09, About You and Me.

25 6 3
                                    

Bukan hal biasa bagi Ayu untuk bangun pada pukul enam. Namun kali ini, terpaksa ia harus menghentikan dulu tidurnya dan bergegas menuju toilet karena perutnya terasa sangat mulas.

Setelah selesai melakukan ritual pagi, Ayu kembali menuju kamarnya. Tetapi ia bertemu Hana. "Widih kakak tumben udah bangun," ejek Hana begitu ia keluar kamarnya dan melihat Ayu kembali dari kamar mandi. Lalu sedetik kemudian lanjut berkata, "Ikut aku lari pagi yuk!"

Ayu sebenarnya hendak tidur lagi, tetapi melihat Hana yang sudah siap memakai baju olahraga membuat Ayu merasa malu. Hana memang morning person dan itu berbanding terbalik dengan Ayu yang bangun pagi saja susah. Ia menjawab ajakan adiknya dengan kalimat, "emang kamu gak ada kelas pagi, Han?"

Hana menggelengkan kepalanya. "Ini tanggal merah, kak. Ngapain ke kampus?"

"Hah? Masa sih?" tanya Ayu tak percaya. Pekerjaannya sebagai barista full waktu memang tidak membuatnya libur bekerja jika tanggal merah. Sebab meskipun tanggal merah, cafe tetap buka.

Hana hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya dengan ketidaktahuan kakaknya.

"Yaudah ayo lari. Tapi tungguin. Kakak siap-siap dulu," ujar Ayu. Ia mendengar Hana langsung berdeham panjang sebagai jawaban. Setelah itu Ayu masuk lagi ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap.

Hana berteriak dari ruang tengah, "kalo gitu aku tunggu di depan ya, Kak."

"Oke," jawab Ayu tak kalah berteriak.

Hana pergi ke halaman depan untuk memakai sepatu olahraganya dan melakukan sedikit pemanasan. Sedangkan Ayu mengganti piamanya dengan baju olahraga. Lalu ia memakai topi untuk menutupi muka bantalnya.

Setelah pantulan dirinya terlihat cukup oke di cermin, Ayu bergegas menyusul Hana di halaman depan. Ia mengambil sepatu olahraganya di rak di samping pintu masuk. Lalu ia memakai sepatu di teras sambil melihat Hana yang melakukan pemanasan.

Di tengah-tengah gerakan pemanasannya, Hana bertanya, "Kak, motor ke mana?" Sepertinya adiknya itu baru menyadari kalo motor, salah satu harta paling mahal yang mereka miliki, tidak ada di halaman rumah. Muka Hana terlihat panik, mungkin mengira motor mereka hilang dicuri orang.

"Ada. Di bengkel deket cafe," jawab Ayu sambil memakai sepatu. "Kata mas bengkelnya turun mesin."

Mata Hana menyipit. "Tuh 'kan Kak, kalo nurut saran dari aku buat service rutin motor pasti motornya gak bakal bermasalah gitu kan."

Ayu mengembuskan napasnya berat. "Emang motornya udah tua sih. Wajar kalo udah turun mesin," kata Ayu, mengingat kalau motornya itu adalah peninggalan ayahnya. Ayu masih ingat kalau motor itu dibeli ayahnya waktu Ayu masih kecil. Jadi wajar kalau sudah bermasalah.

"Kak " Hana menginterupsi. Ayu hanya berdehem menjawabnya. Lalu Hana menambahkan, "kalo motornya ada di bengkel deket cafe, tempat kakak kerja, terus semalem kakak pulang gimana?"

Tanpa menolehkan fokusnya dari menalikan tali sepatu, Ayu menjawab, "'Kan semalem kakak udah bilang di chat."

Hana terdiam, mengingat-ngingat isi chat semalam dengan kakaknya. Begitu ia ingat, Hana langsung memekik. "Maksudnya dianterin Kak Julian?"

Pekikan Hana membuat Ayu menoleh. Dilihatnya Hana yang berlari mendekatinya, lalu adiknya itu duduk di sampingnya, di teras rumah.

"Iya, kakak udah bilang 'kan kalo kakak semalem sama Julian."

Ekspresi muka Hana menunjukkan ketidakpercayaan. "Aku pikir cuma makan bareng doang gitu, gak sampai dianterin."

Ayu tersenyum kecil. Lalu ia bangkit setelah selesai memakai sepatu. "Ayo, katanya mau lari pagi," ujar Ayu.

LOCOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang