Bagian 8

50 6 0
                                    

"Wah, teman kita sudah masuk," sambut Fathan dengan gembira sesaat setelah Naya memasuki kelas. "Apa kau tahu? Kemarin selama kau tidak masuk, Athalla merin-"

"Fathan, kamu sudah mengerjakan PR Bahasa Inggris?" Athalla dengan cepat merangkul Fathan.

"Aduh! Sudah, dong. Memangnya kau belum? Gila, bisa dimarahi Mr. Rian nanti."

"Enak saja. Aku juga sudah mengerjakannya. Aku bertanya karena khawatir padamu. Kau kan pelupa," cibir Athalla sambil menepuk-nepuk bahu teman sebangkunya itu.

Fathan menatap sinis sebagai balasannya. Kemudian, ia tersenyum usil ketika ide nakal terlintas di kepalanya. "Eh, Naya, apa kamu sudah membaca komik yang aku berikan kemarin? Athalla bersikeras ingin memberikannya padamu."

"Heh!"

Naya tergelak melihat interaksi dua orang itu. Gadis itu merasa bersyukur sudah sembuh hari ini sehingga bisa melihat kelakuan mereka.

"Aku sudah membacanya, tapi belum selesai. Maaf, ya, sepertinya aku mengembalikannya agak lama."

"Santai saja. Komik yang aku berikan memang banyak, jadi wajar kalau tidak bisa selesai cepat."

"Terima kasih banyak! Aku pasti akan menjaganya dengan baik."

Athalla yang sejak tadi menyimak pembicaraan mereka merasa sedikit terganggu. Ia senang Naya punya teman selain dirinya, tapi entah kenapa ada sedikit perasaan iri melihat Naya akrab dengan laki-laki lain.

Apa-apaan aku ini? Aku tidak boleh egois. Bagus kalau Naya punya banyak teman.

Ia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membuka-buka buku pelajaran walaupun tidak fokus membacanya.

....

Wajah-wajah mengantuk berubah menjadi berseri-seri setelah bel istirahat berbunyi. Naya merasa lega karena akhirnya bisa menuntaskan hajat yang tertahan sejak tadi. Ia mencuci tangannya sebelum keluar dari kamar mandi.

"Aku pikir selama ini kamu benar-benar pemalu. Ternyata rasa malumu itu hilang kalau di depan cowok seperti Athalla, ya?" Mita dan rombongannya berjalan ke arah cermin membuat Naya terdorong mundur.

Naya bingung kepada siapa kata-kata itu ditujukan. Pasalnya, di toilet hanya ada ia dan rombongannya Mita. Melihat Naya yang tidak bereaksi, Mita semakin kesal.

"Apa kau tahu? Kemarin kami main bersama. Athalla bercerita padaku kalau dia sebenarnya muak terus berada di dekatmu, tapi dia kasihan karena kamu tidak punya teman."

"Athalla bilang begitu?"

"Saranku, lebih baik jangan terlalu menempel padanya. Laki-laki itu suka bermain-main dan gadis sepertimu ini selalu menarik untuk dijadikan mainan mereka."

Naya tersenyum tipis. "Mita, berapa kali kamu main dengan Athalla setelah dia pindah ke sini?"

Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan demikian dari Naya, Mita tergagap, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku tidak bisa main dengan Athalla karena kamu selalu memonopolinya!" sahutnya asal.

"Itu tidak menjawab pertanyaanku. Berapa kali? Satu kali dalam seminggu? Atau setidaknya dua minggu sekali? Kamu baru main dengannya satu kali, kenapa bersikap seolah sangat mengenalnya?"

"Bagaimana denganmu?! Kau juga baru mengenal Athalla, kan?!"

"Itu dia, aku saja tidak mengenalnya, apalagi kamu."

"Naya, Mita hanya mengingatkan agar kamu berhati-hati," timpal Amara.

"Aku juga hanya mengingatkan supaya dia lebih berhati-hati dalam berbicara. Kata-katanya tadi secara tidak langsung sudah merendahkan Athalla. Kalau Athalla tidak terima, bisa jadi masalah, kan?" Naya menjelaskan dengan senyum menempel di wajahnya.

When the Starlight Has Come (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang