Chapter 3.

4.9K 443 77
                                    

Disclaimer: Don't like Don't Read, semua milik orang tua masing masing saya di sini hanya meminjam nama.

Jadi bagi yang tidak suka mohon menjauh, ide cerita ini begitu aneh dan sesuka hati author. Dan hal ini murni Imajinasi ya. Kita bebas berimajinasikan jadi bagi kalian sudah di peringatkan jangan salahkan authornya ya.

Ada beberapa adegan yang tidak pantas, di dalamnya jika di baca anak di bawah umur, jadi aku harap kalian jangan nyalahin aku ya. Dari awal udah di peringati. Abusive, Mental illness, Angst, Pelecehan, Mental disorder. Yang gampang ke triger sebaiknya jangan baca ya.

Summary : Layaknya sebuah canvas putih yang ternoda kehidupan Haruto mulai berubah memiliki banyak warna, Tetapi tidak seperti warna indah pelangi yang dia harapkan warna itu justru menghancurkan hidupnya membuat dia merasa akan jauh lebih baik untuk mati saja dari pada terus hidup.

Jika hanya menjadi budak bagi kelima orang egois yang memiliki cerita tersendiri.

Jeongharu- Kyuharu - Asaharu- Jaeharu - Hwanharu. (Kapal suka suka yang nggak suka jangan baca, Karena nanti cerita ini bakal aku buat sebagian ada di karyakarsa buat jadi pdf)

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dua hari setelahnya meskipun terasa berat, Jennie serta Haruto berusaha melupakan kejadian itu. Karena memang setelah Jennie selidiki, kelima orang yang di sebutkan Haruto memiliki pengaruh yang sangat besar. Sehingga ketika hal ini di laporkan pada kepolisian ataupun media, maka yang akan kalah serta menanggung akibatnya hanya mereka.

Jadi sesuai keinginan Haruto, Jennie juga tidak bisa melakukan apapun untuk memaksanya. Alhasil mereka perlu bertemu dokter terlebih dulu untuk merencanakan kapan bisa di laksanakan aborsi, sebab tidak mungkin Haruto menghancurkan masa depannya hanya untuk menjaga anak yang berada di dalam kandungannya.

"Haru! Kamu gak apa-apa, mama tinggal? Semua bahan makanan udah mama isi buat seminggu ke depan, baru setelah itu kita bakal pergi ke rumah sakit buat atur jadwal aborsi ke dokter yang kebetulan temen baik kenalan mama." Ucap Jennie sedikit khawatir melihat wajah putranya yang masih terlihat pucat, tangannya bahkan terulur untuk mengelus pelan wajah Haruto dengan begitu lembut takut menyakiti putra tunggalnya.

"Haru gak apa apa ma, Mama bisa pergi. Haru bakal jaga diri baik baik kok, jadi jangan khawatir." Jawab Haruto sambil berusaha memaksa senyuman nya supaya sang mama tidak merasa khawatir, dia juga mengambil tangan sang mama untuk kemudian bertingkah manja dengan memeluk tubuh mungil itu ke dalam pelukannya.

"Mama berangkat dulu ya, kamu kalau ada apa apa telepon mama jangan sungkan inget." Ucap Jennie yang segera di jawab dengan anggukan paham oleh Haruto, baru setelah merasa yakin Jennie mulai membawa koper kecilnya ke dalam mobil. "Mama pergi dulu, ya, Haru.",

"Iya ma, hati-hati." Balas Haruto sedikit berteriak sembari melambaikan tangannya ke arah Jennie yang kini mulai ada di dalam mobil, siap pergi selama seminggu keluar kota karena urusan pekerjaan.

Setelah dia yakin jika mobil mamanya telah pergi, Haruto segera mulai ingin menutup pagar rumahnya. Namun sebelum menutup pintu ujung matanya menangkap sesuatu yang terasa sangat familiar, dari kejauhan dia bisa melihat mobil yang sangat dikenalnya.

Canvas Yang Ternoda.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang