(8) Come and Break My Walls, Just a Little Bit... (♪)

165 14 2
                                    

Yujin merasa canggung berduaan dengan Hao, terutama ketika hanya ada mereka sendiri di dalam kamar Jiwoong yang senyap---apalagi dari gelagatnya, anak itu nampak sudah terbiasa menjadi bagian dari kediaman Kim. Jadi, mereka pun berbagi tempat di satu-satunya ranjang yang tersedia. Dan, oh, Yujin tidak bermaksud mengeluh, namun rasanya kasur itu tiba-tiba menjadi sangat sempit!

Yang Yujin pelajari hari itu adalah betapa cintanya nyonya Kim kepada Hao, bahkan sepertinya ibu Jiwoong itu lebih menyayangi Hao ketimbang anaknya sendiri. Memang kalau diperhatikan, Hao punya sopan santun dan bertutur kata halus kepada orang lebih tua. Lumayan juga,... untuk seorang teman dekat yang katanya sudah sangat sering berkunjung, tata bicaranya sama sekali tidak berubah. Untuk perbandingan pun Yujin juga cukup tahu soal bagaimana karakter Jiwoong. Hmm,... tingkah anak itu cukup banyak menguras tenaga.

"Jiwoong lagi chat sama siapa?"

Yujin menatap balik Hao yang tengah memandanginya, dengan posisinya yang terlentang di sebelah Yujin yang berbaring tengkurap. Raut dan intonasinya dibuat seolah-olah tidak terlalu peduli, namun binar matanya tak dapat berbohong.

Astaga, segitu dekatnya, ya, mereka ini...

"Emmh, kenalan baru." Sahut Yujin sambil menopang wajahnya dengan tangan. Di saat itu, Hao meletakkan ponselnya, tak lagi menggunakannya, entah untuk apa tadi---atau apakah Yujin melihat wajah beberapa anggota boyband di layar ponsel itu...?

Pada saat itu, ia dan Jiwoong sedang membicarakan perihal uang. Jiwoong berniat untuk berbagi uang sakunya yang katanya dua kali lipat gaji bulanan Yujin. Ia tahu berapa penghasilan yang lebih tua karena sebelum berkunjung ke rumahnya, ia mendapat kabar bahwa hari itu adalah hari mengambil gaji. Karena tidak ada kegiatan, maka ia memutuskan untuk datang saja. Cukup lancang, tapi dia adalah Kim Jiwoong...

Hotel tempat kerja Yujin juga cukup unik. Mereka membagi gaji di tengah bulan.

Omong-omong, sedikit tentang Jiwoong, yang cukup bertentangan dengan asumsi umum, sebenarnya anak itu cukup berhemat. Ia tidak terlalu sering membeli jajan, tidak seperti kebanyakan anak yang sempat ia kenal dari berbagai tempat bimbingan belajar. Dulu, mulai SD hingga SMP, ia didaftarkan ke berbagai kursus, bahkan ke dalam satu lembaga khusus terkenal untuk mempelajari bahasa Inggris. Namun, sebelum masuk SMA, anak itu memohon pada ibunya untuk berhenti saja. Ia benar-benar berlutut di hadapan sang ibu, secara harfiah! Ia tak tahan jika harus terus-terusan berkumpul dengan sekelompok anak lain yang sebenarnya tidak se-'kaya' dirinya tetapi memiliki sifat sombong akut tak tertolong. Rasanya setiap partikel dirinya meronta-ronta meminta untuk menjauh dari lingkup itu.

Wah, Yujin tidak percaya ia dapat memperoleh sebanyak ini informasi mengenai pemuda itu hanya melalui aplikasi pesan...

"Kamu nggak nyaman, kah? Soal aku dateng hari ini." Hao bertanya lagi. Kali ini rautnya tak lagi dibuat-buat. Kerentanan hati anak itu terlihat sangat jelas, cukup dari kilat mata beningnya.

Untuk sejenak, Yujin tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya memberikan ekspresi keheranan pada anak yang berbaring di sebelahnya.

"Kenapa kamu mikir kayak gitu?"

"Sekedar,..." Hao mengucek matanya. "Cuma perasaan aja."

Yujin menghela napas pelan. Kalau dipikirkan seperti ini, tentu ia merasa bersalah. Anak polos itu tidak tahu apa-apa.

"Ada kegiatan yang mau kamu lakuin bareng, kah? Aku turutin, deh... Maaf, aku terlalu sibuk main HP, ya?" Yujin membelai rambut halus Hao yang berjatuhan. Rasanya seperti ia sedang mengasuh seorang adik. Eh, tetapi mengingat jarak umur mereka, sebenarnya anak itu lebih cocok disebut keponakan.

"Aku gak papa kok kalo kamu main HP! Aku cuma ngerasa... kamu agak asing." Akhirnya Hao mengutarakan hal yang mengusiknya. Anak itu serius, namun Yujin salah fokus karena cengkok bicaranya lucu. "Bukannya aku gak suka! Aku seneng, kok! Cuma rasanya tiba-tiba aja..."

Itu masalahnya. Yujin tidak tahu bagaimana cara untuk mengumpulkan informasi tentang kebiasaan dan sifat bawaan Jiwoong, setidaknya yang cukup untuk dia terapkan agar kejanggalan yang ia bawa tidak terlalu mencolok.

"Kita biasanya ngapain aja?" Yujin bertanya. Ia melipat lengannya agar dagunya dapat ia istirahatkan di atasnya dengan nyaman.

"Jujur aja, nggak banyak juga. Kita paling tetep make HP masing-masing. Tapi memang,... rasanya dua hari ini kamu beda banget. Oh---Ohh!! Apa kepalamu kebentur apa gitu...?"

Yujin tertawa pelan. Matanya mulai memberat akibat kantuk. "Mungkin aja..." Di tengah-tengah jawabannya saja ia sudah menguap.

Tmi, author ikutan angop pas ngetik :"

Hao tak lagi mengucapkan apa-apa. Sambil menguap karena tertular Yujin, ia meraih kembali HP-nya dan menancapkan earphone, kemudian menyodorkan salah satu kepada Yujin, yang langsung diterima dan dikenakan. Yujin menantikan lagu apa yang akan disetel Hao, selagi bocah itu masih sibuk mengutak-atik ponselnya.

Tak lama kemudian, sebuah lagu ballad mengalun dengan lembut, memanjakan indera pendengaran Yujin dengan melodi menenangkan.

"Aku ikutan suka gara-gara kamu bilang ini salah satu favoritmu. Secara keseluruhan sih memang aku ikutan suka ENHYPEN gara-gara kamu." Oh, itu kan grup kesukaan Jiwoong? "Katamu vokalnya Sunghoon bagus di lagu ini."

"Memang enak." Komentar Yujin. Itu adalah pertama kalinya ia mendengar lagu itu, tapi sepertinya ia langsung suka. Pembawaan musik dan lirik yang disampaikannya tidak mendeskripsikan suasana hati anak remaja yang meledak-ledak seperti yang ia perkirakan. Atau mungkin hanya lagu ini yang berbeda? Yujin harus mencari tahu lebih banyak.

"Tidur aja, deh. Met bobo, Jiwoong." Hao meletakkan ponselnya di atas perut dan memejamkan matanya.

"Selamat tidur---" Yujin berhenti di tengah-tengah. Sekelebat informasi baru lewat dalam benaknya, yaitu sebuah nickname yang Jiwoong berikan untuk Hao. "...Jjang Pao..."

Hanya karena satu panggilan itu, rasa kantuk Hao menghilang. Iapun tak lagi meragukan siapa yang kini sedang bersamanya. Yah, setidaknya untuk saat itu. Walau matanya tak lagi terasa berat, setidaknya bibirnya tak berhenti tersenyum.

Rasanya hangat.

[✓] [YOU]TH ㅣ HAN YUJIN & KIM JIWOONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang