit-sakitan ketika masih kecil, maka dari itu mama sangat menjaga ketat kesehatan putra sulungnya itu.

__________

"Ya Allah, bang. Kok bisa sih kambuh lagi kaya gitu? Katanya ayah juga tadi banyak darahnya. Kamu gak minum obat apa gimana sih, bang?" Rentetan pertanyaan dari mulut mama membuat Awan terdiam sejenak memikirkan jawaban untuk ucapan mama.

"Anu mah, obatnya ketinggalan dirumah, makanya tadi abis makan di sekolahan kelupaan minum, jadinya kambuh deh... Hehe..." Jawab Awan sedikit berbohong.

Namun tentu saja Ani- ibu dari Awan ini tidak langsung percaya begitu saja dengan ucapan putranya. Ia tahu Awan ceroboh, bisa saja pemuda itu memang sengaja meninggalkan obatnya atau malah sengaja tidak ia minum.

"Kamu ini jangan ceroboh deh, bang! Kalo kaya gini kan siapa yang susah? Abang sendiri juga, kan?" Jawab mama sambil menjewer telinga Awan cukup keras bertujuan agar pemuda itu kapok dan tidak mengulangi perbuatannya.

"Aduh! Ampun, mah! Tadi beneran kelupaan, suwerr!!" Jawab Awan sambil meringis menahan rasa sakit yang diberikan oleh mama. Sebenarnya tidak sesakit itu karena Ani hanya menjewernya seperti memegangi telinganya saja.

Melihat hal itu tentu saja membuat adik Awan yang menyaksikannya tertawa. Bocah berumur tujuh tahun itu sangat puas melihat kakaknya yang di jewer kuat oleh ibunya.

Namun, hal itu tidak bertahan lama ketika melihat pintu ruangan ini dibuka oleh seseorang.

"Assalamualaikum!"

Itu suara Rian, si ketos yang baru akrab beberapa hari ini. Ia tidak sendirian dibelakangnya terlihat ada Naufal dan juga seorang perempuan.

"Waalaikumsalam, sini-sini!" Ucap Awan mengajak mereka untuk duduk disebuah kursi yang tersedia.

"Aduh, wan... Kok bisa sih kamu tumbang di sekolahan? Gak makan ya tadi pagi?" Itu suara Lena, perempuan cantik yang bisa terbilang dekat dengan Awan.

"Gak tau, tiba-tiba ambruk." Jawabnya singkat. Awan memperbaiki posisi tidurnya menjadi duduk. Ia rasa badannya pegal jika lama-lama hanya terus-terusan berbaring saja.

"Nih makan buahnya, dari kita itu!" Ucap Rian sambil memberikan sekresek buah yang ia beli di minimarket. Tentu saja buah tangan untuk menjenguk orang sakit.

"Widihh, ada pisangnya ga?" Tanya Awan antusias.

"Ada lah, kan kamu sukanya pisang dari kecil, Wan." Jawab Naufal yang sudah hafal dengan apapun yang Awan suka. Pemuda itu sudah lama berteman dengan Awan, bahkan dari jenjang SD mereka seringkali bersama kemana-mana.

Mungkin karena tempat tinggalnya yang dekat membuat mereka berdua kini menjadi sahabat hingga menginjak sekolah SMA.

"Mama keluar dulu ya, kalian puas-puas in aja ngobrol didalem. Ayok dek!" Ucap Ani sambil mengajak putra bungsunya ikut pergi dari tempat ini. Tidak etis jika ia ikut serta mengobrol dengan anak-anak muda didalam ruangan ini.

"Oh iya!! Gue ada janji sama temen, aduh udah mau jam lima sore lagi, gue pulang dulu ya gesss!!" Ucap Lena tiba-tiba.

"Ngapain pulang? Lu baru aja dateng njir." Sahut Awan yang terheran-heran. Pasalnya Lena baru saja datang beberapa detik yang lalu dan kini ia harus pergi lagi? Ah entahlah.

"Ada janji ini, gak enak kalo gak dijalanin. Yaudah ya, gue pulang duluan! Dadahhh Awan!!" Ucap Lena sambil melenggang pergi dari ruangan ini dengan melambaikan tangannya pada Awan.

Rian yang melihat hal itu kemudian memajukan bibirnya mencoba untuk mengejek Awan yang berada didalam sini.

"Iya deh sipaling, yang di pamitin cuman awan doang." Cibir Rian.

Awan yang mendengar itu kemudian tertawa kecil. Lalu ia membuka plastik yang dibawa oleh mereka bertiga tadi.

"Enggak loh, cuman temenan kok."



_____________

Coming Will Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang