14. Hari Bahagia

148 34 20
                                    

Pertanyaan-pertanyaan di kepala Joan menghilang begitu kakinya memasuki pesawat. Dia merasa seperti gadis kecil belasan tahun lalu. Di sebuah perkampungan kecil jauh di perbatasan Jakarta, dia pernah bercita-cita menjadi seorang pramugari. Ia selalu bersemangat dan hapal jam-jam pesawat melintas di atas loteng kamarnya. Matanya yang bulat dan bening menatap pesawat yang melintas itu sampai menghilang tertutup awan atau hilang di balik menara masjid.

Hari ini, Joan dapat mewujudkan mimpinya tanpa disangka-sangka, seperti kejutan. Tak hanya itu dia bahkan akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Joan tak percaya bisa berlibur sesempurna para selebritis, hanya kalangan jet set yang bisa berlibur dengan fasilitas papan atas seperti ini. Aby sungguh beruntung, bisiknya dalam hati. Dia memang berhak mendapat kemewahan ini setelah perjuangan karirnya berdarah-darah. Siapa gerangan calon suaminya itu, pasti bukanlah orang sembarangan. Dia harus orang yang sangat kaya atau berkuasa untuk memiliki fasilitas seperti ini. Joan penasaran bukan main.

Pesawat itu tidak terlalu besar, tetapi interior di dalamnya mewah dan nyaman. Joan merasa seperti seorang udik, yang memperhatikan interior bernuansa krem, coklat dan sapuan emas dibeberapa sisinya dengan perasaan bangga. Ada sofa, kursi, dan ruang makan yang mungil. Joan juga melihat televisi, kulkas, dan pantry yang lengkap. Joan merasa seperti berada di hotel bintang lima. Aby mengerti apa yang dirasakan sahabatnya dengan tetap duduk manis disampingnya tanpa mengajaknya mengobrol. Tak lama seseorang masuk dan Pramugara di belakangnya angsung sigap menutup pintu pesawat.

"Senang melihat kalian, apakah ini temanmu itu, sayang?" sapa Om Lens dengan wajah berseri-seri.

Aby berdiri menyambut dan memeluk Om Lens, "Joan, kenalin ini calon suamiku," ujarnya.

Joan beringsut dan menyodorkan tangannya dengan gugup, " Saya Joan, merasa terhormat mendapat undangan ini," ujarnya dengan sedikit membungkuk sebagai rasa hormat. Aura Om Lens membuat Joan tersihir, Om Lens tampak hebat dan tampan di matanya.

"Jangan sungkan. Belum sarapan, kan?" balas Om Lens hangat. "Setelah take off kita sarapan ya."

Pesawat pun lepas landas. Joan merasa sangat gugup. Namun, ia juga merasa sangat excited. Ia tidak sabar untuk menikmati perjalanannya dan mengenal lebih jauh sosok calon suami Aby. Joan tidak terkejut dengan kenyataan calon suaminya memiliki beda usia yang mencolok, karena seseorang yang sanggup menyediakan fasilitas semewah ini pasti bukan anak muda kemaren sore. Perbedaan umur yang mencolok menjadi kabur di mata Joan setelah melihat cara Om Lens memperlakukan mereka.

Joan terkesan melihat Om Lens menuang sendiri kopi pada cangkir mereka bertiga, meskipun Pramugara berdiri siap siaga di dekatnya. Sarapan mereka terdiri dari roti croissant, buah-buahan yang di tata cantik, butter, madu dan telur.

"Apakah menunya cocok?" tanya Om Lens menatap bergantian ke arah Aby dan Joan.

"Sempurna," jawab Aby dengan senyum tulus.

"Ini hebat," timpal Joan.

Selama di dalam pesawat, Joan menghabiskan waktu dengan menonton film dan membaca buku, setelah mengobrol dengan Om Lens dan Aby di meja makan. Obrolan yang hangat dan ringan seperti ketika Om Lens menanyakan Joan kerja dimana dan seterusnya, Om Lens juga mempersilakan Aby dan Joan untuk bersenang-senang dan pergi kemana pun yang diinginkan selama dirinya bekerja, lalu, mereka hanya akan bertemu saat makan malam dan pulang keesokan harinya. Rencana yang singkat, Joan bertekad akan menimatinya sepenuh hati. Begitu pun ketika Aby pamit duduk di sofa lain menemani Om Lens, dia memiih menyibuan diri dengan membaca buku dan menonton film. Perjalanan tiga jam lebih tidak terasa bosan sama sekali.

Liburan ini benar-benar seperti bayangan Joan, Aby menyuruhnya membeli apa saja tanpa sungkan ketika mereka masuk ke toko-toko bermerk: tas, baju, sepatu dan parfum, belum lagi mencoba makanan Tom yam, pla Pao, Khao pad langsung dari tempat asalnya. Joan juga senang bisa berbincang berjam-jam dengan Aby lagi. Aby bersemangat memulai hidup baru, mengakhiri karirnya, menjauh dari segala hiruk-pikuk pekerjaan dan menikah. Joan nyaris menjerit ketika Aby mengumumkan tanggal pernikahannya dan mengundangnya sebagai pendamping pengantin satu-satunya. Aby bilang pernikahannya akan eklusif dan jauh dari pemberitaan media.

SANG MODELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang