Sebuah kehidupan yang menjadi impian banyak orang di luar sana, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya itu hanya kehidupan yang terlihat indah di luar tanpa mengetahui hal mengerikan yang ada di dalamnya.
Dua orang yang hampir menyerah untuk mendapatkan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ESME
*
Akhirnya hal yang dilakukan Angela beberapa hari ini tidak berakhir sia-sia, karena akhirnya seluruh warga itu setuju untuk berpindah. Memang, kekuatan media tidak bisa di abaikan begitu saja, pada akhirnya para pemuda yang tadinya menolak untuk berpindah mendapatkan tekanan dari banyak pihak luar, itu merupakan sanksi sosial yang patut mereka terima mengingat bagaimana mereka berusaha mempertahankan tanah yang bukan milik mereka dan berusaha untuk memeras suatu perusahaan demi keuntungan pribadi.
Karena masalah permukiman warga telah usai, ini artinya Angela dapat memulai proyek yang tertunda begitu lama dan ini artinya dia akan lebih sering bertemu Sean untuk membahas kelanjutan kerja sama. Tiba-tiba apa yang terjadi semalam kembali terlintas dalam pikiran Angela dan degupan jantungnya kembali berdetak dengan aneh.
Berhenti.
Tok, tok, tok.
Suara ketukan pintu itu menyelamatkan Angela dari pikirannya sendiri. "Masuk." Ujarnya mempersilahkan siapapun yang ada di balik pintu itu.
"Nona, terdapat hadiah yang dikirim oleh Tuan Geraldo." Seorang wanita—sekretaris Angela masuk dengan membawa buket bunga berukuran sedang dan memberikannya pada Angela.
"Baik." Balas Angela dan segera sekretaris itu keluar dari ruangannya.
Angela menatap buket dalam genggamannya dengan bingung, saat dia melihat secarik note yang berisikan kalimat yang ditulis dengan tulisan tangan yang indah.
'Terima kasih karena mau makan malam bersamaku. Berkatmu aku terhindar dari omelan Kakek.
Victor.'
"Wow, bunga? Dari siapa?" Tanya Esme yang entah sejak kapan sudah memasuki ruang kerja Angela.
"Cucu kedua Geraldo." Jawab Angela dengan acuh tak acuh seraya memberi isyarat pada Esme untuk mengambil bunga itu, karena mejanya sudah hampir penuh dengan beberapa dokumen.
Esme dengan cepat mengambil buket bunga dan mengendusnya sebentar.
"Kau menghadiri makan malam kemarin?" Tanya Esme setelah dia meletakkan buket bunga itu di atas meja lain, meski Angela tidak mengatakan bahwa kemarin dia makan malam bersama seseorang, tapi Esme tahu bahwa hampir setiap hari minggu merupakan jadwal tidak langsung Angela untuk menghadiri makan malam yang telah di atur oleh keluarga wanita itu.
"Kemungkinan besar Kakek akan menikahkanku dengannya." Balas Angela yang kini kembali terfokus pada dokumen di hadapannya. Dia membaca setiap hal yang tertulis di sana dengan teliti sebelum memberikan tanda tangan persetujuannya.
"Ini bagus, sudah saatnya kau melupakan segala hal yang terjadi di masa lalu." Ucap Esme saat dia menatap lekat Angela yang terdiam dan selama beberapa saat wanita itu berhenti menggerakan tangannya.