Bagian 14

25 7 0
                                    

"Teman-teman, aku dapat kabar kalau teman kita dari kelas 12 IPS 3, Erik, telah meninggal dunia. Apabila dia ada kesalahan, mohon dimaafkan. Mari kita doakan supaya kuburnya dilapangkan dan diberi tempat terbaik di sisi-Nya."

Pengumuman itu sontak membuat semua anak heboh. Sama sekali tidak ada yang menyangka akan mendengar berita semacam itu di hari yang damai ini.

"Mengerikan. Dia meninggal sebelum sempat bertobat." Ucapan sembarangan Fathan itu membuatnya mendapatkan sikutan dari Athalla. "Benar, kan? Dia bahkan belum meminta maaf pada kalian."

Athalla berdecak karena kebebalan Fathan. "Meski begitu, jangan bicara sembarangan tentang orang yang sudah meninggal! Kamu mau dia menghantuimu?"

Fathan bergidik ngeri mendengar perkataan kawan sebangkunya itu. Ia memutuskan pergi ke kantin saja daripada bicara yang tidak-tidak.

"Kira-kira apa ya penyebabnya?" tanya Naya pada lelaki yang hendak duduk di sampingnya. Bangku itu biasanya kosong selama istirahat karena pemiliknya makan di kantin.

"Entahlah. Sepertinya belum ada yang tahu. Kamu mau melayat?"

Naya menimbang-nimbang sambil membuka kotak makannya. "Yah, tidak ada salahnya, kan? Kamu mau ikut?"

"Aku pergi kalau kamu pergi."

....

Sesampainya mereka di sana, ternyata sudah ada beberapa teman Erik. Terlihat seorang wanita menangis kencang. Pria yang waktu itu mereka lihat sedang terduduk lesu. Sepertinya mereka adalah orang tua Erik.

Saat memasukkan uang takziah, Naya tidak sengaja mendengar tetangga yang baru datang berbisik-bisik.

"Kenapa jasadnya belum dikubur?"

"Sepertinya orang tuanya belum siap."

"Iya, sih. Mereka pasti sangat terpukul kehilangan dua anaknya. Dulu anak perempuannya yang meninggal, sekarang anak laki-lakinya."

Naya menggelengkan kepala melihat tingkah tetangga itu. Tetapi, ia jadi tahu kalau Erik punya saudara perempuan. Malaika tidak pernah cerita soal ini.

Atau jangan-jangan Malaika juga tidak tahu?

Perhatian Athalla terfokus pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Waktu itu mereka tidak melihatnya karena sangat gelap. Di dalam foto itu, terlihat wanita yang tadi sedang menangis, pria waktu itu, Erik dengan versi lebih kecil, dan seorang remaja perempuan. Di foto itu mereka tersenyum bahagia.

Athalla menyadari anak perempuan itu agak mirip dengan Naya. Postur tubuhnya, bentuk wajahnya, bahkan gaya rambutnya. Ia menyenggol Naya pelan. Menunjuk foto itu dengan dagunya. Naya memperhatikan lekat-lekat foto itu.

"Apa hanya perasaanku atau anak perempuan di foto itu memang mirip denganku?" bisiknya.

"Aku juga merasa begitu. Sepertinya itu saudaranya Erik."

Pria yang waktu itu Athalla dan Naya lihat menyadari keberadaan mereka. Ia mempersilakan keduanya untuk masuk dan menyuguhkan minuma gelas pada mereka. Hal ini membuat Naya sungkan. Ia tidak suka pada tradisi semacam ini. Tidak tega melihat orang yang sedang berduka justru harus memikirkan jamuan untuk tamunya.

Naya dan Athalla menatap jasad dingin Erik yang terbaring di hadapan mereka. Sosok yang kemarin sangat berapi-api itu kini terlihat tenang. Memang pada dasarnya tubuh hanya wadah yang dipinjamkan. Saat emosi, ambisi, dan nafsu ditarik darinya, dia akan kembali ke bentuk asalnya bagai bayi tak berdosa.

"Nama kalian siapa? Saya jarang di rumah, jadi tidak terlalu kenal teman-temannya Erik."

"Saya Naya, ini Athalla. Turut berduka cita, ya, Pak."

When the Starlight Has Come (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang