Chapter 2 - Resah

70 9 7
                                    

Rani berjalan dengan langkah gontai menuju beranda belakang, mengekor di belakang Indra. Ingin rasanya ia berlari kabur ke kamarnya. Bicara dengan Indra bukanlah hal yang ia inginkan saat ini.

"Duduk, dek," Indra meminta Rani untuk duduk di sofa.

Gadis itu menurut dan memilih duduk di ujung sofa, cukup jauh dari Indra. Rani hanya diam sambil memandangi taman belakang dan kolam renang yang indah dengan banyak lampu.

"Kenapa jauh banget, dek? Sini," kata-kata Indra terdengar seperti perintah di telinga Rani.

Rani menggeser posisi duduknya lebih dekat ke arah Indra. Tak lama setelah itu, ia merasakan tangan Indra yang mengusap lembut kepalanya dari belakang. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ia berinteraksi dengan kakaknya ini.

"Bagaimana kabarmu, dek? Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Indra.

"Iya, kak," balas Rani lirih tanpa memalingkan wajahnya pada Indra.

"Kamu tambah kurus, dek. Kamu yakin gak apa-apa?" Indra bertanya sekali lagi, tapi tak direspon oleh Rani. "Kamu ada masalah sama kakak? Apa kakak melakukan kesalahan?"

Rani menggelengkan kepalanya pelan.

"Tapi kenapa tiga bulan ini kamu selalu menghindari kakak? Telfon kakak gak diangkat, pesan juga gak dibaca."

Rani masih diam, kepalanya mulai tertunduk. Cepat atau lambat pasti akan ada percakapan tentang ini. Ia tak tahu harus menjawab apa pada kakaknya.

"Dek," panggil Indra yang kini wajahnya ikut menunduk menatap wajah Rani.

Rani sedikit terkejut dan langsung memalingkan wajahnya, "Maafkan aku, kak."

"Apa?"

Rani buru-buru berdiri dari sofa, "Maafkan aku, kak. Aku harus ngerjain PR."

* * *

Indra benar-benar kesal sekarang. Tangan kirinya yang mengepal, berkali-kali ia pukulkan ke lengan sofa. Rani pergi begitu saja setelah mengucapkan permintaan maaf tanpa sempat ia cegah. Ia butuh penjelasan, bukan permintaan maaf. Pasti sudah terjadi sesuatu, ia semakin tak mengenali adiknya itu.

Terlalu banyak hal janggal di keluarganya. Indra mulai mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan oleh kedua orang tuanya. Mengingat satu setengah tahun terakhir ayahnya selalu menugaskannya untuk mengurus beberapa anak perusahaan yang letaknya jauh dari ibukota. Ia harus mencari tahu jawabannya.

Indra berdiri dan beranjak memasuki rumah. Tepat sekali, ia melihat ayahnya yang berjalan menuju ruang baca. Ia segera menghampiri lelaki paruh baya yang masih terlihat gagah itu.

"Ayah," panggil Indra sambil berjalan mendekat.

Yudha menghentikan langkahnya dan menoleh pada Indra. "Ada apa, nak?"

"Ada yang ingin aku bicarakan. Ini penting,"

"Soal apa?"

"Soal Rani, ayah,"

Yudha melihat jam yang ada di pergelangan tangan kirinya, "Sudah malam. Kamu juga baru pulang dari perjalanan jauh. Istirahatlah. Kita bisa bicara lain waktu." Yudha menepuk pelan pundak Indra, lalu memasuki ruang baca.

'Malam? Ini baru jam setengah sembilan,' gerutu Indra dalam hati.

Lagi-lagi Indra ditinggalkan begitu saja tanpa mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Salah satu sudut bibir Indra terangkat, ia tersenyum nanar. Sikap kedua orang tuanya yang juga terus menghindari pembicaraan tentang Rani membuatnya semakin yakin ada hal yang sedang disembunyikan.

Khirani (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang