Semua memang tak mudah,
tetapi aku harap kamu tidak menyerah🍂🍂🍂
Lelaki dua puluh empat tahun itu maju mundur ketika hendak memasuki kediaman Galuh. Baru saja ia maju dan memegang gagang pintu, suara kunci terbuka terdengar di telinganya.
Aden memilih untuk mundur dan membalikkan badannya sambil menyembunyikan Rama. Ia melihat sosok perempuan dengan pakaian mini dan dandanan yang menurutnya lumayan tebal.
Setelah teriakan terakhir terdengar, perempuan tersebut juga sudah tidak terlihat, berganti seorang laki-laki dengan badan tegap terdorong dari dalam. Sampai si lelaki itu menabrak dinding dan merosot.
"Jangan coba-coba menampakkan wajahmu di hadapanku. Hasilnya sudah jelas. Rama menjadi tanggung jawabku, dan kamu tidak berhak apa-apa atas rumah ini.
Galuh sangat terlihat emosi. Jejak-jejak airmata selama beberapa saat. Kunciran rambutnya sedikit longgar. Beberapa bak rambut berantakan, apalagi dengan luka di sudut bibirnya. Hal ini membuat Aden tercengang melihatnya.
"Luh, Rama anak gue, dia tetap butuh ayahnya."
"Oke, lo bisa nemuin dia kapan saja dengan izin gue, tapi ingat, sekali lagi lo cari masalah sama gue, jangan salahin kalau lo nggak bisa ketemu Rama lagi."
Sorot mata Galuh menunjukkan keseriusan. Ia tidak beranjak dan tetap menyodorkan wajah garang di hadapan sang mantan suami sampai lelaki itu pergi. Begitu sang mantan sudah tidak terlihat, tubuh Galuh bersandar pada dinding dan mulai merosot.
"Mbak Galuh," panggil Aden pelan. "Saya izin mau taruh Rama dulu di dalam."
Galuh menoleh dan mengangguk. Setelah mendapat izin, dengan cepat Aden menaruh Rama di sofa di ruang tamu. Suasana rumah itu benar-benar seperti kapal pecah.
"Rama tunggu di sini, Pak Raden mau bantu Ibun dulu, ya?"
Si kecil mengangguk. Ah, benar-benar anak baik dan penurut. Sayangnya di usia yang sekecil itu ia harus melihat bagaimana egoisnya orang dewasa yang merasa berhak atas dirinya itu saling beradu argumen dengan nada tinggi.
Aden berlari menuju pintu dan bergegas membantu Galuh untuk bangkit. Tentunya setelah meminta izin terlebih dahulu. Aden memapah Galuh dan mendudukkannya di sebelah Rama.
Sepasang ibu dan anak itu langsung saja saling berpelukan. Galuh bahkan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher putra tunggalnya itu. Sementara si kecil memeluknya erat sambil mengusap punggung sang ibu sekenanya.
"Maafin Ibun, ya, Nak? Maaf belum bisa memberikan bahagia untuk Rama, maaf karena Ibun gagal untuk bertahan."
"Ibun, kalau banyak nangis ntar matanya bengkak, loh."
Sementara itu, daripada Aden mengganggu interaksi keduanya, ia memilih untuk membereskan kekacauan yang ada di depan matanya.
Ia memungut beberapa barang dan memindahkannya ke atas meja. Begitu juga dengan bantalan sofa yang berada jauh dari tempatnya. Belum lagi dengan serpihan kaca yang pecah dari pajangan dinding yang berserak di lantai.
Matanya memindai ke beberapa tempat, sampai ia menemukan pojok tempat alat kebersihan diletakkan.
"Nggak usah, biar gue yang beresin nanti, Den. Lo boleh balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cerita Cinta Bandung Bondowoso
Genel KurguKata orang cinta pertama itu tidak akan bertahan dan bisa terganti kapan saja. Namun hal itu tidak berlaku untuk Aden, cinta pertamanya justru awet. Hatinya benar-benar tertambat pada sahabat kakaknya yang bernama Galuh. Meski perbedaan usia menjadi...