(12) ...and Off to A Hotel They Go!

105 8 0
                                    

Jiwoong sungguh tidak menduga ia akan sebahagia ini setelah kembali ke tubuhnya sendiri. Paling tidak ia tak berusaha untuk menahan rasa senangnya.

"Kamu keliatan seneng banget. Kentara jelas." Ucap Hao. Keduanya tengah berganti pakaian setelah jam olahraga, setelah mengusir para siswi yang menghabiskan sedikit terlalu banyak waktu di dalam kelas.

"Aku?" Jiwoong bergumam. Seluruh konsentrasinya masih ia curahkan untuk memasang satu persatu kancing kemejanya. Oh, ya, katakanlah tidak penting, namun Hao menangkap jelas sedikit detail dari Jiwoong ketika ia sedang fokus melakukan sesuatu. Anak itu nampak lucu ketika ia menunduk dan tanpa sadar mencebikkan bibirnya. Keningnya juga mengerut dan hidungnya terangkat sedikit. "Anu, aku..."

"Aku kira kamu orang lain kemarin. Rasanya kayak aku bukan lagi ngomong sama kamu."

Jiwoong pun langsung membatin, kenapa anak itu harus segitu pekanya? Ia dan Yujin masih belum berencana membeberkan persoalan tukar tubuh ini. Eh, lebih berat ke Yujin, sih. Yujin jelas-jelas yang punya otak di antara mereka berdua. Kalau Jiwoong bisa saja dengan tenang menceritakan semuanya tanpa beban.

Hao nampaknya tidak mengharapkan jawaban, ia hanya ingin mengutarakan unek-unek dalam hatinya. Atau setidaknya itu yang dipikirkan Jiwoong selagi ia mencuri pandang ke arah Hao yang sedang berganti pakaian. Jiwoong bersumpah ia tidak bermaksud mengintip penampilan lekuk tubuh sahabatnya yang saat itu tidak sepenuhnya tertutup hem, tetapi---oh---apakah kini Jiwoong tengah menatap sebuah bekas memar yang besarnya agak terlalu mencurigakan di pundak sahabatnya...?

"Pao Pao."

"Mmn?" Hao menghentikan semua kegiatan mengenakan kemejanya. Fokusnya tercurah pada Jiwoong yang juga tengah menatapnya balik.

Untuk beberapa detik, mereka hanya saling bertatapan. Jiwoong bukan yang paling ahli dalam berpikir sebelum bertindak, tetapi kali ini ia ingin memutar otaknya.

Gear dalam otaknya telah berputar seperti game yang memuat data...

Oke!

Keputusannya sudah mantap!

"Nanti kita kencan."

+++

Jiwoong menatap kesal ke arah Zhang Hao, oh, Hao-nya yang tercinta. Tanpa sadar ia juga telah berkacak pinggang seperti ibu-ibu yang siap mengomeli anaknya. Wajahnya pun juga mengeras, rahangnya menegas dan sesekali ia berdecak.

Bolehkah author meminta tolong? Kalian hanya perlu berpura-pura tidak tahu soal Hao yang berusaha keras menahan tawa salah tingkah, alias urgensinya untuk cekikikan seperti gadis, karena demi photocard dawn version Kim Sunoo dari album border : day one dengan topi beret yang Jiwoong sembunyikan di dalam dompetnya, Jiwoong terlihat sangat seksi!

"Heh, kamu beneran tetep pamit ke nenek tua itu setiap kali kamu pergi?? Duh, ruueepotnya sayangkuuu,... bukannya kamu cerita dia itu tega---"

"Ini namanya kepantasan, Jiwoong." Untuk sejenak Hao berhenti mengetik pesan di ponselnya agar dapat mempelajari raut muka Jiwoong. Kentara jelas temannya itu sedang menahan emosi. "Mau dibales atau gak, atau bahkan nggak dibaca, itu udah diluar kendaliku. Paling nggak aku udah berusaha mantesin. Dan jangan ngata-ngatain! Nenekku nggak milih semua perubahan ini sendiri."

"Ish---oke, oke!!" Akhirnya Jiwoong hanya bisa pasrah. Yah, mungkin ia memang perlu belajar dari sahabatnya itu.

Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti untuk parkir di dekat mereka. Jiwoong memang memesankan tumpangan setelah tiba di kediaman Hao. Tentu saja ia memesan taksi online, karena sudah pasti ibunya tak akan membiarkan sopir keluarga mereka repot-repot menemani anak remajanya yang tiba-tiba ingin 'rekreasi'. Nyonya Kim tak terlalu peduli, mungkin karena selama ini anaknya tidak nampak sering menghamburkan uang. Mau menahannya dengan alasan apakah kamu sudah mengerjakan PR-mu? tidak akan membantu sama sekali karena sekolah-sekolah sekarang memberlakukan jam kokurikuler. Itu adalah jam khusus yang bisa digunakan untuk mengerjakan tugas yang belum tuntas. Usulan itu dianggap efektif, apalagi bagi yang pandai me-manage waktu dan cukup rajin. Sistem kokurikuler sangat disukai Hao, yang kemudian mempengaruhi Jiwoong. Berkat itu mereka berdua juga bebas bermain bersama saat malam, seperti malam ini.

Lupakanlah, nyonya Kim sama sekali tak ada niatan untuk menahan anaknya untuk bepergian. Memang benar kuncinya hanyalah satu; Zhang Hao!

Selama perjalanan, Hao sama sekali tidak menanyakan ke mana mereka akan pergi. Mereka hanya sesekali berbicara dan membahas sana-sini. Ketika keduanya berdiam pun mereka tetap merasa nyaman berkat tingkat kedekatan mereka. Toh pemandangan jalanan di malam hari cukup memanjakan mata, terutama untuk Jiwoong karena ia suka mempelajari dan menghafalkan arah kemanapun ia pergi.

Setelah nyaris menghabiskan empat puluh menitan untuk perjalanan, akhirnya mereka tiba di sebuah hotel. Hao sempat mengernyit keheranan, karena--

Emh---hotel...?

Maksudnya, memangnya apa yang kurang dari kamar tidur di kediaman Kim itu sendiri? Namun setelah Jiwoong bertanya kamu belum makan, kan?, kelebatan pikiran aneh yang sempat hinggap di kepala kecil Hao lenyap begitu saja.

Hao cukup senang dengan keseluruhan pemandangan hotel yang dikunjunginya. Lokasinya berada di dataran tinggi yang nyaris mendekati gunung, maka nuansanya berbaur dengan hutan di sekelilingnya. Ia suka dengan konsepnya yang tradisional.

Mereka berjalan naik melewati resepsionis (untunglah, batin Hao, karena nyatanya masih ada pikiran aneh tersisa dalam otaknya), menaiki tangga yang dibangun dengan bebatuan sebelum melangkah di tepian kolam yang kebetulan kosong. Kemudian mereka memanjat tangga sempit sebelum akhirnya disambut oleh sebuah bangunan yang sudah pasti adalah restoran. Alunan musik Jawa menyapa pendengarannya. Nuansanya sangat melankolis dan hangat.

"After you, m'lady..."

Hmm, lupakan saja. Hao gagal melankolis gara-gara Jiwoong yang tiba-tiba sok memberi jalan ala gentleman. Dih, Hao nggak blushing, kok!

[✓] [YOU]TH ㅣ HAN YUJIN & KIM JIWOONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang