Yujin menatap pantulan dirinya di cermin. Mengamati kedua matanya, hidung mancungnya, bibir dan bahkan telinganya. Semuanya bukan fitur wajah yang biasa dia lihat di cermin, ia tidak dapat melihat tahi lalat di hidung dan lehernya, atau bibir tebalnya atau telinga lucu miliknya dulu yang lonjong---semua yang membuat wajahnya khas dan mudah dikenali.
"Ini... siapa...?" Yujin menyentuh permukaan cermin itu. Ia sempat syok, tapi kini yang memenuhi kepalanya hanya murni rasa kagum. Wajah yang kini ia miliki sungguh sangat... sempurna. Bagaimana bisa seseorang memiliki tatapan mata sayu memikat, hidung yang dipahat dengan begitu indahnya dan bibir yang---wah, Yujin 'baru' ini sungguh seksi. Beruntung Yujin masih punya kendali, karena jika tidak, bisa saja lelaki itu berpura-pura jarinya tersayat oleh tulang rahang tajam wajah itu. Pasti ia akan malu sendiri.
Setelah selesai menatap pantulan dirinya, Yujin mengamati seluruh isi kamar, apapun yang dapat ia tangkap dalam jarak pandangnya dari posisinya yang berdiri di tengah ruangan. Jam dinding masih menunjukkan pukul tiga pagi, maka setidaknya ia punya cukup waktu untuk mencari tahu kehidupan pemuda macam apakah yang akan ia jalani nanti sebelum pagi tiba. Ia melihat satu setel seragam putih abu-abu digantung di gagang pintu lemari, maka jelas ia harus berangkat ke sekolah.
Oh ya, one thing. Yujin sempat ragu apakah siapapun pemuda ini adalah murid SMA sungguhan. Untuk seorang remaja yang sekiranya berusia lima belas tahun, wajahnya cukup dewasa. Yujin tak akan menganggapnya 'boros', karena kedengarannya akan seperti mengkritik sesuatu yang tak dapat dikendalikan. Sekedar... tidak berkesan 'muda'. Tidak sesuai usia. Apa sama saja...?
Namun, tak apa. Jika disimpulkan secara blak-blakan, sebenarnya Yujin menginginkan hal itu.
Lelaki itu sudah mengumpulkan beberapa informasi tentang dirinya yang baru, cukup dari apa saja yang sekiranya tidak terlalu lancang untuk dijamah. Kuncinya hanyalah satu; jangan panik.
Oke, Yujin sudah tahu beberapa hal.
Dia anak tunggal, sekarang duduk di bangku SMA, kelas 10 IPA. Bisa disimpulkan dia berasal dari keluarga berada, menilai dari semua perabot yang tertata di kamar tidur itu. Kesannya sederhana, namun ia sekedar tahu, semua pernak-pernik itu memiliki harga cukup mahal.
Yujin pasti bisa. Ia hanya perlu mengaktifkan semua inderanya dan peka akan sekelilingnya.
+++
Sekolah yang dihadirinya ternyata memiliki jam masuk sedikit telat. Umumnya, sekolahan SMA lain akan masuk pada jam tujuh kurang seperempat, namun di sini bel akan berbunyi pada jam tujuh lebih seperempat. Ia memperoleh informasi itu dari jadwal pelajaran tulisan tangan yang cukup lengkap, yang terpasang di pintu lemari buku. Tak apa, toh Yujin memang berniat datang awal, saking paginya, sampai ibunda dari pemuda ini keheranan. Yujin dengar seharusnya ia dihukum dan tidak diantar dengan mobil hari itu akibat alasan tertentu. Mungkin berkat sorot matanya yang berdedikasi kali ini...? Maka ia pun tetap diantarkan bersama sopir keluarga.Yujin mulai meraba-raba. Ada kemungkinan bocah ini aslinya agak manja. Ia ingin beradaptasi dan berpura-pura menjadi si pemilik tubuh agar tidak mencuri terlalu banyak perhatian, namun ia tak punya cukup referensi. Ia tak pandai berakting, jika ia terlalu memaksa dan berusaha, pasti akan kikuk.
Apakah Yujin lupa memperkenalkan dirinya yang baru?
"Kim Jiwoong!"
Yujin mendengar nama itu dipanggil, namun ia tidak menyahut. Ia sibuk mencari ruang kelas 10 IPA 3. Itulah hasil penggeledahannya. Beruntung si pemilik tubuh ini sudah menata isi tasnya sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Kini ia hanya perlu bertingkah senatural mungkin.
"Jiwoong!!"
Eh, astaga---itu kan dirinya!!
Yujin menoleh ke belakang, mencari-cari siapa murid yang meneriakkan namanya di koridor panjang itu. Matanya menyapu area, sekaligus membiarkan kakinya tetap melangkah. Oh, ternyata ada dua laki-laki yang tersenyum ke arahnya.
"Kenapa?" Yujin berhenti dan memutar tubuhnya. Alisnya sedikit ia angkat untuk menandakan pencurahan atensi.
Naasnya, itu langkah yang salah---sepertinya---karena dua lelaki itu langsung terkesima, seolah-olah Yujin baru saja menampilkan tarian Latin---
"Aku sampe lupa mau nanya apaan." Salah satu dari mereka berucap.
"Oh. Tanya aja nanti." Yujin tersenyum simpul. "Maaf, aku duluan, ya? Aku agak... sibuk."
Yujin tanpa sadar sedikit membungkuk sebelum berjalan pergi, mungkin karena badge kelas kedua pemuda itu jelas-jelas menunjukkan bahwa bagi Yujin sekarang, mereka adalah kakak kelas. Aura mereka lumayan akrab---dalam arti tidak seperti penindas, seperti yang sempat ditakuti---namun Yujin tetap tak ingin bertingkah sembarangan.
Dan juga, tentu saja ia tak menyadari tatapan terkagum-kagum yang ditembakkan kedua pemuda tadi ke punggungnya yang menjauh per langkah yang ia ambil.
Rasa kagum itu jelas dikarenakan perubahan drastis yang Yujin bawa. Ingat, kini Yujin membawa wajah seksi yang dewasa bak patung Romawi kemanapun ia berjalan. Ketenangan yang sudah menjadi sifat dasarnya justru menambah pesona tersendiri. Seakan-akan wajahnya kini adalah gaun indah, dan pembawaannya yang kalem adalah mahkota sebagai pelengkap.
Setelah cukup lama berjalan-jalan, akhirnya Yujin menemukan ruang kelasnya. Suasananya sudah mulai ramai. Hah,... Sekarang, di manakah tempat duduknya...?
Ketika ia masih berdiri diam di depan papan tulis, tiba-tiba sepasang lengan merangkul pinggangnya dari belakang tanpa aba-aba. Bahkan sebelum ia sempat bereaksi, telinganya telah disapa bisikan lembut si pemilik lengan panjang yang memeluknya.
"Syukur Jiwoong-ku sayang udah dateng,... Aku kangen! Ke mana aja kamu weekend kemarin?"
A-apa?!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] [YOU]TH ㅣ HAN YUJIN & KIM JIWOONG
Fanfiction"Aku inget, kak!! Hao pernah cerita soal Webtoon tentang bertukar tubuh, barusan ini! Cara mereka tuker balik ke badan masing-masing itu satu, kak!" "Jiwoong. Gimana c―" "Mereka berciuman!" ...hah? . . Semua bintang malam itu bersaksi Yujin ingin m...