"Terima kasih, Bu," ucap Naya pada ibu kantin saat menerima es kopi yang ia beli. Rasanya haus sekali setelah diinterogasi oleh polisi mengenai kematian Erik.
Sejak jam pelajaran pertama, anak-anak di sekolah itu mendapat giliran untuk dimintai kesaksian tentang Erik. Anak-anak dipanggil ke ruang BK satu demi satu yang di dalamnya sudah ada dua petugas kepolisian. Mereka ditanyai tentang hubungan mereka dengan Erik, sikap Erik selama di sekolah, orang yang sekiranya memiliki masalah dengan Erik, dan apa yang mereka lakukan di malam ketika Erik terbunuh.
Gadis itu tersenyum kala melihat Athalla sedang mengeluarkan bekalnya dari dalam tas. Senyum yang Naya lemparkan itu bersambut begitu si lelaki melihatnya masuk kelas. Dengan riang ia menghampiri Naya untuk makan bersama seperti biasanya.
"Kamu bisa menjawab mereka dengan lancar, kan? Sepertinya giliranmu lama sekali?" tanya Naya setelah menyeruput es kopinya.
"Lumayan, lah. Awalnya mereka seperti curiga padaku karena kemarin aku berkelahi dengannya, tapi akhirnya aku rasa mereka menganggap perkelahianku dengan Erik hanya pertengkaran remaja biasa. Bagaimana denganmu?"
"Kok mereka bisa tahu ya kamu punya masalah dengannya? Apa anak-anak yang memberi tahu? Aku hanya menjawab apa adanya. Aku rasa mereka tidak curiga padaku, padahal aku menjawab jujur kalau aku punya masalah dengannya."
"Yah, anak-anak kan juga cuma menjawab dengan jujur. Mungkin karena kamu kelihatan seperti anak baik-baik, jadi mereka tidak mencurigaimu. Untunglah kita tidak terkena masalah berkepanjangan karena kematian Erik."
Naya sejenak terdiam karena memikirkan sesuatu. "Athalla, menurutmu ada kemungkinan tidak kalau Erik dan Malaika dibunuh oleh orang yang sama?"
Athalla yang sedang mengunyah bekalnya mengernyit. "Kenapa kamu bisa berpikir begitu? Apa alasannya orang itu membunuh Erik?"
"Entahlah. Bisa saja Erik sudah mengusiknya. Apa Erik mengenal orang itu? Atau jangan-jangan dia diam-diam menyelidiki pembunuhan Malaika juga?"
"Dugaan yang lainnya mungkin, tapi dugaanmu yang terakhir kecil kemungkinannya. Apa kita harus menyelidiki kematian Erik juga?"
"Itu hanya asumsiku, sih. Lebih baik aku fokus ke kasus Malaika saja. Toh, kasus Erik masih ditangani polisi."
"Kalaupun memang berkaitan, semoga saja polisi lekas menemukan titik terang."
....
"Terima kasih, yaa. Kamu memang anak baik," puji Mr. Rian pada Athalla yang membantu membawakan tugas anak-anak kelas.
"Sama-sama, Pak. Kalau begitu, saya pamit dulu. Mari, Pak."
"Athalla, tunggu. Saya dengar tadi polisi menginterogasi anak-anak perihal kematian Erik. Kamu sudah dapat giliran?"
"Sudah, Pak."
"Bagaimana perasaanmu? Tegang tidak?"
"Sedikit tegang karena ini pertama kalinya untuk saya, tapi sepertinya saya bisa menjawabnya dengan baik."
"Apa pendapatmu tentang kematian Erik?" tanya Mr. Rian dengan mata memicing.
Athalla bingung mendapatkan pertanyaan tak terduga itu. "Saya tidak punya pendapat apa-apa. Hanya kaget saja karena sama sekali tidak menyangka hal itu akan terjadi."
Mr. Rian mendesih. "Guru-guru juga kaget. Kasihan anak itu, padahal dia masih muda. Ya sudah. Silakan kalau kamu mau keluar."
"Pendapat bapak sendiri bagaimana?"
Pria itu memandang Athalla untuk beberapa saat, lalu kembali fokus pada laptopnya. "Kesialan memang tidak dapat ditebak. Saya hanya berharap semoga kasusnya cepat selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Starlight Has Come (Revisi)
RomanceUsaha seorang gadis mencari pembunuh sahabatnya dengan bantuan anak baru.