Bagian 16

26 6 0
                                    

"Sial! Gimana sih caranya? Di internet kelihatannya gampang. Keburu satpam itu balik." Athalla berulang kali melihat ke arah luar pos satpam untuk memastikan keadaan aman. "Bagaimana ini? Padahal aku hanya ditugaskan menghapus rekaman CCTV. Untung saja perhatian satpam itu bisa teralihkan waktu Naya mengambil kunci dan diam-diam masuk kamar pak Wisnu. Tapi kalau mereka melihatnya nanti-" Ucapan Athalla terhenti saat melihat pak Wisnu masuk dari gerbang.

"Itu pak Wisnu, kan? Mirip dengan foto yang ditunjukkan Naya!" Athalla mencoba menghubungi Naya, tapi gadis itu tidak kunjung membaca pesan atau menjawab teleponnya.

Bergegas ia menghampiri pak Wisnu, mencoba mencegahnya masuk sampai Naya selesai. "Pak! Anda pak Wisnu, kan? Boleh saya wawancarai bapak terkait panti asuhan ini?" Ucapan ngaco itu keluar begitu saja dari mulut Athalla. Keringat dingin mengucur di dahinya meskipun bibirnya tersenyum ramah.

Pak Wisnu terlihat kebingungan atas sergapan itu. "Kenapa tidak mewawancarai kepala panti saja?"

"Sudah, Pak, tapi kami masih butuh narasumber lain."

Athalla bisa kembali bernapas lega saat pria paruh baya itu mengangguk tanda setuju diwawancarai.

"Tapi saya taruh belanjaan dulu, ya."

Mampus!

Athalla terus mengekori pria itu, tetap berbicara padanya untuk memperlambat langkah mereka. Akan tetapi, gagal. Pria itu kini sudah berdiri di depan kamarnya. Terlihat marah ada tamu tak diundang yang menerobos begitu saja. Ia masuk dan merampas buku di tangan Naya dengan kasar.

"Sampai mana kamu membacanya?!"

Naya terlihat gemetar, tapi ia tetap memberanikan diri. "Apa ... semua itu sungguhan?"

"Bukan urusanmu!"

"Kenapa bapak tidak melaporkannya ke polisi?"

"Kamu pikir aku tidak pernah mencoba?! Sering! Tetapi, polisi-polisi itu tidak pernah bertindak! Bahkan rasanya aku ingin pergi saja dari sini. Aku muak dengan perasaan bersalah ini! Tapi, siapa yang akan menjaga anak-anak jika aku pergi?!"

"Sebenarnya, apa alasannya mereka melakukan ini? Apa panti kekurangan uang?"

Pak Wisnu tertawa miris. "Tidak. Sebenarnya panti tidak kekurangan uang. Uang kepala panti dan jajarannya lah yang selalu kurang."

"Kita harus melakukan sesuatu, kan? Tidak mungkin anak-anak harus terus makan makanan basi."

Athalla terkejut mendengarnya. Akhirnya ia mengerti arah pembicaraan ini setelah sejak tadi menyimak dengan jantung berdegup kencang.

"Anak kecil sepertimu bisa apa? Aku saja hanya bisa mengusahakan memberi mereka makanan segar sesekali dari hasil kerja serabutan."

"Kalau kita punya banyak dukungan, mungkin saja kita bisa menang."

Pak Wisnu mengernyit. Naya dengan cepat menjelaskan rencananya. Pak Wisnu yang tadinya ragu mulai kelihatan tertarik. Raut wajahnya yang tegas mulai melembut. Harapan supaya anak-anak memiliki kehidupan yang lebih baik kembali tumbuh dalam dirinya.

Pak Wisnu memberikan sebuah amplop cokelat pada Naya. Naya tercengang ketika melihat isinya. Foto luka di punggung anak-anak, foto bahan makanan basi yang kelihatannya saja sudah tak layak makan, bahkan ada foto beberapa anak yang dipaksa membersihkan toilet. Terlihat dari tanggal yang ada di foto itu sepertinya bukti-bukti itu sudah dikumpulkan sejak beberapa tahun lalu sampai sekarang. Meskipun terlihat menyerah, tapi di dalam hatinya pak Wisnu masih berharap suatu saat bukti-bukti itu bisa berguna.

"Selama ini aku terpaksa memarahi mereka dan berpura-pura menghukum mereka supaya mereka tidak mendapat hukuman lebih parah. Aku meminta anak-anak mematuhi peraturan supaya orang-orang jahat itu tidak punya alasan untuk menghukum mereka."

When the Starlight Has Come (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang