Chapter 22.

1.9K 133 17
                                    

Disclaimer: Don't like Don't Read, semua milik orang tua masing masing saya di sini hanya meminjam nama.

Jadi bagi yang tidak suka mohon menjauh, ide cerita ini begitu aneh dan sesuka hati author. Dan hal ini murni Imajinasi ya. Kita bebas berimajinasikan jadi bagi kalian sudah di peringatkan jangan salahkan authornya ya.

Ada beberapa adegan yang tidak pantas, di dalamnya jika di baca anak di bawah umur, jadi aku harap kalian jangan nyalahin aku ya. Dari awal udah di peringati. Abusive, Mental illness, Angst, Pelecehan, Mental disorder. Yang gampang ke triger sebaiknya jangan baca ya.

Summary : Layaknya sebuah canvas putih yang ternoda kehidupan Haruto mulai berubah memiliki banyak warna, Tetapi tidak seperti warna indah pelangi yang dia harapkan warna itu justru menghancurkan hidupnya membuat dia merasa akan jauh lebih baik untuk mati saja dari pada terus hidup.

Jika hanya menjadi budak bagi kelima orang egois yang memiliki cerita tersendiri.

Jeongharu- Kyuharu - Asaharu- Jaeharu - Hwanharu. (Kapal suka suka yang nggak suka jangan baca, Karena nanti cerita ini bakal aku buat sebagian ada di karyakarsa buat jadi pdf)

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Sesuai dengan keinginan Haruto sebelumnya yang menginginkan kehadiran Junghwan, walaupun merasa begitu enggan memanggil lelaki bermarga So tersebut untuk hadir setelah apa yang telah dilakukan oleh sang empunya sebelumnya pada pemuda cantik itu.

Mau tidak mau, dia hanya bisa menggeram pelan dengan rasa marah yang membonceng di dadanya tapi tidak dapat dilampiaskan. Lagi pula tidak ada yang bisa dirinya lakukan untuk membantu meredakan rasa sakit Haruto, ketika pemuda cantik itu sama sekali tidak dapat menyerap mana yang berusaha dirinya alirkan untuk anak di dalam perut sangat empunya.

Sehingga sekarang yang bisa dirinya lakukan hanya menuruti permintaan Haruto, sebab pasti ada alasan kenapa pemuda cantik itu justru malah menginginkan kehadiran Junghwan di sini, ketika kondisinya hampir berada di ambang kematian. Jadi daripada terus melakukan perdebatan tidak penting, karena diburu oleh waktu ia segera memerintahkan Junghwan menuju ke lokasi yang dirinya berikan.

"Tolong bertahan sebentar lagi, Junghwan pasti bakalan datang ke sini," bisik Jeongwoo pelan dengan tatapan mata yang terlihat begitu khawatir, kepala Haruto kini sengaja ditaruh di atas pangkuannya sebagai bantalan sang empunya.

Tangan besarnya ia gunakan untuk menggenggam satu tangan Haruto, sedangkan satu tangannya yang lain dirinya gunakan untuk mengusap pelan perut Haruto untuk menenangkan anak yang berada di dalam perut pemuda cantik itu.

Suara Jeongwoo yang terdengar begitu khawatir masih bisa Haruto dengar, walaupun secara perlahan pandangannya sekarang sudah mulai buram. Tetapi sebisa mungkin dirinya berusaha untuk bertahan, karena ia tahu jika dirinya tidak sadarkan diri di tengah keadaan seperti ini semuanya justru jus akan menjadi semakin memburuk.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa lo diem aja kita harus cepet-cepet ngebawa dia ke rumah sakit, bukan malah justru lo biarin gitu aja di sini," teriakan marah itu berasal dari Junkyu yang pada awalnya terlihat linglung dan menatap semuanya dengan pandangan takut, dengan rintihan kesakitan yang terus terdengar keluar dari mulut Haruto segera tersadar dan berteriak pada Jeongwoo untuk membawa sang empunya ke rumah sakit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Canvas Yang Ternoda.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang