(15) The Truth Unfold

93 8 0
                                    

"Eh, astaga---Hao ndengerin lagunya N'UEST?!!"

Itu Jiwoong, dengan tawanya yang terdengar aneh. Entah ia sedang cekikikan atau tertawa terbahak-bahak atau tersedak.

"Iya,... aku rasa gitu. Berhubung ini kan playlist buat kamu---"

"Mohon maaf, ya, tapi aku seneng banget---eh, bisa gak, kirimin ciumku ke Hao Hao?"

Mana mungkin---

"Jiwoong, bisa, gak, kita bahas Hao?" Yujin menegur dengan halus.

"Hao kenapa?"

"Dia..." Yujin menggaruk tengkuknya. Bagaimana ia harus memulai? Atau apakah hanya dia sendiri yang menganggap tingkat kedekatan dua anak itu sedikit... mengkhawatirkan? Apakah dia harus sedikit mengerem 'indera'nya yang agaknya terlalu sensitif? "Kalian deket banget, ya?"

"Mmh, ya! Kami udah temenan sejak SMP. Ya mungkin kami belum lama banget saling kenal, sih, tapi kami udah cocok banget. Aku daftar SMA situ aja jujur gara-gara Hao di situ. Mama ayahku pengennya aku di SMA lain yang,... emm, lebih keren gitu, cuman aku gak mau. Mereka gak bisa liat kah kalo aku itu goblok?"

"Hush!"

"Tapi nyata, lho! Aku yakin berkat kakak nilai tugasku pada naik. Makasih, ya, hehe..."

"Terus, aku mikirin,... apa kapan-kapan kita bisa ketemuan...? Aku mau mbahas gimana cara kita tukar badan, dan cara kita kembali. Apa aku harus nunggu minggu de---"

"Kak Yujin, lagi telpon siapa?"

Terdengar satu lagi suara yang masuk ke sambungan telepon. Ya ampun, bagaimana dia bisa lupa--

"Jiwoong, kamu nelpon aku pas kerja?!!"

"Anu, anu, kak---KAN ini jam istirahat!! Aku lho udah selesai cuciin piring!"

Karena bersalah (walau yang menelepon adalah Jiwoong), Yujin memaksa untuk mengakhiri telepon mereka. Hah, harusnya anak itu mengiriminya pesan saja pada siang hari.

+++

Pada hari Selasa minggu berikutnya, Yujin diminta untuk menyampaikan pada ibu Jiwoong bahwa Yujin hendak mengundang seorang teman. Jiwoong memaksakan untuk berbohong---benar-benar memaksa dan merengek. Awalnya Yujin menolak ide itu mentah-mentah, namun akhirnya kalah---hanya karena Jiwoong mengeluarkan kartu ini untuk menyelamatkan jiwa kita miliknya di akhir argumen.

Alhasil, Jiwoong pun bertamu pada jam-jam petang. Anak itu agak kesulitan untuk mengendalikan diri, karena ia merasakan gejolak energi (jahil) yang besar, nyaris berlebih, ketika berhadapan dengan sang ibu. Tentu saja nyonya Kim tak tahu bahwa tamu yang disambutnya untuk makan malam adalah anaknya sendiri... yang tengah bertukar tubuh.

Setelah makan malam, Jiwoong menyeret Yujin ke dalam kamarnya, dengan gerak-gerik yang terlalu natural, dan akibatnya ia memperoleh tatapan curiga dari nyonya Kim. Tapi tenang, semuanya aman.

"Kita langsung ke intinya, ya. Pada hari pertama kita bertukar tubuh, apa yang kamu lakukan?"

"Emmmh,..." Jiwoong membanting dirinya ke kasur. Dari rautnya nampak ia sedang memutar otak. "Aku nyiapin buku sama seragam, terus bobok. Emang kakak ngapain?"

"Yang aku ingat jelas itu duduk di teras rumah sambil ngeliatin bintang. Langitnya waktu itu lagi cerah."

"Oooh~!!" Jiwoong mendelik seakan-akan kedua bola matanya akan keluar. Yujin melompat ke belakang karenanya. "Jadi kita cuman perlu sit down and wish upon a shooting star?! Ih, gampang!! Terus habis itu kita tidur, terus kita tukeran, ya kan??"

"Emh, mungkin, tapi aku gak yakin--"

"Gak ada tapi tetapian apa-apa! Ayo keluar!!"

Jiwoong menggandeng tangan Yujin dan menyeretnya keluar kamar, lalu berlari menuruni tangga menuju ruang tamu.

Namun, ketika ia membuka pintu,...

"WHOA--WHOA, WHOA!!" / "Uwaah!!!" Jiwoong dan Hao berteriak di saat yang bersamaan. Eh, Hao...??!

"Eh, eh, heh!! Kamu ng--" Jiwoong yang keceplosan bertanya dengan akrab pun menutupi mulutnya dengan panik. Lalu dengan kasar ia mendorong Yujin ke depan. Yujin juga hampir saja ikut panik.

"Pao...? Ada perlu ap--"

"Jiwoong, kamu lupa ini hari apa...?" Potong Hao. Wajahnya terlihat benar-benar kebingungan, dan, apakah itu nada bicara seseorang yang kecewa...?

Yujin tentu saja tak dapat menjawab. Tetapi saat ia menoleh ke belakang untuk mengamati ekspresi Jiwoong, justru ia terkejut karena anak itu nampak seperti menyadari sesuatu, atau tersetrum.

"Ultah---EH, maksudku, ini ulang tahunmu?!" Pekiknya.

"Ah, en, iya,..." Hao menjawab dengan canggung sebelum kembali bertukar tatap dengan lelaki yang ia kira adalah sahabatnya. "Jiwoong, bulan lalu kamu bilang ke aku, kalo ultahku udah dateng, aku kudu langsung dateng ke rumahmu... L-lupain, deh... Dadah."

Hao segera pergi meninggalkan pekarangan rumah Jiwoong. Untuk sesaat, Yujin dan Jiwoong sempat membeku di ambang pintu, sebelum akhirnya Jiwoong berlari menyusul sahabatnya. Yujin saja tidak sampai menahan anak itu.

"Hao! Zhang Hao!!"

Hao berhenti dan menoleh ke belakang, walau dalam pandangannya ia bukan menemui Jiwoong seperti yang ia harapkan.

"Kenapa kamu yang..."

"Maaf." Jiwoong menggenggam erat lengan Hao, membuat anak itu kebingungan. Ia berpikir, mungkin lelaki di hadapannya ini meminta maaf karena bertamu tepat pada malam itu...?

"Kamu memangnya salah apa?" Sekilas, Hao melirik ke sekitarnya dengan kikuk. "Kenapa minta maaf--"

"Aku bakal berusaha---maksudku, nanti pasti ada cara buat memperbaiki---bahkan kalo aku harus berdoa di luar rum---ARRRGH!!"

"Mmm..." Hao nampak berpikir, membiarkan lelaki di hadapannya terus menjambak rambutnya sendiri. Sering berdekatan dengan Jiwoong membuatnya mudah menoleransi tingkah heboh seperti barusan. "Aku nggak papa, kok. Cuma... akhir-akhir ini rasanya temenku banyak nggak jujur sama aku."

Pada momen itu, Jiwoong pun kembali tersadar. Hah, kenapa anak itu peka sekali...? Tetapi ia tahu perihal pertukaran tubuh ini belum bisa ia beberkan sekarang, seperti perkataan Yujin.

Kira-kira apa, ya, yang akan Yujin lakukan dengan otak cemerlangnya di saat seperti ini...?

"Aku pulang, deh,... Em, selamat bersenang-senang--"

"Tunggu. Sebenernya memang ak---maksudku, Kim Jiwoong, anu---ada hal yang belum dia kasih tau ke kamu." Ucap Jiwoong, dan Hao hanya mengangkat alisnya sebagai jawaban. "Bahwa Jiwoong adalah sepupu dari Ren, anggota N'UEST!!"

Zhang Hao dibuat kicep karenanya. Memangnya---

"Ya---aku memang suka karya mereka, tapi, memangnya apa yang---kalo aku tau memangnya kenapa?? Bukannya itu informasi pribadi?!"

"Heh, intinya sekarang kamu tau. Gimana?"

Hao tidak menjawab. Ia hanya terus menatap lelaki itu dengan heran. Yah, bagaimanapun ia tetap harus memberi respon, bukan?

"O...ke..." Ucap Hao. "Emh, aku pamit. Ya, kalo kamu tadi bermaksud ngehibur, makasih, deh..." Ia terkekeh, tetapi di dalam matanya masih tersisa sedikit tatapan kecewa. "Dah..."

Jiwoong harus kembali ke tubuh aslinya.

Cause,...

Well,...

As much as he likes to pretend he didn't care, he pretty much does!

×××

anggep aja ren masih gabung N'UEST. anggep aja N'UEST masih ada!! :'DD

[✓] [YOU]TH ㅣ HAN YUJIN & KIM JIWOONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang