21. Keputusan

151 26 10
                                    

Aby telah berupaya keras membuat Joan luluh dan mau memaafkan dirinya, namun usahanya seperti mendulang air dengan jari. Joan memang mengatakan sudah memaafkannya, tetapi sikapnya tidak. Dia lebih pendiam, murung dan tidak bergairah ketika mengobrol. Joan memang bukan tipe ceria seperti Aby, dia agak pendiam, tetapi cukup responsif dan hangat sebagai teman.

Aby merasa sedih sikap Joan belum juga pulih seperti sediakala. Aby mencurahkan isi hatinya ini pada suaminya — kecuali tentang aksi mereka memata-matai orang yang diduga selingkuhan Lens. Suaminya mengusulkan untuk mengundang Joan makan malam di tempat istimewa dengan hidangan istimewa.

“Pertemanan yang sedang mempunyai hubungan sulit biasanya cair di atas meja makan,” katanya. “Apa makanan favoritnya?”

“Pizza, bisa dikatakan daftar teratas makanan favoritnya.”

“Aku tahu dimana pizza terenak di kota ini.”

*

Aby dan suaminya disusul Joan yang datang belakangan, tiba di lantai tiga sebuah Mall dengan gaya arsitektur klasik pada pukul 6. Mall  yang terletak di perbatasan Jakarta itu yang memiliki AC paling sejuk dibanding Mall lainnya. Mereka duduk di meja restoran pizza yang hari itu tidak terlalu ramai. Tempat itu sebenarnya terlalu kecil untuk bisa disebut restoran, tetapi orang yang mendesain interiornya cukup pandai menempatkan segala sesuatunya menjadi tampak luas dan memberi kesan nyaman bagi pengunjung, terutama sekat aesthetic-nya — cukup memberi ruang privasi tanpa menghalangi pemandangan toko-toko cantik di seberang lorong.

Sejak mereka masuk, tidak ada percakapan berarti. Aby sudah bosan memancing obrolan menarik dan  hanya mendapat respon dari suaminya, sedangkan sasaran sebenarnya  adalah Joan. Joan memang tidak lagi sedingin sebelumnya, tetapi dia seperti tidak berminat pada apapun. Mungkin dia datang karena menghormati undangan Lens saja dan pura-pura senang ketika Aby menyebut suaminya itu memilihkan restoran pizza untuknya.

Joan sesekali memaksakan diri memberi tatapan tajam kepada Lens, tentu saja Aby tidak melihatnya. Joan sengaja mengirim sinyal pada Lens bahwa dia tahu apa yang terjadi, tetapi Lens memberi reaksi yang mengagumkan. Dia tidak terpancing pada tatapan kejam Joan. Senyumnya tetap menawan, tatapannya lembut dan sikapnya mengayomi dan memperlakukan Joan sama baiknya seperti kepada Aby. Semua sikapnya itu membuat Joan berpikir dan menduga jika Lens tidak tahu menahu tentang pertemuannya dengan Nike. Kemudian Joan mulai meragukan prasangkanya sendiri. Dia pikir Lens mengundangnya demi membujuknya untuk tujuan lain, bukan untuk mendamaikan hubungan  persahabatan dia dan Aby.

"Apakah kamu meminta suamimu untuk memperbaiki maafmu?" tanya Joan dengan nada dibuat senormal mungkin. "Aku sudah biasa saja kok, tidak ada yang perlu dimaafkan. Kamu hanya suka kelewatan bicara kalau sudah emosi."

Aby sempat diam, berpikir dengan hati-hati, sebab salah sedikit Lens pasti akan curiga. "Untuk memastikan saja. Kuharap kita kembali sedia kala."

"Ya, sebenarnya memang tidak ada masalah kan?" Joan melipat lengannya di meja, "kita sama-sama telah salah menganggap ada masalah, padahal tidak."

Aby gugup, dia takut Joan kelepasan bicara. "Ya, ya tidak ada masalah, anggap saja begitu yang penting kita baik-baik saja."

"Baiklah, sepertinya saya harus pergi sebentar membeli sesuatu, tapi kuharap ketika saya kembali kalian sudah selesai." Lens berdiri. "Pastikan ketika pizza datang kalian sudah selesai, bisa?"

Wibawa seorang Lens menghipnotis keduanya. Suara Lens mengandung magis: memerintah dengan manis. Siapa pun yang mendengar akan menurut tanpa bantahan. Sorot matanya membekukan kata-kata di dalam pikiran dan memastikannya tetap  berada di sana. Joan dan Aby merasakan kekaguman yang sama dan menunggu apa lagi yang akan keluar dari mulutnya, namun Lens hanya memberi senyuman tanggung dan sentuhan pada pundak Aby, lalu pergi. Hipnotisnya hilang ketika tubuhnya menghilang dari pandangan.  Ia hanya meninggalkan kesan sebagai seorang lelaki sejati yang memberi ruang dan tidak mau ikut campur masalah yang bukan masalahnya.

SANG MODELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang