Happy reading guys ❤️❤️❤️
"Kau tidak punya mulut hah? Atau tidak punya telinga? Memang diam sudah menjadi kebiasaan mu" Teriaknya nyaring. Ia menurunkan gunting itu menuruni pipiku terus mulut lalu berhenti di leher, ia menekan area itu.
"Akan ku jawab, tapi tolong lepaskan ini dulu" ucapku pelan, aku memajukan tanganku. Ia menatap itu sejenak lalu memotong dasi yang mengikat tangan dan kakiku.
Aku mengigit bibir bawahku, apakah aku harus jujur atau bagaimana? Lima menit berlalu James menunggu jawabanku.
"Benar apa yang kau katakan aku di jadikan tahanan kau Bloodis, sebelumnya aku sudah di beri hukuman" ucapku lalu memperlihatkan 1 kuku jariku yang terbalut plester.
"Dan tuan Wilson Menembak lenganku" Ucapku bohong, sebenarnya bukan tuan Wilson yang melakukan, tapi aku tidak punya pilihan lain agar James dan Michael percaya.
Aku membuka lenganku yang terbalut Perban. Kulihat Michael maju lalu menarik tanganku dan membuka plaster luka itu, setelah itu ia menggunting perban yang berada di lenganku. Kulihat ia tengah memastikan ucapanku.
"Kau Bohong, SIALAN" kali ini Michael yang berteriak.
Aku mengigit bibir bawahku. Bagaimana ia tahu aku berbohong.
"Aku tidak berbohong" ucapku, aku menatap matanya penuh yakin.
"Aku tau ini luka Baru, jalang" Ucap Michael. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku, kali ini ia ingin melihat reaksiku.
Tanpa berpikir panjang, entah keberanian dari mana, aku merasa muak dengan mereka berdua.
'akhh' aku mengigit telinga Michael kuat dan membabi buta. Ia terjatuh kebelakang tapi aku tidak melepaskan gigitan ku ditelinganya, walaupun ia menarik rambutku sampai rontok pun aku tidak melepaskannya.
Kurasakan James dan temannya menendang-nendang ku.
"Akkhhh lepaskan jalang sialan" Teriak Michael.
"Lepaskan gigitanmu jalang" James menarik bahuku dari atas, tapi tidak bisa.
"SIALAN, kau akan membuat cacat telinganya" teriak James saat itu juga aku merasakan besi dingin menusuk bahuku dalam.
Aku jatuh tersungkur ke samping Michael yang langsung duduk sambil memegang telinga nya yang bersimbah darah. Aku mengigit bibir bawahku dan meringkuk kesakitan Menahan gunting yang menancap dalam di bahuku.
"Hiks Hiks kenapa kau tega menusukku?" Aku memegang kaki James, kulihat pria itu sedikit panik dan khawatir.
"Ja-jalang sialan" ucapnya sedikit tergagap.
***
Aku memeluk kedua kaki ku erat, entah berapa lama aku menangis menahan rasa pedih di hatiku. Aku merasa sedih dengan hidupku sendiri yang selalu di siksa yang setiap hari di penuhi luka dan tangisan. Aku bertanya sampai kapan hidupku seperti ini?
Teringat dengan perkataan James sebelumya, membuat air mataku terus turun. Aku tidak meminta di lahirkan dengan kondisi mempunyai riwayat penyakit jantung dan seorang yatim piatu. Mereka tidak mengetahui kalau aku selama ini sekuat tenaga untuk bisa melawan rasa takutku setiap ingin berangkat sekolah. Aku takut jika harus menahan rasa sakit dari luka Baru, takut selalu di ancam. Walaupun setiap hari aku mendapati itu tidak membuatku jadi terbiasa justru rasa takut yang terus menumpuk.
Merasa lelah terus menangis, aku mencoba bangkit dan melangkahkan kaki ku kehadapan Wastafel yang di atasnya ada cermin. Aku terisak kembali melihat rambutku yang sangat-sangat berantakan terdapat helai yang masih panjang dan ada juga yang pendek, James memotong rambutku tidak beraturan. Meraka memang iblis runtukku.
James dan teman-temannya meninggalkan ku begitu saja ketika aku terduduk lemas menahan rasa sakit akibat gunting yang menancap di bahuku. Mereka membawa Michael untuk dibawa ke rumah sakit karena telinga bekas gigitan ku ternyata mengeluarkan banyak darah.
Aku mengambil tisu lalu mengelap keningku yang terdapat bekas darah yang telah mengering setelah itu beralih ke hidungku. Aku meraba-raba gunting yang menancap di bahuku lalu menariknya perlahan, dengan sekuat tenaga aku menahan rasa sakit yang luar biasa di area sana. Tubuhku terhuyung ketika gunting itu sudah berhasil keluar dari bahuku.
"Aku tidak bisa menahannya lagi" pandanganku mulai mengabur. Aku menyandarkan badanku ke dinding lalu duduk perlahan, aku menutup mataku, ketika rasa pusing menyerang, luka di keningku terasa nyeri.
Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku. Aku mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan aku melakukannya beberapa kali sampai rasa pusing dan pandanganku mulai berangsur terang.
Aku berusaha bangkit dengan memegang dinding untuk menopang badanku. Aku memutuskan kembali ke kelas untuk mengambil ponsel, tas dan alat tulis ku. Sepanjang perjalan aku terus memegang dinding karena tenaga tidak begitu kuat untuk berjalan normal. Kulihat ternyata hari sudah mulai malam, langit Oren yang sebentar lagi akan menghilang seutuhnya. Para murid yang lain pun sudah pulang hanya aku tersisa disini sendiri.
"Chris pasti sudah menungguku" batinku.
***
Setelah mengambil Perlengkapan sekolahku, Aku ingin menaiki lift untuk turun, aku menekan pintu lift tetapi aku merasakan Aku kembali terhuyung pandanganku kembali sedikit mengabur badanku terasa melayang, ketika aku ingin jatuh sebuah tangan besar memegang pinggang ku.
"Liliana Kau tidak papa? Bahu mu banyak mengeluarkan darah" Tanya seorang pria yang suaranya tidak asing di telingaku.
Aku menggelengkan kepalaku pertanda baik-baik saja lalu menjauhkan tangannya yang masih memegang pinggangku. Pandanganku masih kabur sampai benar-benar menghitam. Aku pingsan kurasakan tangan besar menangkap badanku dari belakang.
___
Aku mengerjap mataku beberapa kali ketika cahaya menyilaukan pengelihatan ku. Aku mengedarkan pandanganku ke ruangan serba putih ini, lalu aku menatap tanganku yang terpasang infus.
"Siapa yang membawaku ke rumah sakit?" Cicitku sendiri
Ku bawa tubuhku untuk duduk, hanya aku yang berada di ruang ini. Aku menatap jam dinding menunjukkan jam 9 pagi. Saat itu juga aku langsung berdiri.
"Tuan Wilson akan marah pada ku" batinku takut, aku tidak pulang tadi malam. Aku pun masih bertanya-tanya siapa yang menolongku di hadapan lift tadi malam dan membawa ku kerumah sakit.
'akhh' aku meringis ketika mencabut paksa infus yang menancap di pergelanganku. Aku melangkahkan kaki ku ke sekeliling ruangan ini untuk mencari tas dan seragam sekolahku.
Seketika aku mematung ketika merasakan suatu kejanggalan di pergelangan kakiku terasa ringan ketika aku berjalan tidak seperti biasanya yang sedikit berat sebelah karena gelang GPS yang terpasang. Aku menundukkan kepalaku dan benar saja Gelang GPS itu tidak ada. Aku pun panik dan berpikir apakah jatuh saat aku tertidur, aku sedikit berlari menuju ranjang tempat aku bangun tadi lalu mencari-carinya tapi tidak ada.
"Habislah aku" aku mengigit bibir bawahku cemas dan takut.
***
Liliana terlihat panik ia sesekali mengigit kuku jari-jarinya. Gadis itu mondar-mandir di hadapan ranjang seraya sambil berpikir.
'brak' Pintu terbuka secara kasar, lalu muncullah Tuan Wilson yang di belakangnya ada Chris.
Liliana mendekati Tuan Wilson lalu membungkuk setengah badannya, akan tetapi pria itu malah memeluk gadis itu erat. Terlihat Liliana menegang dan tidak membalas pelukan Tuan Wilson.
"Kenapa dengan Tuan Wilson" Batin Liliana
KAMU SEDANG MEMBACA
OUTCAST
RomanceHanya kisah Seorang Gadis yang sangat menginginkan sebuah keluarga. Dia rela melakukan apapun agar bisa merasakan hangatnya keluarga. Dia selalu tersenyum ceria kepada semua orang, bisa dikatakan selama dia hidup ia tidak pernah marah, karena dia ga...