06, Mas Muka Kucing & Mbak Loco.

29 5 7
                                    

Ayu seharusnya senang ketika ia mendengar lonceng di atas pintu cafe berbunyi, pertanda bahwa ada pelanggan datang. Tetapi  kenyataannya mata Ayu malah membelalak kaget karena mendapati yang datang adalah Julian, si mas muka kucing, pemeran utama yang terlibat dalam tragedi LOCO bersama Ayu beberapa hari lalu. Oleh karena itu, mulut Ayu refleks berkata, Mas Muka Kucing?

Suara Ayu kecil tetapi Julian dengan telinganya yang tajam, bak seekor kucing, dapat mendengar apa yang dikatakan Ayu. Ia juga refleks bertanya, maksudnya gue? Ia berdiri di ambang pintu kemudian menunjuk mukanya sendiri dengan bingung.

Ayu jadi gelagapan. Ia menggelengkan kepalanya, diam beberapa saat untuk memikirkan alasan. Enggak, bukan gitu. Gue cuma asal ngomong aja, jawabnya.

Mendengar alasan Ayu yang tidak masuk akal, Julian hanya tersenyum dengan posisinya yang masih berdiri di posisinya tadi.

Akal sehat Ayu, meskipun terlambat, tetapi pada akhirnya kembali juga. Ia membungkukkan badan sekilas sebagai tanda penghormatan. Selamat datang di Cafe 143, katanya, tiba-tiba berlagak menjadi karyawan cafe yang baik dan benar.

Julian melangkahkan kakinya mendekati meja kasir, tempat di mana Ayu berada. Kemudian ia memutar kepalanya, melihat sekeliling cafe. Cafe sepi, ya? ujar Julian.

Ayu membelalakan matanya lagi. Ia tak percaya kalau Julian baru saja bertanya dengan nada yang santai, seperti antara dirinya dan Ayu memiliki hubungan yang cukup akrab. Bingung harus menjawab apa, Ayu pun hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum canggung.

Julian membalas senyuman Ayu dan dalam pikiran Ayu hal itu malah membuat Julian terlihat lebih mirip dengan kucing.

Bang Genta ke mana? tanya Julian terus berlagak sok akrab.

Nemenin maminya arisan, katanya, jawab Ayu. Namun sedetik kemudian, Ayu merasa menyesal dengan pemilihan kata dan nada bicaranya yang malah terdengar sok akrab juga. Ia dengan cepat bertanya, mau ketemu bos Genta, ya? mengingat kalau Julian ini adalah teman dekat bosnya.

Namun Julian menggelengkan kepalanya. Gue mau ke sini aja. Emang gak boleh?

"Boleh-boleh aja kok. Kalo gitu mau pesen apa? tanya Ayu, mendadak formal.

Daftar menu terpampang di atas meja kasir, di hadapan Julian, tetapi ia tak sedikit pun meliriknya. Ia malah menjawab, apapun yang cocok buat nemenin gue belajar.

Ayu memiringkan kepalanya, hah?

Lo bisa kasih gue apapun.

Apa?

Apapun.

Ayu mengernyit.

Sedangkan Julian tersenyum kemudian ia mengeluarkan ponsel. "Gue bayarnya lewat scan QRIS aja, ya?"

Jujur, Ayu masih bingung akan memberikan apa untuk Julian, tetapi laki-laki itu malah sudah ingin membayar. Mengingat kalau tadi Julian meminta apapun untuk menemaninya belajar, maka Ayu memilih untuk memberikan ice americano dengan harapan bahwa minuman itu akan membantu Julian menahan kantuk saat belajar

Pesanannya atas nama siapa? tanya Ayu lagi saat memproses pesanan Julian di komputer.

Mas Muka Kucing, jawab Julian dengan lugas.

Refleks, Ayu berhenti memproses pesanan Julian. Ia mengambil napas dengan berat kemudian membuangnya dengan kasar. Jujur, ia kesal karena tahu kalau Julian sengaja menggodanya. Tetapi sebagai karyawan cafe yang baik, ia harus menahan kekesalannya. Ia pun lanjut memproses pesanan Julian kemudian memperlihatkan kode QR dan Julian pun langsung menyelesaikan pembayaran.

Okay, ice americano atas nama Mas Muka Kucing. Mohon ditunggu pesanannya, ucap Ayu.

"Hah? Lo pesenin gue apa?" tanya Julian.

LOCOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang