9. Pengasingan

161 39 4
                                    

Om Lenz tidak mengusik ketika sepanjang perjalanan Aby diam tanpa sepatah kata pun. Beliau malah sibuk telepon sana-sini dengan urusan yang random: sebentar urusan bisnis, sebentar urusan gorden, menit lain bicara tentang proyek, menit lainnya bicara tentang kebutuhan kulkas, dapur, ruang tamu, sampai memberi instruksi membersihkan rumah. Suara dan mimiknya selalu tenang sesibuk apapun mulutnya bicara. Dia mengurusi banyak hal seolah semua hal itu biasa-biasa saja. Tidak ada nada suara yang meninggi tiba-tiba, atau intonasi yang tegas, apalagi mengumbar kemarahan, khas pria-pria kaya yang amat terbiasa memerintah. 

Setelah om Lenz selesai dengan urusannya, dia menawari Aby minum, dijawab hanya dengan gelengan kepala dan rambutnya yang mengkilat kena pantulan sinar matahari. Pandangan Aby tertuju ke jalanan sejak tadi, dia lebih seperti Manekin, cantik tetapi tidak memiliki ekspresi, datar saja, sama dengan isi pikirannya, kepalanya senantiasa menolak untuk memikirkan apapun. Aby hanya ingin tidur barang satu-dua jam --- dinginnya AC mobil telah membuatnya mengantuk.

"Kita ke mana?" tanya Aby, berusaha mengalihkan rasa kantuknya  

"Ak sudah menyiapkan rumah, belum rapih benar, tetapi kamu bisa beristirahat dengan tenang dan tinggal di sana selama aku memberekan masalahmu."

"Di mana?"

"Nanti kau lihat sendiri setelah keluar tol. Lingkungannya tenang dan asri, sedikit ke luar Jakarta dan yang jelas kamu aman di sana."

"Bagaimana Om menyelesaikan masalahku?"

"Aku sudah menghubungi seorang Pengacara bagus, setelah mengantarmu aku akan bertemu dengannya, mungkin setelah kamu tenang kita bertiga bisa mendiskusikannya."

"Sekarang saja, sekalian capek, setelah itu aku akan tidur sepuasnya."

Om Lens termenung beberapa saat, lalu mengetik pesan di HP-nya, dia melakukannya dalam waktu yang lama --- sampai mobil keluar dari tol. Kemudian dia memberikan instruksi kepada Sopirnya untuk masuk tol dalam kota, tujuan ke kantornya.

"Pak Hasan antar saya ke kantor, kemudian antar Ibu Aby ke Pondok Indah, saya share lokasinya, tunggu sampai Ibu selesai, kemudian antar ke Cibubur ya."

"Ya, Pak," jawab Pak Hasan.

"Terima kasih."

Aby terkesan ucapan terima kasih yang terlontar dari seorang bos besar seperti Om Lens kepada Sopirnya, tak banyak orang tajir seperti dia, beberapa pengusaha muda yang dikenal Aby, tak memiliki atitude seperti itu, mereka cenderung tak menganggap para pegawainya, selain memperlakukannya sebagai bawahannya. Benar kata beberapa orang besar yang dikenalnya, bahwa Bos besar yang sesungguhnya tidak pernah mengecilkan peran siapa pun, karena mereka sadar menjadi besar justru lahir dari peran yang kecil-kecil dan memupuknya.

"Nanti ketemu Pak Simatupang sendiri ya, maksudnya biar kamu leluasa menyampaikan permasalahanmu. Ceritakan saja apa adanya, beri bukti kontrak padanya, setelah itu biar aku dan Pak Simatupang yang urus."

Pak Simatupang adalah pengacara paling bonafid yang pernah Aby tahu, kantornya mentereng, interiornya berkelas sejak disambut resepsionis di fron office. Foto-foto beliau dengan orang-orang terkenal di dunia tertata bagus di dinding, piagam penghargaan di sisi lainnya membuat siapapun akan berdecak kagum Interior kantornya dominan unsur marmer, warna emas dan kayu. Seuruh bagian kantor itu seperti ingin memberi kesan classy, menakutkan dan aroma kemenangan dalam satu paket. Pak Simatupang menerima Aby tanpa senyum dan sambutan berlebihan, bukan seperti kesan pemangsa berbulu domba yang kerap kali Aby temukan pada diri Pengacara -pengacara kondang yang dikenalnya. Pak Simatupang bahkan tidak berbasa-basi --- langsung meminta Aby menceritakan kronologi permasahannya, di sebuah meja panjang dengan kayu yang dilapis pernis mengkilat. Dina seorang wanita berparas tegas, kira-kira 40an sibuk mencatat di Ipad hal-hal penting yang diurai Aby. Asistennya itu duduk tak jauh dari Aby dengan wangi lembut bunga Lily dari tubuhnya. Wanita yang biasa-biasa saja, tidak tergolong cantik atau seksi seperti kebanyakan para asisten Pengacara lain. Hal baiknya, meskipun terkesan pertemuan yang resmi, tetapi mereka lihai membuat Aby merasa nyaman untuk mengurai masalahnya. 

SANG MODELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang