Apa kabar ...
Saya punya tabungan cerita dan mau membaginya sama kamu, kamu dan juga kamu.
Tes dulu ya ... kalau ada respon kita kencan lagi.*
**
***
**
*Suatu sore yang teduh dan lembap Joan menunggu seorang kawan lama di kedai kopi yang terletak di kawasan perkantoran yang sibuk. Tidak benar-benar menunggu, karena Aby kawannya itu terlihat sedang menyeberang ketika Joan baru satu menit duduk di meja teras kedai - di tepi trotoar jalan - sesuai permintaan Aby. Menurut Aby ia sedang ingin menikmati kopi dan berbincang-bincang dengannya di udara terbuka sambil melihat lalu lalang orang dan kendaraan. Menurutnya lagi, pada jam bubar kantor seperti itu, orang tak lagi peduli pada apa pun di sekitarnya selain ingin segera sampai ke rumah masing-masing, tidak ada seorang pun yang akan memperhatikannya.
"Aku lelah," kata Aby sebelum menutup teleponnya beberapa jam lalu dan janji bertemu sore itu.
Aby menyeberang serampangan, ia tidak berhati-hati, atau sekadar melambaikan tangan pada kendaraan yang melintas, berjalan seolah tubuhnya yang tinggi semampai adalah lampu merah yang bergerak sesuka hati dan bebas menghentikan apa pun yang menghalanginya. Tidak seperti biasanya, sore itu Aby berpenampilan sangat biasa untuk seorang model top seperti dia: Celana jins lurus dan kemeja hijau muda dengan potongan biasa. Rambutnya diangkat tinggi oleh jepit cakar secara asal-asalan, membuat helai-helai rambutnya jatuh tidak rapi di bagian depan dan tengkuk. Ia mengenakan kaca mata gelap yang besar, membuat pipinya tenggelam ketika tersenyum, bibirnya tanpa polesan warna. Ia tersenyum lebar ke arah Joan di tengah kegiatannya menyeberang.
"Apa aku terlambat?" katanya. "Rasanya tidak." Aby melirik jam tangannya.
Tentu saja tidak, tepat waktu sudah merasuk ke aliran darahnya sejak hari pertama debutnya sebagai model. Joan menyaksikan aby bertumbuh menjadi seorang model yang profresional dan memiliki komitmen tinggi pada profesinya yang kemudian menjadi kebiasaan baik dirinya, di luar profesinya.
"Biasanya kamu mengajak ku bertemu untuk hal penting," kata Joan tanpa basa-basi. Mereka hampir tidak pernah melakukannya,
"Aku tidak tahu, kuharap ini terakhir kali aku memanfaatkanmu untuk hal penting," sahut Aby.
"Jangan tersinggung. Aku senang bisa bermanfaat untukmu."
"Aku tidak lagi percaya siapa pun di luar sana."
"Ya, aku mengerti," jawab Joan berempati.
Joan sungguh-sungguh mengerti. Sebelum ini, Aby pernah mengeluh dunia modelnya makin mengerikan, dan tidak menyenangkannya lagi . Ia tidak bisa melihat mana kawan, mana lawan. Semua orang seperti saling menghancurkan. Persaingan teramat sengit dan bisa sangat membahayakan keselamatannya. Aby pernah tersengat listrik, patah high hill atau nyaris pingsan karena zat pencahar, di atas2 panggung cat walk. Meskipun Aby ingin percaya itu sebuah kecelakaan, tapi instingnya selalu mengatakan semua kesialan itu adalah kesengajaan. Sialnya, instingnya itu banyak benarnya, selalu saja ada bukti perbuatan tersebut dilakukan seseorang, entah model lain yang dikalahkannya pada seleksi suatu proyek pagelaran, atau agen lain yang tawaran kerjanya terpaksa Aby tolak.
"Kamu selalu bilang aku harus selalu fokus pada pekerjaan dan hanya perlu lebih berhati-hati saja dan tidak memikirkan hal-hal tidak penting," katanya. Aby mengangkat cangkir kopinya, namun ia letakkan kembali karena masih terlalu panas.
"Ada yang salah dengan saranku itu," kata Joan dengan tatapan layu.
"Tidak salah, tapi aku mulai lelah harus selalu fokus dan berhati-hati pada ancaman bahaya. Aku lelah."
Joan tidak bisa melihat ekspresi wajahnya sebab Aby tak kunjung melepas kacamatanya, tetapi dari nada suaranya ia terdengar benar-benar lelah dan menyedihkan. Joan pikir kali ini Aby kehilangan gairahnya dan Joan tidak berhasil membuat Aby mengutarakan keresahannya, padahal sebelum-sebelumnya, Aby selalu mudah meluapkan apa pun padanya. Joan teman paling setianya, yang mengantarkan Aby pertama kali mendaftar sebagai gadis sampul, Joan juga yang berjingkrak kesenangan ketika Aby berhasil menang. Joan bahkan menemaninya di studio modeling ketika untuk pertama kalinya ia mendapat beasiswa sekolah modeling, dan Aby selalu bilang Joan satu-satunya teman yang ia percaya.
Joan dibuat bingung dengan tingkah Aby sore itu, ia mengeluh tapi tidak menjelaskan apa pun, air mukanya keruh dan tertekan tapi ia tidak bisa menjernihkannya. Hampir selama dua jam Aby hanya mengeluarkan kalimat-kalimat acak yang tak bisa Joan pahami maksudnya, seperti:
"aku tak tahu lagi harus bagaimana."
"Kali ini aku benar-benar tak sanggup menghadapinya."
"Kacau, semuanya kacau."
"Ini mengerikan."
"Rasa-rasanya aku dalam bahaya."
"Aku lelah, Joan, sangat lelah."
Kalimat-kalimat itu hanya diulang-ulang tanpa Aby sanggup menjelaskannya. Joan sudah berusaha menenangkannya, atau bahkan mendesaknya untuk menceritakan persoalannya, tetapi semakin didesak, Aby semakin meracau. Dengan tatapan penuh kekhawatiran Joan hanya bisa menyentuh tangan Aby dan membiarkannya menangis sepuasnya di pelukan Joan. Setelah puas menangis, Aby berpamitan.
"Kalau kamu tidak mengatakan masalahnya, bagaimana aku bisa membantumu."
"Kali ini kamu tidak bisa membantuku, Joan. Terima kasih sudah bersedia datang. Tolong doakan aku."
Aby langsung pergi tergesa-gesa, ia bahkan tak mendengar teriakan Joan yang mengacungkan Ipad milik Aby yang tertinggal.
Tolong doakan aku. Kalimat itu terus memenuhi kepala Joan sepanjang perjalanan pulang. Selama mengenalnya, ia tak pernah mendengar Aby menyinggung tentang doa. Aby tidak pernah meminta Joan mendoakannya waktu mengikuti kontes-kontes kecantikan, tidak juga saat menanti jawaban apakah ia akan mendapat kontrak sebuah brand ternama atau tidak dan hal-hal semacam itu. Aby adalah simbol kepercayaan diri tinggi, optimistis, dan yakin pada kemampuannya. Lalu apa yang membuat semua itu lenyap? Apa yang menimpanya, hingga seolah-olah hanya doa yang bisa menolongnya.
Joan merasakan tubuhnya merinding mengingat Aby menyebut; dirinya sedang dalam bahaya. Bahaya yang tidak bisa diabaikan seperti ketika ia harus melakukan MRI di rumah sakit akibat tersengat listrik, atau kakinya terkilir dan bengkak ketika high hillnya patah secara misterius. Ini pasti bahaya yang mengancam lebih serius dari hal-hal semacam itu. Aby tidak pernah merasa terancam ketika posisinya tiba-tiba digeser model lain secara curang, ia bisa tersenyum dan mengabaikannya dan merasa yakin, jika ia dicurangi itu artinya ia akan mendapatkan kontrak lebih besar. Keyakinan Aby kali ini runtuh, Joan merasakan kondisi Aby yang rapuh, ketakutan, dan tertekan sore itu.
Joan berusaha mengingat semua keluhan Aby selama ini, ia berharap menemukan bahaya macam apa yang sedang menimpanya. Sayangnya Joan terlalu gugup mengingat semuanya, perasaannya terlalu dipenuhi kekhawatiran dan pikirannya terlanjur kacau balau dengan banyak pertanyaan. Hal ini mengganggu waktu tidurnya, Joan mengalami kesulitan untuk tidur dan selalu gelisah sepanjang malam.
Tepat pukul 1 malam, Joan tak tahan untuk tidak menghubungi Aby. Tetapi teleponnya tidak tersambung, begitu pun pesan yang dikirim Joan semua tertolak. Aby memblokir nomer Joan! Joan kesal dan marah, tetapi kemudian ia ingat Aby mengatakan di pertemuan itu jika kali ini Joan tak akan bisa menolongnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG MODEL
Mystery / ThrillerAby pikir telah mengakhiri karir modelnya dengan sempurna setelah dinikahi Pengusaha sukses, tapi seorang wanita cantik terbunuh setelah Aby mencurigai wanita itu ada hubungan rahasia dengan suaminya.