13. Mula Mula

159 35 8
                                    

Aby senang dan merasa lega pada akhirnya kasusnya selesai sesuai harapan. Yang luar biasa adalah Pak Simatupang bekerja amat efektif, tidak bertele-tele, memberi tekananan secukupnya pada lawannya, membatasi ruang siapa pun untuk memainkan drama murahan dan memanfaatkan situasi demi keuntungan lain. Pada intinya masalah selesai tanpa laporan ke pihak Kepolisian. Tim Pak Simatupang tahu lawan yang hanya butuh uang (ganti rugi), lawan yang perlu dinaikkan harga dirinya dan lawan yang  perlu keduanya. Tetapi pada dasarnya kompensasi paling tinggi tetaplah uang. Begitu tingginya kadang melampaui harga diri siapa pun. Selama masih tertertara harga (harga diri, harga kehormatan, dan seterusnya), maka solusinya adalah uang. Terdengar kasar, tetapi begitu lah kondisi lapangan pekerjaan yang selama puluhan tahun digeluti Pak Simatupang dan Tim.

Situasi lain muncul kemudian, terutama menyangkut apa yang dirasakan Aby setelah masalahnya tuntas, Om Lens mengajaknya bicara dan memastikan sekali lagi dengan bertanya apakah Aby bersedia menikah dengannya, pada suatu sore, hari minggu, di akhir November yang mendung. Hujan baru saja berhenti dan segala sesuatu di halaman belakang tampak basah. Mereka duduk di sofa teras seperti biasa dengan dua cangkir minuman panas dan kudapan kentang panggang.

"Aku harus tanya ini lagi, setelah semua masalahmu selesai. Apa kamu sudah memikirkan ulang?"

"Tidak. Aku tidak memikirkan ulang, jika aku mikir lagi pasti galau, jadi ayo, kita lakukan saja."

"Aku hanya memastikan kamu tidak terpaksa melakukannya."

"Ya, memang aku terpaksa, tetapi Om datang dikala aku sedang masabodo pada karirku. Aku sudah jenuh."

"Jadi pernikahan jalan yang tepat?"

"Aku tidak tahu, mari lakukan saja."

"Pernikahan bukan perkara main-main," kata Om Lens.

"Siapa bilang ini perkara main-main, tapi aku tidak punya pilihan lain saat ini, nasib menuntun sampai pada pilihan ini," sahut Aby. "Aku tidak ingin kembali berkarir menjadi model, karir yang lain masih gelap, mungkin pernikahan tidak buruk."

"Baiklah, aku anggap keputusanmu bulat, setelah ini baru kita diskusi hal yang tak kalah penting."

Aby menatap penuh selidik tapi bibirnya berkerut-kerut. "Apakah ada semacam perjanjian pra nikah, seperti sering kudengar dari orang."

"Semacam itu."

Aby mendengus dan menggerutu di dalam hati. Orang-orang hebat dalam berbisnis seperti Om Lens terkadang merasa dirinya terlalu hebat hingga segala sesuatu diperhitungkan dengan cermat. Dirinya tidak bodoh tentang apa itu perjanjian pra nikah, dalam bahasa kasarnya Om Lens ingin dirinya tidak merugi dikemudian hari apabila terjadi hal buruk dalam perkawinan mereka. Aby memahami perjanjian pra nikah sebagai upaya Om Lens menjaga harga dirinya, hartanya dan kekuasaannya, seolah Aby adalah mahluk pemangsa yang ganas. Aby ingin berkata, "lihat tubuhku jauh lebih kecil darimu, pengalamanku tidak seluas kamu, Om, dan kekuasaanku tak seujung kuku mu, apa yang harus ditakutkan dari anak kemarin sore?" tetapi Aby tak dapat mengeluarkan isi hatinya, dia hanya menatap seolah menunggu Om Lens menjelaskan perjanjian pra nikah macam apa yang harus dia maksud.

"Jangan cemberut dulu, perjanjian ini tidak akan berdampak jauh menjadi konsekuensi hukum. Anggaplah sebagai memoradum of understanding," katanya. "Benar-benar sebagai catatan agar saling mengerti, saling memahami dan saling menghargai."

"Apakah Om takut aku menguasai hartamu?" ujar Aby memotong. "Jika itu maksudnya, aku tidak keberatan perjanjian itu berkekuatan hukum, kok."

"Tunggu, jangan marah dulu."

"Aku tidak marah, sangat mengerti malah. Hanya saja apa hebatnya aku yang cuma tahu dunia modeling tiba-tiba bisa menguasai aset. Aku tak punya pengetahuan bisnis secuil pun. Sebaliknya, dengan kepiawaian Om berbisnis tentu bukan hal sulit menjaganya dari orang seperti aku."

SANG MODELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang