Alexander Eiwa Basil, Mahasiswa tak terkalahkan dari Universitas Hitam Putih. Sanjungan putra Rektor dengan aset dimana-mana membuatnya menjadi lelaki angkuh dan berbuat seenaknya.
Lelaki tampan dengan pesona dingin membuatnya dikagumi banyak mahasiswi, tak terkecuali beberapa dosen wanita yang masih muda.
Seperti siang ini, mahasiswa yang sekarang menginjak semester enam itu menghela napas berat saat 'mainannya' tak kunjung datang.
"CK!! Lama amat, kemana sih dia?" gerutuan Adriel—temannya membuat Alexander tambah muak.
Saat ini, dia dan beberapa komplotannya berada di rooftop kampus, waktu menunjukkan pukul 13.19 dan seorang gadis yang dinanti-nantikannya tak kunjung terlihat batang hidungnya.
"Alah, sebat dulu napa, minta rokok cepet!" Nathaniel yang sebenarnya sudah ingin beranjak pergi sedari tadi tertahan karena mood Alexander yang sedang buruk. Dia tidak ingin menjadi sasaran tinju.
"Ntar dah, habis punya gue" — Lionel
"Pelit lu monyet" — Nathaniel
"Dih, daripada elu, beli rokok aja kagak bi—" Lionel
"M-maaf, aku t-telat"
Ucapan Lionel terpotong, terganti dengan suara halus milik seorang gadis.
"Nah ini nih, dicari bos daritadi"
"Ih gapapa kok dek.... Siap-siap aja lah ya" Celetukan Adriel membuat gadis yang sedang mengatur nafasnya tampak pucat seketika.
Lola Naraya, sebut saja dia gadis sial yang tak sengaja berurusan dengan Alexander. Mahasiswi semester dua yang sejak dua bulan lalu menjadi bahan bulanan sang Pangeran kampus dan antek-anteknya.
Semua masalah bermula ketika Lola tidak sengaja memergoki sekawanan itu sedang meneguk minuman beralkohol di kelas yang sudah tidak terpakai. Saat ingin mencoba pergi, salah satu dari mereka menyeret Lola kedalam, dia Alexander. Lola sama sekali tidak ingin mengadu tentang apa yang ia lihat, dia hanya terkejut hingga tak sadar langkah cepatnya terasa seperti berlari ketakutan.
"Pergi semua"
Apalagi ditambah suara berat dari Alexander, membuat seluruh badannya gemetar ketakutan.
"Kenapa ga daritadi si" gerutu Lionel yang sedari tadi menahan perutnya yang keroncongan.
Setelahnya, hanya ada Lola dan Alexander disana. Sepersekian detik tidak ada suara hingga kemudian Lola memberanikan diri untuk berbicara.
"T-tadi... a-aku ke kantin sebentar"
"Siapa?"
"H-ha? A-anu—"
"Siapa yang nyuruh elo ke kantin duluan?!" perkataan tajam nan menusuk menggema di telinga Lola.
"M-maaf" tidak ada kata yang dapat keluar kecuali kata maaf, Lola terlalu bingung dan panik hingga kesusahan untuk berbicara.
"Gue nggak butuh permintaan maaf lo" Alexander mendekat, mengikis jarak dengan menatap tajam Lola yang terus menunduk.
Lola yang merasa terintimidasi pun mencoba mundur, namun tertahan saat Alexander menahan pinggangnya.
"Lo tau apa yang bisa gue lakuin kalau lo abai sama perintah gue?" bisik Alexander pada telinga Lola.
"Lola, gue bisa bikin lo di drop out dari kampus ini, bikin nama lo ngga masuk di kampus manapun, gue bisa"
"K-kak, aku m-minta maaf" Lola tidak kuat saat merasakan genggaman tangan Alexander di pinggangnya semakin kuat.
"GUE NGGAK BUTUH PERMINTAAN MAAF LO!!"
Lola tersentak, apalagi jarak mereka yang berdekatan, telinganya berdengung mendengar teriakan Alexander.
Tangan Alexander naik keatas, menggenggam sejumput rambut berwarna dark brown bergelombang itu, dengan sekali tarikan, kepala Lola yang sedari tadi menunduk, mendongak saat Alexander kemudian menjambaknya.
"Harus dengan cara apalagi bikin lo patuh sama gue?! Apa harus ada yang gue patahin dari salah satu tubuh lo?!"
Lola memejamkan mata sejenak mendengar ucapan tajam itu.
"Aku minta maaf kak, a-aku bakal patuh sama kak Alexander"
"SHIT!! Omong kosong!"
Alexander, lelaki itu tampak seperti psikopat dengan tatapan tajam bak harimau yang sudah menemukan mangsanya.Bagaimana dia bisa segila ini di hadapan gadis tolol yang tidak berguna. Alexander tidak tahan saat melihat wajah putih bulat itu meringis kesakitan, juga mata yang sedari tadi menolak untuk bertatap mata padanya. Apalagi bibir pink merona milik Lola, dia sungguh sudah gila.
"Miringin kepala lo" mendengar ucapan itu, Lola menggeleng penuh. Ini yang dia takutkan ketika berhadapan dengan Alexander, satu-satunya sifat gelap yang hanya diperlihatkan kepadanya.
"A-aku nggak mau"
Alexander, dia selalu menyematkan tanda dileher Lola, hanya ketika dia berada pada emosi yang sudah tidak stabil.
"Miringin gue bilang!!"
"Kak aku janji akan patuh, aku juga janji bakalan tepat waktu untuk ketemu kamu"
Lola tidak mau lagi, dia berhak untuk menolak apa yang tidak dia inginkan kan?
"Miringin"
Satu tetes air mata mengalir dari matanya, diikuti aliran lainnya tanpa bisa dicegah, Lola kalut saat ini. Dia frustasi menghadapi sisi Alexander yang satu ini.Alexander pun rasanya sudah muak permintaannya tidak dituruti dengan baik oleh Lola. Maka dari itu, tangan besarnya kembali menjambak rambut Lola. Dia menunduk, saat leher jenjang nan putih itu sudah terpampang dihadapannya.
Lola tidak bisa diam saja, dia memberontak, mendorong dada Alexander agar menjauh. Namun usahanya sia-sia, wajah Alexander sudah tenggelam ke lehernya, menghisap dan digigit nya dengan kasar. Wajah Lola memerah menahan sakit, Alexander terlalu kasar, pergerakan Lola dalam memberontak pun tak leluasa, karena lelaki itu menahan pinggangnya agar tidak menjauh.
Selesai dengan kegiatannya, Alexander mendongak, menatap dua kissmark yang berada pada leher Lola.
"U-udah selesai kan? Sekarang l-lepasin aku"
Mendengar itu, Alexander menyeringai.
"Siapa bilang?"
"K-kak, kam-mmhfpptt"
Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Lola membelalak kaget saat Alexander mencium bibirnya.
Lola histeris, ini first kiss nya, bagaimana bisa Alexander dengan lancang dan tanpa aba-aba mencium bibirnya. Dengan bersimbah air mata, Lola berusaha memberontak, mencoba lepas dari ciuman kasar dan menyakitkan yang dilakukan oleh Alexander.
Lelaki itu berulang kali menggigit bibirnya hingga dia bisa merasakan rasa besi yang berarti bibirnya berdarah, Lola pun tidak ada kesempatan untuk bernafas.
Hingga kemudian tautan mereka terlepas. Alexander terkekeh melihat bibir bengkak Lola, juga saat tanda dileher gadis itu terlihat.
Keduanya terengah, bedanya Alexander melepas bibir itu dengan tak rela, sedangkan Lola merasa lega dan ketakutan, takut jika sewaktu-waktu dia diserang kembali oleh Alexander.
"Sepertinya sekarang gue tau cara menghukum lo dengan benar Lola"
Sedetik kemudian, Alexander menepuk pipi gembul itu beberapa kali, dan meninggalkan Lola sendiri.